Dokter Gigi Pengrajin Batik Khas Sulsel

Seri Tribun Inspiratif

SEHARI-HARI bekerja sebagai dokter gigi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa. Namun semangatnya mengembangkan industri batik bermotif khas masyarakat Sulawesi Selatan terus menggelora.

Melalui batik, ia pun pun berharap budaya masyarakat Sulawesi Selatan kian dikenal luas di dalam maupun di luar negeri. Alasannya batik tak hanya disukai warga Indonesia, tapi juga kian dilirik masyarakat di luar negeri.

drg Andi Ayu Sartika di Istinana Batik-nya
Itulah sosok drg Andi Ayu Sartika, warga Jl Pengayoman, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar. Bagi ibu dua putri ini, jalan untuk mencapai keinginannya itu bukan khayalan. Melainkan sedang dirintisnya dengan membuka Istinana Batik sejak 2011 lalu.

Istinana Batik ini memproduksi batik-batik khas budaya empat etnis besar di Sulsel yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Di antaranya ada yang bemotif keris, Rumah Tongkonan, dan pasapu. Ada juga motif rumah adat Bugis-Makassar, perahu pinisi, Balla Lompoa, Solokoa, Kupu-kupu Maros, dan gambar Pulau Sulawesi hingga motif kontemporer.

"Idenya berawal saat melihat maraknya pegawai kantor yang berpakaian batik pada hari Jumat. Tapi saya melihat batik-batik mereka semua bermotif budaya Jawa. Saat itulah terlintas ide membuat batik dengan motif khas budaya Sulsel,” tutur Ayu yang ditemui di Private Care Centre RSUP dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 20 Mei 2013 lalu.

Untuk mewujudkan ide itu rupanya tak mudah. Ia pun harus mencari informasi langsung ke salah satu pusat industri batik yang ada Cirebon, Jawa Barat. Lalu memboyong beberapa pembatik dari Cirebon ke Makassar pada 2011 lalu. Juga memesan bahan baku pewarna dan peralatan pembuatan batik langsung dari Cirebon untuk dibawa ke Makassar.

“Karena terus terang, mencari pembatik dan bahan baku pewarna, dan lilin untuk mencanting batik masih sulit ditemukan di Sulsel. Kalau motifnya, saya sendiri yang carikan. Tinggal dimodifikasi. Sebagai tahap awal, saya merasa ini baik dilakukan sembari menyiapkan pembatik lokal nantinya,” tutur lulusan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Trisaksi ini.

Istinana Batik kemudian berdiri di Antang, Kecamatan Manggala. Lalu pada April 2012 pindah di Komplek Mawar Blok A20, Jalan Pengayoman, Makassar.

Hasilnya? Menggembirakan. Pasalnya, batik khas Sulsel yang diproduksi Istinana Batik tersebut akhirnya mendapat sambutan positif. Buktinya, jumlah pemesan batiknya terus bertambah. Kini, produksi mereka pun sebulan sebanyak 250 kain batik. Satu kain batik berukuran standar standar 225 X 115 cm. Ukuran ini bisa untuk  satu baju batik orang dewasa.

Harganya beragam. Mulai Rp 150 ribu hingga Rp 2 juta per kain. Harganya tergantung jenis kain, warna, dan motif yang diinginkan. Makin banyak warna, maka harganya makin mahal. Karena makin banyak kali celup dan proses lama.

Motif yang paling susah pembuatannya juga akan beda harganya dengan motif yang mudah pembuatannya. Jika dipesan dalam jumlah banyak, ada diskon khusus,” jelas wanita kelahiran Jakarta, 14 April 1982 ini. (jumadi mappanganro)

Jualan di Facebook dan BBM

Andi Ayu menuturkan, batik produksinya selama ini awalnya banyak dipesan kerabat dekatnya. Lalu melalui pemasaran dari mulut ke mulut, pesanan pun kian banyak yang datang. Termasuk dari instansi-instansi pemerintah maupun swasta di daerah ini. Beberapa bupati dan pejabat pemerintah di daerah ini pun telah membeli batik buatannya.

“Selain dari mulut ke mulut, kini saya memasarkan batik kami melalui media sosial semacam Facebook dan BBM (BlackBerry Messenger). Alhamdulillah, membuah hasil. Pesanan kian banyak,” tutur putri dari pasangan dr Anwaruddin Gani dan Andi Nurni Patahangi ini.

Dari sekian batik motif khas Sulsel yang diproduksinya, rupanya paling laris dipesan adalah motif keris. Sedangkan jenis kainnya palinglaris adalah kain katun. Tapi tak sedikit juga yang pesan batik dari kain sutra.

“Mungkin karena batik dari kain katun itu bisa dipakai sehari-hari. Sedangkan batik kain sutra hanya sesekali saja bisa dipakai yakni saat acara penting atau acara formal,” tutur wanita berjilbab ini.

Dari usahanya itu, omset usahanya pun terus bertambah. Kini rata-rata sebulan bisa mencapai Rp 25 juta. Itu pun karena pasaran batiknya baru sebatas wilayah Sulsel. “Kami berharap batik kami bisa juga diterima di pasar nasional dan mancanegara,” harapnya. (jum)

Data Diri
Nama: drg Andi Ayu Sartika
Lahir: Jakarta, 14 April 1982
Anak:  Kayluna Baiza Mutiara Khaddafi dan Freya Azura Zulaikha Khaddafi
Orangtua: dr Anwaruddin Gani dan Andi Nurni Patahangi
Saudara: Bungsu dari tiga bersaudara
Pendidikan: FKG Universitas Trisaksi
Pekerjaan: RSUD Syekh Yusuf Gowa

Catatan: Tulisan di atas terbit di Rubrik Tribun Inspiratif halaman 8 Tribun Timur edisi cetak, Rabu (29/5/2013)



Komentar

Posting Komentar