Pohon Jadi Tempat Pajang Poster Caleg


MENYUSURI jalan-jalan di Kota Makassar belakangan ini, maka kita akan mendapati banyak hal yang memiriskan hati. Salah satu hal itu di antaranya adalah begitu banyaknya baliho, poster, pamflet, dan atribut kampanye para calon anggota legislatif (caleg) yang dipajang tidak pada tempatnya.


Akibatnya kota berjuluk Kota Anging Mammiri ini tampak jorok. Yang memiriskan hati lagi adalah hampir semua pohon yang berdiri di pinggir maupun median jalan di kota ini juga menjadi tempat pajangan poster, pamflet, dan atribut kampanye para caleg.


Tak peduli apakah pohon yang dipajangi poster atau alat peraga kampanye itu masih berusia muda atau sudah tua. Juga seakan tak dihiraukan apakah batang pohon itu masih berukuran kecil atau besar. Agaknya, hampir tak ada pohon yang tumbuh di pinggir maupun median jalan di kota ini yang bebas dari poster, pamflet, atau alat peraga kampanye caleg.


Yang paling memiriskan hati adalah poster dan pamflet-pamflet tersebut dipajang dengan cara memaku pohon. Tujuannya apalagi kalau bukan agar poster atau atribut kampanye para caleg itu bisa terpajang dengan kokoh di pohon tersebut. Lalu poster bergambar wajah para caleg itu diharapkan bisa dilihat para pemakai jalan yang sedang melintas di jalan-jalan tersebut.


Satu poster, minimal ada dua paku yang ditancapkan di pohon. Bisa di bayangkan betapa banyaknya paku yang telah menancap pada pohon-pohon di kota ini. Betapa tidak, berdasarkan data KPU Kota Makassar dan KPU Sulawesi Selatan jumlah caleg yang berkepentingan mensosialisasikan dirinya di kota ini mencapai hampir 2000 orang.


Di Kota Makassar ini terdapat 1.400 orang caleg untuk DPRD kota, 152 caleg untuk DPR RI, dan sekitar 300-an caleg untuk DPR RI. Totalnya hampir 2.000 caleg yang bersaing di Makassar. Tak sedikit di antara caleg itu menenggerkan gambarnya di pohon. Sehingga pemandangan di hampir semua jalan utama di kota ini yang dipadati poster dan atribut kampanye, bagai jemuran di kawasan kumuh.

Dengan mata telanjang saja dapat dilihat, satu caleg tidak puas hanya memasang gambar di satu pohon. Pada median jalan sepanjang Jl AP Pettarani dan Jl Veteran Selatan hingga Jl Veteran Utara saja misalnya, ada ratusan poster bertengger di pohon-pohon dari beberapa caleg. Tak sampai 100 caleg.


Di kedua jalan itu memang terbilang padat lalu lintas. Makanya tak aneh jika lokasi tersebut menjadi area favorit para caleg untuk menyosialisasikan diri. Mumpung, pemajangan poster atau atribut kampanye pada pohon-pohon itu tak dikenakan biaya. Jadi bisa sosialisasi gratis.


Pemandangan demikian telah terasa sejak genderang kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2009 ditabuh di penghujung 2008 lalu. Namun pajangan poster-poster caleg yang bertengger di pohon-pohon itu makin ramai saja sejak memasuki bulan Februari 2009.


Maklum, Pemilu Legislatif digelar April 2009. Itu berarti paling singkat pemajangan atribut kampanye di pohon-pohon tersebut akan berakhir saat masa tenang Pemilu Legislatif yang ditetapkan KPU, April 2009.


Lalu, akankah pemajangan pamflet, baliho, dan alat peraga kampanye serupa pada pohon-pohon itu akan berakhir setelah pencoblosan Pemili Legislatif 2009? Belum ada kepastian. Sebab seusai masa kampanye Pemilu Legislatif, giliran masa kampanye calon Presiden RI dan Wakil Presiden RI yang akan bergulir. Itu berarti baliho, poster, pamflet, atau atribut kampanye kemungkinan bakal dipajang lagi di pohon. Namun gambarnya saja yang berubah menjadi gambar calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertarung pada Pilpres RI 2009.


Boleh dibilang hampir semua hajatan yang digelar di kota ini, sejak beberapa tahun terakhir, selalu saja menjadikan pohon-pohon di sepanjang jalan di kota ini sebagai tempat pajangan poster, pamflet, baliho, atau bendera organisasi mereka. Organisasi yang berbuat demikian, tak hanya partai politik atau organisasi sayap partai politik, tapi juga banyak dilakukan organisasi mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, hingga organisasi keagamaan.


Itu berarti masa “penderitaan” pohon-pohon tersebut bakal panjang. Tak ada kepastian sampai kapan bakal berheni. Salah satu sebabnya karena hingga tulisan ini dicatat, 14Maret 2009, Pemerintah Kota Makassar maupun Panwas Pemilu tak tegas melarang pemasangan atribut kampanye maupun atribut organisasi atau pamflet umum lainnya dengan cara memaku pohon.


Itu karena Pemerintah Kota Makassar maupun panwas mengaku tak memiliki semacam peraturan tegas yang melarang pemajangan alat kampanye atau iklan dengan cara memaku pohon-pohon yang berdiri di pinggir dan median jalan maupun di tempat-tempat publik lainnya di kota ini.
PNBK dan Mahasiswa


Saya salut dengan sikap Partai Nasional Bung Karno Indonesia (PNBKI). Melalui baliho berukuran kira-kira satu kali dua meter yang dipajang di median Jalan Veteran dan Jalan AP Pettarani, partai ini mengumumkan bahwa pihaknya melarang tegas kader dan caleg PNBKI memajang poster dan atribut kampanye dengan cara dipaku di pohon. Jika ada yang melanggar imbauan itu, PNBKI Sulawesi Selatan akan menjatuhkan sanksi. Dalam hal imbauan dan sikap PNBKI soal larangan pemajangan poster atau atribut kampanye di pohon-pohon itu patut ditiru oleh partai lain dan kelompok masyarakat lainnya.


Sejauh ini memang belum ada pohon yang mati akibat tancapan paku poster calon legislatif. Namun orang awam pun bisa menilai, selain kota ini menjadi kumuh, tindakan menancapkan paku sebagai gantungan poster adalah perilaku yang tak menghargai lingkungan.


Sejumlah lembaga pemerihati lingkungan sebenarnya sudah berteriak-teriak agar para caleg itu peduli lingkungan. Program Go Green Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan seperti tidak ada taringnya di hadapan para caleg. Padahal sebagian dari caleg yang memajang posternya di pohon itu kerap mengaku sebagai orang yang peduli lingkungan. Entahlah apakah ia jujur atau bohong.


Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang menurunkan paksa ratusan atribut kampanye milik calon kontestan pemilihan umum (pemilu) yang terpaku di pohon-pohon sepanjang Jl AP Pettarani, Makassar, Kamis (12/3/09) lalu.


Aksi penurunan paksa atribut kampanye itu dilakukan mahasiswa di sela-sela aksi mereka menentang kedatangan Presiden SBY di Makassar dan mendesak pencabutan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) karena dinilai sebagai komersialisasi pendidikan.


Aksi tersebut dilakukan rombongan mahasiswa yang melakukan longmarch dengan berjalan kaki mulai perempatan Jl AP Pettarani-Jl Urip Sumoharjo saat hendak pulang ke Kampus UNM yang berada di ujung selatan Jl AP Pettarani, Makassar. Jadi terima kasih untuk PNBKI dan kawan-kawan mahasiswa. (*)

Makassar, 14 Maret 2009

Komentar