Di Rumah Tahanan Negara Pun Narkoba Beredar

PEREDARAN narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) memang tak memandang batas wilayah, ruang, waktu, maupun sasarannya.

Rumah tahanan negara (rutan) yang dibuat untuk menahan bagi para pelaku pelanggar hukum sebagai sanksi atas perbuatannya, termasuk mereka yang divonis bersalah dalam kasus narkoba, pun bukanlah tempat yang steril dari peredaran barang laknat tersebut.

Para penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dan pegawai rutan yang mestinya memberi contoh yang baik kepada para terpidana dan masyarakat lainnya, justru tak jarang menjadi bagian dari jaringan peredaran narkoba tersebut.

Di Indonesia, sangat banyak contoh yang membuktikan hal tersebut. Tak terkecuali di Kota Makassar yang berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa ini.

Rutan Makassar
Salah satu contoh bukti argumen di atas adalah tertangkapnya seorang pegawai Rutan Klas IA Makassar berinisial ST. Pria ini ditangkap aparat polisi dari Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat di sebuah rumah di Kecamatan Rappokalling, Kota Makassar, Jumat malam, 28 Desember 2007 lalu.

Pegawai rutan itu kedapatan membawa narkoba jenis shabu-shabu. Beratnya sekitar dua gram. Barang haram itu ditaruh dalam saku celananya.

Kasus ini jelas sangat memilukan, memalukan, dan memperihatinkan. Juga sekaligus mencemaskan. Sebab dari pengakuannya di depan polisi yang memeriksanya, shabu-shabu yang dibawanya itu berasal dari salah seorang narapidana yang sedang ditahan Rutan Klas IA Makassar.

Jika pengakuan ST itu benar adanya, jelaslah bahwa rutan pun bukan tempat yang aman atau steril dari pemakaian, peredaran, dan bisnis narkoba. Masya Allah. Yang membuat saya makin khawatir sekaligus geram, karena penangkapan yang dilakukan polisi terhadap pegawai Rutan Klas IA Makassar yang terlibat narkoba bukan kali ini saja.

Beberapa bulan sebelumnya, seorang pegawai rekan ST juga pernah ada yang ditangkap dalam kasus yang sama. Namun anehnya proses pengadilan terhadap yang bersangkutan tak terdengar dan tak terbaca hingga tulisan ini.

Kasus Berulang
Pun polisi juga pernah beberapa kali menemukan narkoba di dalam Rutan Klas IA Makassar. Selama 2007 saja, dari informasi kepolisian dan catatan Tribun Timur, sedikitnya ada lima kasus serupa yang terjadi di tempat yang sama. Berikut datanya.

Pada 2 Mei 2007 lalu, misalnya seorang narapidana bernama Rahmatullah bersama seorang pegawai Rutan Klas IA Makassar bernama Thamrin (45 tahun) kepergok polisi saat sedang bertransaksi shabu-shabu.

Masih dibulan yang sama, tepatnya pada 31 Mei 2007, seorang napi bernama Anthony (38 tahun) ditangkap saat membawa shabu-shabu. Tak genap sepekan setelah Anthony kedapatan, polisi lagi-lagi meringkus Rahmat alias Jhonny (26 tahun), kedapatan juga mengedarkan narkoba. Lalu pada 13 Juli, giliran tiga napi lainnya bernama Herman, Ramli, dan Simon kedapatan mengedarkan shabu-shabu.

Kemudian pada 21 September, pria berinisial MA dan SR ditangkap setelah mengirim putaw ke Ternate. Di depan polisi S mengaku memperoleh barang berbahaya itu dari seorang tahanan yang sementara mendekam di balik jeruji besi Rutan Klas IA Makassar.

Sanksi Keras
Saya tak tahu sebutan apa yang cocok atau pantas disematkan pada kasus narkoba yang marak dan berulang terjadi di lingkup Rutan Klas IA Makassar. Aneh bin ajaib barangkali.

Pasalnya, kendati telah terungkap kasus peredaran narkoba di lingkungan internal Rutan Klas IA Makassar, tak terdengar adanya perbaikan pola pengawasan untuk mencegah berulangnya kasus narkoba dan terlibatnya pegawai rutan.

Kendati seorang pegawai rutan itu pernah diketahui terlibat dalam bisnis illegal itu, toh yang bersangkutan tak pernah kedengar di bawa ke meja hijau. Bahkan yang bersangkutan hingga saya menuliskan tulisan ini, masih tetap aktif sebagai pegawai Rutan Klas IA Makassar.

Anehkan? Bagaimana bisa memberi efek jera bagi para pelaku narkoba dan pegawai rutan yang terlibat dalam bisnis illegal, jika tidak ada pemberian sansi berat bagi narapidana dan pegawai yang terbukti terlibat.

Menurut saya, jika ada pegawai rutan yang dicurigai terlibat dalam bisnis narkoba, ia harus diproses hingga ke meja hijau. Bila terbukti, ia harus dihukum sebagimana terpidana narkoba lainnya, tanpa ada perbedaan.

Jika terpidana adalah pegawai negeri maka, sanksi tidak cukup dengan hanya penjara saja. Yang bersangkutan masih harus mendapat sanksi administrasi yang tegas dari pimpinannya. Sanksi-sanksi itu dapat berupa pemberian penundaan kenaikan pangkat atau pengurangan gaji bagi yang bersangkutan. Jika perbuatannya tergolong berat, kenapa tidak dipecat saja. (*)

Makassar, 31 Desember 2007

Komentar