Kembang api, petasan, dan malam tahun baru rasanya telah menyatu di negeri ini. Sulit dipisahkan. Lihatlah begitu banyak orang menyalakan kembang api hingga meledakkan petasan pada malam pergantian tahun. Tak hanya mereka yang bermukim di kota-kota besar di Indonesia, warga yang tinggal di pelosok-pelosok desa pun melakukan hal serupa.
Selama saya bermukim di Kota Makassar sejak 1998 lalu hingga kini, langit Makassar selalu terang oleh kembang api yang ditembakkan ke udara jelang detik-detik pergantian tahun. Bunyi petasan terdengar sahut menyahut hingga kadang memekakkan telinga. Pantai Losari pun selalu menjadi pusat pesta kembang api di kota ini setiap malam peralihan tahun.
Dapat dimengerti jika sepekan sebelum malam pergantian tahun, para pedagang petasan dan kembang api menjamur di Kota Makassar. Di sejumlah jalan di kota ini dengan mudah dijumpai para pedagang menjual aneka kembang api hingga petasan.
Harganya bervariasi. Ada yang dijual dengan harga Rp 5.000 sebiji. Ada juga harganya sampai lebih Rp 200 ribu sebiji atau sekali bakar. Walau bagi saya harganya tergolong mahal, kembang api maupun petasan itu tetap saja laris dibeli.
Mungkin pada sebagian orang merasa ada yang kurang jika malam pergantian tahun tak dirayakan dengan kembang api dan petasan. Begitukah?
Saat masih kecil, saya dan banyak teman di kampung yang sengaja tak cepat tidur untuk menanti detik-detik malam pergantian tahun. Sebab saat detik pertama tahun baru datang, ketika itulah kami dapat menyaksikan kembang api di langit hingga beberapa menit. Kami pun merasa senang setiap kali usai menyaksikan pesta kembang api.
Kala itu, tahun 1990-an. Kampung yang saya maksud adalah Pomalaa, sebuah kecamatan di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Di kampung ini terdapat pabrik penghasil besi nikel (feronikel) milik PT Antam Tbk, satu di antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tapi anehnya, sejak tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Hasanuddin, saya merasa tak bergembira lagi melihat kembang api. Apalagi mendengar petasan. Makanya, saban malam pergantian tahun di Kota Makassar, saya memilih cepat tidur daripada begadang menanti detik-detik pergantian tahun yang selalu diwarnai pesta kembang api dan bunyi petasan.
Itu pula yang kami lakukan pada Selasa (31/12/2013) malam. Saya dan istri serta tiga putra kami memilih tidur sebelum pukul 00.00 wita. Kendati awalnya agak susah kami tidur akibat terganggu bunyi petasan dan percikan kembang api yang terdengar berentetan sejak usai salat Isya.
Padahal kami tahu, ada pesta kembang api raksasa di Pantai Losari pada malam pergantian tahun dari tahun 2013 ke tahun 2014. Untuk hajatan ini, bahan-bahan kembang api raksasa itu pun didatangkan dari Jakarta.
Pesta kembang api raksasa itu katanya disponsori Pemerintah Kota Makassar. Tiga Sisi, ditunjuk sebagai event organizer (EO) pesta tersebut. Tiga Sisi adalah EO milik Amirul Yamin Ramadansyah, putra Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.
Menurut Amirul Yamin, pada pesta yang digelarnya itu warga bisa menyaksikan cahaya berwarna-warni yang berpola dari kembang api hingga sekira 20 menit di langit.
Mau tahu berapa biaya mendatangkan bahan kembang api raksasa dari Jakarta ke Makassar itu? Tak kurang Rp 100 juta. Begitulah penjelasan Amirul Yamin yang saya baca di Tribun Timur edisi cetak Sabtu (28/12/2013).
Mengetahui informasi terkait biaya pesta kembang api raksasa itu, istri saya berkomentar. "Itu mubazir saja." Katanya, menyalakan kembang api itu sama saja kita membakar uang senilai harga kembang api tersebut.
Menurut saya, pesta kembang api itu tak hanya mubazir. Tapi juga telah menyakiti rasa keadilan di masyarakat karena pesta itu justru mendapat dukungan dana dari Pemerintah Kota Makassar.
Surabaya
Surabaya
Saat memberi komentar tentang pesta kembang api raksasa yang digelar di Anjungan Pantai Losari itu, saya menerima kiriman broadcast BBM dari Dr M Asrorun Ni'am Sholeh MA.
Dia adalah Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dia juga Direktur Al-Nahdlah Islamic Boarding School Depok sekaligus Sekjen Majelis Alumni Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU).
Kami berkenalan saat berkunjung dalam kapasitasnya sebagai komisioner KPAI di kantor Tribun Timur, Makassar, 19 Juni 2013 lalu.
Kami berkenalan saat berkunjung dalam kapasitasnya sebagai komisioner KPAI di kantor Tribun Timur, Makassar, 19 Juni 2013 lalu.
Saat menerima Asroun Ni'am Sholeh (dua dari kiri) di Kantor Tribun, Makassar, 19 Juni 2013. |
Inti pesannya adalah ia salut dengan sikap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang memutuskan Pemkot Surabaya tidak menyalakan kembang api pada malam pergantian tahun. Rismaharini memilih menggunakan dana pesta itu dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur.
Asrorun pun mengirimkan link berita yang mengabarkan sikap terpuji Risma tersebut:
http://m.nationalgeographic. co.id/berita/2013/12/pemkot- surabaya-tidak-nyalakan- kembang-api-tahun-ini
Berikut di bawah ini isi link di atas:
Pemkot Surabaya Tidak Nyalakan Kembang Api Tahun Ini
Tahun 2014 ada segudang cita-cita Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang ingin dicapai. Bukan untuk dirinya, melainkan untuk warga Surabaya.
Guna mewujudkan cita-cita itu, Risma memutuskan untuk berhemat dari pengeluaran yang dianggapnya tak terlalu penting. Salah satunya, Pemerintah Kota Surabaya tidak akan menyalakan kembang api saat perayaan Tahun Baru nanti malam. Pemkot Surabaya hanya akan menutup jalan protokol dan mengerahkan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk berpameran.
Menurut Risma, dana pesta lebih baik dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, apalagi banyak program kerja yang sudah disusun untuk 2014.
Cita-cita yang ingin diwujudkan Risma adalah membangun rumah bahasa di gedung Balai Pemuda. Rumah bahasa ini akan jadi pusat kegiatan masyarakat untuk belajar bahasa asing dengan prioritas bahasa Inggris, Cina, dan Thailand secara gratis.
Program yang menurut rencana diresmikan pada Januari 2014 itu akan menyasar pelaku UMKM, baik yang bergerak di industri manufaktur maupun jasa dan perdagangan.
Tujuannya menyiapkan mereka menghadapi pasar global 2015 mendatang. "Target kami bukan untuk sertifikasi, melainkan sekadar mengajari mereka berbicara dalam bahasa asing, supaya mampu berkomunikasi dengan lancar pada era pasar bebas nanti," ucap Risma.
Masih dalam rangka meningkatkan daya saing UMKM, Risma berencana mengadakan pelatihan pemasaran melalui media daring. Pelaku UMKM juga bakal dibantu untuk mematenkan merek produk mereka agar tak mudah dipalsukan.
Pekerjaan rumah Pemkot Surabaya di tahun 2014 sepertinya dominan di bidang ekonomi. Hal itu dikuatkan dengan program penyiapan generasi muda —mulai dari pelajar dan karang taruna— sebagai pahlawan ekonomi.
Walaupun fokus di bidang ekonomi, Risma tidak mengabaikan pekerjaan lain, seperti melanjutkan proyek infrastruktur yang belum selesai. Selain itu, merealisasikan revitalisasi pasar tradisional seperti Pasar Pucang dan Pasar Tunjungan. Proyek ini tertunda pekerjaannya pada 2013.
Risma ingin program kerjanya pada 2014 mendulang sukses seperti program kerja pada 2013. Program yang menyentuh langsung kaum marjinal berdampak rendahnya angka kriminalitas di Kota Pahlawan ini.
Kerja keras Risma tak saja mendapat simpati di masyarakat Surabaya, tapi juga dunia internasional. Risma pernah mendapat penghargaan The 2013 Asian Townscape Sector Award dari Kantor Regional PBB Wilayah Asia Pasifik. Ini diberikan untuk Taman Bungkul serta membebaskan kota dari pengemis dan gelandangan. (Runik Sri Astuti/Agnes Swetta Pandia. Sumber: Kompas)
Info di atas kemudian saya teruskan ke istri. "Yang begini tawwa pemimpinnya bagus. Saya salut dengan Wali Kota Surabaya," kata istri saya mengomentari berita di atas.
Tahun 2014 ada segudang cita-cita Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang ingin dicapai. Bukan untuk dirinya, melainkan untuk warga Surabaya.
Guna mewujudkan cita-cita itu, Risma memutuskan untuk berhemat dari pengeluaran yang dianggapnya tak terlalu penting. Salah satunya, Pemerintah Kota Surabaya tidak akan menyalakan kembang api saat perayaan Tahun Baru nanti malam. Pemkot Surabaya hanya akan menutup jalan protokol dan mengerahkan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk berpameran.
Menurut Risma, dana pesta lebih baik dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, apalagi banyak program kerja yang sudah disusun untuk 2014.
Cita-cita yang ingin diwujudkan Risma adalah membangun rumah bahasa di gedung Balai Pemuda. Rumah bahasa ini akan jadi pusat kegiatan masyarakat untuk belajar bahasa asing dengan prioritas bahasa Inggris, Cina, dan Thailand secara gratis.
Program yang menurut rencana diresmikan pada Januari 2014 itu akan menyasar pelaku UMKM, baik yang bergerak di industri manufaktur maupun jasa dan perdagangan.
Tujuannya menyiapkan mereka menghadapi pasar global 2015 mendatang. "Target kami bukan untuk sertifikasi, melainkan sekadar mengajari mereka berbicara dalam bahasa asing, supaya mampu berkomunikasi dengan lancar pada era pasar bebas nanti," ucap Risma.
Masih dalam rangka meningkatkan daya saing UMKM, Risma berencana mengadakan pelatihan pemasaran melalui media daring. Pelaku UMKM juga bakal dibantu untuk mematenkan merek produk mereka agar tak mudah dipalsukan.
Pekerjaan rumah Pemkot Surabaya di tahun 2014 sepertinya dominan di bidang ekonomi. Hal itu dikuatkan dengan program penyiapan generasi muda —mulai dari pelajar dan karang taruna— sebagai pahlawan ekonomi.
Walaupun fokus di bidang ekonomi, Risma tidak mengabaikan pekerjaan lain, seperti melanjutkan proyek infrastruktur yang belum selesai. Selain itu, merealisasikan revitalisasi pasar tradisional seperti Pasar Pucang dan Pasar Tunjungan. Proyek ini tertunda pekerjaannya pada 2013.
Risma ingin program kerjanya pada 2014 mendulang sukses seperti program kerja pada 2013. Program yang menyentuh langsung kaum marjinal berdampak rendahnya angka kriminalitas di Kota Pahlawan ini.
Kerja keras Risma tak saja mendapat simpati di masyarakat Surabaya, tapi juga dunia internasional. Risma pernah mendapat penghargaan The 2013 Asian Townscape Sector Award dari Kantor Regional PBB Wilayah Asia Pasifik. Ini diberikan untuk Taman Bungkul serta membebaskan kota dari pengemis dan gelandangan. (Runik Sri Astuti/Agnes Swetta Pandia. Sumber: Kompas)
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (Sumber foto: tribunnes.com) |
Info di atas kemudian saya teruskan ke istri. "Yang begini tawwa pemimpinnya bagus. Saya salut dengan Wali Kota Surabaya," kata istri saya mengomentari berita di atas.
Mudah-mudahan inspirasi dari Wali Kota Surabaya tersebut menjadi pelajaran kita bersama. Sungguh, pesta kembang api hanyalah perbuatan sia-sia. Jauh lebih baik jika uang untuk pesta kembang api itu dibelanjakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi banyak orang. (*)
Makassar, 1 Januari 2014
Makassar, 1 Januari 2014
Komentar
Posting Komentar