Pejuang dari Kampung Buyang


PADA 17 Maret 2010 nanti, usianya genap 75 tahun. Di usia sepuh seperti ini, sebagian orang memilih banyak diam di rumah.

Menikmati usia tua dengan tenang dan mulai tak mau disibukkan dengan kegiatan sosial.

Tapi beda dengan Madinah Daeng Selong.

Nenek yang kerap dipanggil oleh kalangan aktivis organisasi masyarakat sipil (OMS) Dato Selong ini justru masih aktif dengan kegiatan sosial.

Termasuk masih mau ikut demonstrasi di jalan menyuarakan aspirasi masyarakat. Tak peduli terik matahari membakar tubuhnya.

Tak heran jika sosok Ketua Kelompok Nelayan Pencari Kerang Katalassang yang memiliki 516 anggota ini cukup dikenal di Kota Makassar.

Tidak hanya warga di sekitar rumahnya tapi juga dikenal luas di kalangan aktivis OMS, polisi, dan aparat Pemerintah Kota Makassar.

Ia bermukim di Jalan Seroja, Kelurahan Kampung Buyang, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

"Bagaimana tidak dikenal, walau sudah tua renta, dia masih mau demo kalau ada hal yang dianggapnya tidak beres. Sekalipun urusan layanan KTP, layanan kesehatan bagi masyarakat miskin, termasuk kalau ada penggusuran," ujar Haswandy Andy Mas, aktivis LBH Makassar tentang Dato Selong, pekan lalu.

Lalu apa yang membuat ibu lima anak, 21 cucu, dan 20 cicit itu masih rela demo di jalan demi membela masyarakat miskin?

"Saya menganggap memperjuangkan masyarakat miskin itu salah satu resep tetap sehat. Saya juga tidak tahan kalau ada orang miskin, apalagi sekitar rumah saya, mengadu ke saya karena tidak dilayani di rumah sakit atau tanahnya digusur," ujar wanita kelahiran Jeneponto, 17 Maret 1935 ini.

Ditanya sampai kapan ia masih mau demo di jalan, mantan guru SD di Bontomanai, Kabupaten Gowa, itu menegaskan dirinya tak akan berhenti.

Padahal wajahnya terlihat sudah keriput. Banyak giginya juga sudah tonggos.

"Selagi saya masih hidup dan sehat, saya akan tetap membela orang miskin. Walau pun harus demo di jalan," katanya saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Jl Serigala, Makassar, pekan lalu. (jumadi mappanganro)

Catatan: Terbit di Tribun Timur edisi 3 Maret 2010

Komentar