Pelajaran dari Kick Andy Off Air

ACARA Kick Andy Off Air “Indahnya Berbagi” akhirnya digelar di Baruga Andi Pangerang Pettarani, Universitas Hasanuddin, Kampus Tamalanrea, Makassar, Jumat sore, 11 Juli 2008 lalu. Saya merasa beruntung bisa menghadiri acara tersebut. Sebab acara yang dilaksanakan stasiun televisi Metro TV itu benar-benar menghibur. Sekaligus memberi banyak inspirasi. Menyentuh sanubari dan mencerahkan.

Betapa tidak, di acara yang dihadiri sekitar 3.500 penonton tersebut menghadirkan bintang tamu yang luar biasa. Mereka adalah penulis buku tetralogi Laskar Pelangi Andrea Hirata, Hajjah Andi Rabiah alias Suster Apung, dan Dwi Krismawan serta istrinya, Betania Eden. Acara ini makin seru karena dialog dipandu langsung Andi Flores Noya, mantan Pemimpin Redaksi Metro TV sekaligus host acara Kick Andy di Metro TV.

Saya percaya, banyak penonton acara itu sudah kerap mendengar nama para bintang tamu dan sang host Andy F Noya. Saya sendiri sudah pernah membaca sejumlah artikel yang menuliskan beberapa penggalan kisah tentang para bintang tamu tersebut.

Namun, saya dan mungkin sebagian besar penonton sore itu baru melihat dan mendengarkan langsung penuturan dari sosok para bintang tamu dan sang host acara tersebut.

Dari para bintang tamu di acara Kick Andy Off Air itu, saya banyak mendapat pelajaran dan hikmah. Saya merasa pelajaran dan hikmah dari mereka pantas untuk diketahui banyak orang. Makanya saya sengaja menuliskan beberapa hikmah itu ke Tribun Timur selama tiga edisi mulai 12 Juli 2008. Berikut ini cerita tentang sosok, nilai perjuangan, dan hikmah dari para bintang tamu yang “luar biasa” itu.

Suster Apung dari Kepulauan Pangkep
NAMA lengkapnya Hajjah Andi Rabiah. Namun ia kini lebih dikenal sebagai Suster Apung. Ia dikenal secara nasional setelah sosoknya diabadikan dalam film dokumenter berjudul Suster Apung. Film yang sangat menyentuh hati penonton itu dibuat seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin.

Film tersebut kemudian memenangkan lomba film dokumenter Eagle Award Metro TV 2006 lalu. Dari film itulah sosok Andi Rabiah menjadi perbincangan banyak orang. Majalah TEMPO dalam salah satu edisi khususnya kemudian menobatkan sosoknya sebagai salah seorag perempuan Indonesia yang berpengaruh.

Sesungguhnya, Andi Rabiah hanyalah seorang suster biasa. Tapi karena medan kerjanya yang tak biasa, mendatangi pasiennya dari satu pulau ke pulau lain dengan hanya menggunakan perahu tradisional, menjadikan dirinya sebagai suster langka.

Sekitar 30 tahun mengabdi sebagai perawat, ia kadang dituntut layaknya seorang bidan yang harus bisa membantu setiap penduduk di pulau melahirkan. Juga kadang dituntut layaknya seorang dokter yang melayani pasien sakit.

Suatu hari, akibat keterbatasan obat‑obatan, Rabiah terpaksa memberikan cairan infus yang sudah kedaluwarsa lima tahun kepada seorang penduduk yang sedang sekarat.

" Sebagai perawat, saya sebenarnya bisa kena malapraktek. Tapi, alhamdulilah orang itu masih hidup sampai sekarang," ujarnya dengan jujur saat itu.

Pengakuan polos Sang Suster Apung itu pun disambut tawa dan aplaus dari penonton yang menyaksikan acara itu. Kulihat, Rektor Universitas Hasanuddin Prof Dr Idrus Paturusi SpBO yang duduk di barisan penonton tak jauh dariku ikut tertawa dan memberi aplaus. Entah apa di benak guru besar kedokteran dan ahli bedah tulang itu mendengarkan pengakuan polos Rabiah.

Ibu empat anak yang telah berusia setengah abad itu mengakui hal tersebut terpaksa ia lakukan karena di daerah ia bekerja, tak ada bidan. Apalagi seorang dokter. Maklum, umumnya bidan dan dokter saat ini, katanya, lebih memilih bekerja di kota atau daerah yang dekat dengan kota.

Sangat jarang ada yang rela mengabdi di pulau terpencil. Apalagi jika di pulau itu tak ada listrik.
Rabiah selama ini bekerja di Puskesmas Liukang Tangaya di Pulau Sapuka, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Hingga tulisan ini dibuat, akhir Juli 2008, Pulau Sapuka belum juga ada penerangan dari PLN.

Kalau kita naik perahu motor dari Pelabuhan Paotere, Kota Makassar, menuju Pulau Sapuka, tempat kerja Suster Apung, lama perjalanan laut paling cepat 24 jam. Itu pun jika dalam perjalanan tak ada gangguan alias ombak normal.

Wilayah kerja Rabiah memang meliputi satu kelurahan ditambah empat desa. Tapi satu kelurahan dan empat desa yang dilayani itu tersebar di 25 pulau di perbatasan antara Laut Flores, Laut Jawa, dan Selat Makassar. Sungguh sangat luas bukan?

Dalam melayani pasien, Rabiah harus mengarungi lautan luas dan ombak tinggi menuju pulau yang satu ke pulau yang lain. Jarak antarpulau ditempuh minimal tiga jam. Tak jarang, ia harus berada di laut sehari semalam untuk bisa tiba di pulau di mana pasien membutuhkan pelayanannya.

Hal yang mengesankan, suster yang bertubuh kurus dan berjilbab itu berani bertaruh mati di tengah deru ombak dan angin kencang yang menerpanya, demi tergenapi harapan bahwa pasien di ujung pulau sana dapat segera sehat dengan obat‑obatan yang dikantunginya.

Upah yang diterimanya tak sebanding dengan medan kerja dan resikonya yang dihadapinya. Kadang ia diberi upah Rp 20 ribu ditambah beberapa kebutuhan sembako untuk sekali membantu pasiennya melahirkan. Sangat jarang ia diberi lebih Rp 100 ribu. Bisa dimaklumi, penduduk pulau yang dilayani Rabiah umumnya bekerja sebagai nelayan.

Kendati demikian, Rabiah mengaku tak pernah mengeluh apalagi berpikir untuk berhenti bekerja sebagai suster yang melayani pasien sakit dan pasien melahirkan yang tersebar di lebih 20 pulau yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Pangkep.

Yang membuatku makin terharu dengan sosoknya adalah bahwa selama hampir 30 tahun mengabdi sebagai suster, rupanya baru setahun lalu ia mendapat Surat Keputusan dari Pemerintah Kabupaten Pangkep sebagai PNS. Sebuah dedikasi yang masih sangat mahal dan langka.

Jika dulu Rabiah kerap menumpang perahu sederhana milik orang lain dalam menjalankan tugasnya melayani pasien, kini ia lebih beruntung. Sekarang ia telah memiliki kapal yang lebih bagus sumbangan dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang rupanya terharu saat menyaksikan Suster Apung tampil dalam siaran langsung Kick Andy di Metro TV. ()

Kekuatan Cinta Betania Eden

MENIKAH dengan lelaki cacat dengan kepala yang tak bisa ditumbuhi rambut, telinga yang rusak, mata yang membelalak bak mau keluar, dan tubuh yang gosong, kebanyakan wanita mungkin akan berpikir berjuta kali. Manusiawi. Sebab setiap insan wanita mendambakan menikah dengan lelaki yang tampang dan postur tubuh yang sempurna.

Tapi tidak bagi Betania Eden. Wanita ini rela menikah dengan Dwi Krismawan yang memiliki rupa buruk akibat terbakar dalam kecelakaan pesawat yang digunakannya saat latihan terbang dan menabrak punggung Gunung Gede.

Hampir satu setengah jam, Dwi Krismawan alias Kris yang merupakan calon pilot dan instrukturnya itu harus berjuang melepaskan diri dari api yang membakar hampir sekujur tubuhnya. Delapan jam setelah pesawatnya jatuh, tim penyelamat berhasil mengevakuasi Kris dan seorang instrukturnya.

Peristiwa jatuhnya pesawat latih jenis FG‑10 milik Sekolah Tinggi Penerbangan Curug itu terjadi pada 28 Januari 1997. Keduanya selamat. Tetapi, semua itu membawa dampak besar dalam kehidupan mereka selanjutnya. Lebih 50 persen tubuh Kris gosong. Ia sempat tak bisa berbicara. Tangannya tak bisa digerakkan.

"Wajah saya harus dioperasi 25 kali supaya bisa berbentuk lagi," ungkap Kris saat tampil pada acara Kick Andy Off Air saat itu.

Namun kasih Tuhan lagi-lagi masih menghampirinya. Sebab di balik musibah itu ada kekuatan cinta yang luar biasa yang membuat seorang Kris, calon pilot yang dulu tampan dengan masa depan cerah, harus berjuang bangkit dari kehancuran hidupnya karena cacat wajah permanen yang sungguh mengerikan.

Beberapa bulan sebelum peristiwa naas itu, pemuda asal Jawa ini jatuh cinta pada seorang gadis Ambon, Bethania Eden, yang memikat hatinya. Sayang, orangtua Kris tidak merestui hubungan itu.

"Hanya karena menurut primbon Jawa, saya dan Mas Kris tak cocok, saya dianggap membawa sial bagi putra mereka," ungkap Bethania, yang akrab dipanggil Ibeth yang juga hadir bersama suaminya, Kris, pada acara Kick Andy Off Air tersebut.

Bahkan pada saat Ibeth hendak menjenguk sang kekasih yang terkapar di rumah sakit, orangtua Kris tetap melarang. "Dengan perasaan guncang dan sedih, saya berdoa: Tuhan, jika Engkau memberi kesempatan dia hidup, aku berjanji akan menemani dia seumur hidupku,'' ujar Ibeth yang kini dikarunia seorang putra.

Keajaiban terjadi. Kris yang oleh dokter sudah dinyatakan hanya mampu bertahan tiga hari itu berangsur pulih. Walaupun seluruh wajahnya rusak. Rambutnya tidak lagi bisa tumbuh, kedua daun telinga hancur, dan bentuk bibir dan hidungnya berantakan. Begitu juga jari‑jari kedua tangannya pun lengket satu sama lain. Tulangnya bengkok.

Hampir dua tahun ia menderita kesakitan luar biasa selama dirawat di rumah sakit. Keluar dari rumah sakit, ia pun masih disingkirkan dari pergaulan. Hal itu sempat membuat Kris beberapa kali ingin bunuh diri.

Untungnya, Kris yang mengingat janjinya kepada Tuhan, akhirnya memilih setia merawat dan menemani Kris di rumah sakit. Ibeth bahkan memutuskan melamar Dwi untuk ia jadikan suami.
"Namun akibat pilihan saya menikahi Mas Kris, keluarga dan banyak rekan-rekan saya yang mengatakan saya sudah gila. Tak waras. Ada yang bilang, kok mau-maunya sama pria yang buruk rupa dan tak bisa diharapkan mencari nafkah. Tapi saya sudah berjanji pada Tuhan, maka saya harus menepatinya," tutur wanita berkulit putih itu.

Sebuah kisah tentang kekuatan cinta, the power of love, yang sungguh mengharukan. Kisah Kris dan Bethania mengungkap betapa dukungan kasih orang terdekat akan sangat memiliki pengaruh positif yang besar untuk menumbuhkan harapan dan perjuangan hidup.

Dalam hal ini, Kris mendapat dukungan dari sang kekasih, Bethania. Sang kekasih yang selalu mendampinginya, tak putus‑putusnya membisikan kata‑kata yang membangkitkan semangat. Kata‑kata inilah yang membuat Kris mampu bertahan, dan melewati masa kritis. Kris pun kini makin percaya diri. Bahkan tak sungkan menjadikan wajahnya yang buruk itu sebagai lelucon setiap kali hadir muka umum. ()

Andrea Hirata dan Laskar Pelangi

MENJADI penulis sudah bisa menjadi sandaran hidup. Dengan membuat novel atau buku apa saja, tanpa menjadi pekerja kantoran atau pegawai negeri sipil, sudah bisa hidup lumayan mewah. Dengan catatan, novel atau buku yang ditulis bisa laris di pasaran.

Andrea Hirata, penulis buku Laskar Pelangi, adalah salah satu contohnya. Dari royalti novelnya itu, pria asal Belitong itu bisa mengantongi uang miliaran rupiah.

Padahal Laskar Pelangi itu, awalnya ditulisnya untuk kado guru Andrea semasa SD Muhammadiyah di Belitong yakni Ibu Muslimah. Buku ini berisi cerita tentang 10 murid SD Muhammadiyah, tentang masa kecil Andrea dan rekan-rekannya yang dijuluki Ibu Muslimah sebagai "Laskar Pelangi". Buku ini ditulis sebagai ucapan terima kasih dan penghargaan Andrea kepada guru dan sahabat‑sahabatnya itu.

"Alhamdulillah, total buku saya yang sudah laku hingga saat ini hampir satu juta eksempelar," ujar Andrea saat hadir dalam acara Kick Andy Off Air "Indahnya Berbagi" yang digelar Metro TV di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat (11/7) lalu.

Andai royalti yang diperoleh Andrea setiap satu buku yang diterbitkan sebesar Rp 5.000. Bisa dihitung berapa dana yang diperolehnya. Alumnus master of science di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis itu punya cita-cita luhur yang patut ditiru banyak orang. "Saya ingin bangun sekolah dari royalti buku saya," ujarnya yang disambut aplaus hadirin.

Salah satu pesan Andrea yang menarik dan bagus menjadi inspirasi bagi calon penulis adalah bahwa background pendidikan apa pun bisa menjadi penulis. "Saya sendiri bukan anak sastra. Saya pun saat ini lebih banyak bekerja di urusan kabel di PT Telkom," kata alumnus Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia dan Universitas Sorbone, Perancis, itu.

Penulis yang sukses bagi Andrea adalah penulis yang mampu menggerakkan pembacanya untuk melakukan hal‑hal yang luhur setelah membaca bukunya. "Pesan saya yang lain jangan membeli buku bajakan," pesan Andrea yang saat itu tampil dengan mengenakan pakaian serba hitam dengan topinya yang khas.

Data dari penerbit Bentang yang menerbitkan buku-buku Andrea mengungkapkan bahwa hampir di semua kota besar di Indonesia sudah banyak beredar buku bajakan Andrea, khususnya Laskar Pelangi.


"Kami pernah menangkap satu truk kontainer di Jakarta yang isinya penuh buku-buku Laskar Pelangi bajakan," ungkap Salman Faridi, manager penerbit Bentang yang juga ditemui di sela-sela acara Kick Andy Off Air di Unhas.

Mudah-mudahan saja buku Laskar Pelangi yang kubeli di Toko Buku Gramedia MaRI Mall Makassar beberapa waktu lalu, itu asli. Membaca buku ini membuat saya sangat terharu dan membawaku mengenang masa-masa saat masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah Negeri Filiyal Dawi-Dawi.

Membaca buku Laskar Pelangi membuat saya makin pahambahwa keterbatasan sarana dan prasana sekolah, bukan berarti halangan untuk menjadi anak yang cerdas. Di buku ini juga memberi contoh bagaimana layaknya seorang guru mendidik murid-muridnya untuk selalu bersemangat meraih cita-citanya yang tinggi. ()


Komentar