Pejabat Pemkot Makassar Tur Lagi ke Eropa

PEJABAT Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mungkin sudah tak peka dengan kritik. Kendati sudah sering dikritik dan disoroti karena dinilai menghambur-hamburkan dana APBD saat melakukan tur ke luar negeri, mereka seakan tak hirau.

Buktinya, beberapa pejabat Pemkot Makassar kembali melakukan tur ke Belanda dan beberapa negara di Eropa seperti Paris dan Belgia selama sepekan, 21-28 Mei 2009. Para pejabat itu di antaranya Asisten I Ruslan Abu, Kadis Pariwisata Edy Kosasih Parawansa, Kadisperindag Riefad Suaib, dan Kabag Humas Pemkot Kasim Wahab. Hebatnya, kecuali Kasim Wahab, tiap pejabat ini memboyong istri.

Keberangkatan tersebut diakui Edy sebagai ajang promosi wisata Makassar dengan memanfaatkan event pasar wisata Tong Tong Fair (TTF) 2009 di Den Haag, Belanda, 22-26 Mei 2009 lalu.

Kendati kehadiran mereka atas undangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kerajaan Belanda, biaya perjalanan para pejabat itu menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Makassar.

Setiap pejabat yang berangkat itu diberi dana APBD sebesar 3.000 dolar AS atau sekitar Rp 33 juta (kurs Rp 11 ribu per dolar AS). Ada lima anggota delegasi yang dibiayai APBD atau sekitar Rp 165 juta. (Tribun Timur edisi 29 Mei 2009)

Lalu apa yang dilakukan para pejabat itu di sana? Rupanya mereka hanya membagi-bagikan brosur tentang Kota Makassar dan wisata kuliner seperti coto Makassar dan sop konro. Namun kegiatan ekspose perdagangan dan pariwisata tidak ditemukan di lokasi pameran tersebut. Selebihnya, mereka mengunjungi sejumlah stan di Paviliun Indonesia didampingi istri masing-masing.

Padahal daerah lain asal Indonesia yang ikut berpartisipasi pada TTF 2009 di Den Haag seperti Kutai dan Jakarta, kata Sekretaris KBRI untuk Kerajaan Belanda Ferdi Piay di Den Haag, memanfaatkan momen itu dengan memboyong tim tari dan tim kesenian masing-masing daerahnya.

DKI Jakarta misalnya memperkenalkan kebudayaannya dengan membawa "abang dan none". Demikian pula dari Kutai, tampil dengan jenis seni tarinya. Sedangkan Sulawesi Tenggara berusaha menarik pengunjung dengan cara memperkenalkan produk-produk unggulannya.

Yang patut disesalkan, ungkap Ferdy sebagaimana dilansir Tribun Timur edisi 29 Mei 2009, delegasi Pemkot Makassar hanya berada sehari di TTF. Selebihnya mereka jalan-jalan ke Amsterdam dan Rotterdam. Padahal ajang TTF berlangsung selama lima hari atau 22-26 Mei 2009.

Makanya, Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda Jusuf Efendy Habibie dilaporkan menyayangkan sikap Pemerintah Kota Makassar yang kurang memanfaatkan event pasar wisata TTF tersebut.

Bagi saya, ulah para pejabat itu tidak sekadar patut disayangkan. Tapi harus diberi sanksi. Sebab patutu diduga, surat perjalanan dinas yang digunakan sebagai dasar memperoleh dana dari APBD, itu disebutkan bahwa mereka akan ke Belanda khusus memenuhi undangan promosi wisata di ajang TTF selama lima hari.

Namun kenyataannya, delegasi itu hanya sehari saja di TTF. Usai itu, mereka kemudian dilaporkan jalan-jalan ke kota lainnya di Belanda, Belgia, dan Paris. Tak jelas apa tujuannya.

Minim Anggaran
Boleh saja Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin menjelaskan bahwa persiapan delegasi yang berangkat TTF memang minim terkait dengan penganggaran yang sangat terbatas sehingga sebenarnya tak siap. Nah kalau memang tak siap dan anggaran yang minim, ngapain delegasi itu dipaksakan berangkat ke Belanda.

Bagi saya, kalau hanya sekadar membagi-bagikan gantungan kunci, booklet atau leaflets, dan video compact disc (VCD) tentang Makassar, tak perlu sampai mengutus banyak pejabat ke pasar wisata Tong Tong Fair 2009 di Den Haag. Apalagi sampai memboyong istri.

Pertanyaan saya, apakah mereka yang menjadi delegasi itu semua fasih berbahasa Belanda dan Inggris? Saya percaya tak semua bisa. Kalau ada, mungkin satu dua orang. Nah kalau begitu, bagaimana mungkin delegasi ini bisa maksimal mempromosikan Makassar di sana. Saya khawatir mereka hanya sekadar membagi-bagikan brosur, tanpa ada dialog.

Bukankah itu hanya menghambur-hamburkan uang rakyat? Bukankah menggunakan dana APBD yang tak sesuai dengan peruntukan dan terkesan menghambur-hamburkan serta hanya menguntung secara pribadi pejabat itu itu sudah patut diduga korupsi?

Nah soal ini harus diklarifikasi oleh delegasi Pemkot Makassar ke TTF 2009. Bila perlu DPRD Kota Makassar menggunakan hak interpelasi (bertanya) kepada delegasi tersebut. Apa yang mereka lakukan di sana dan bagaimana hasilnya, harus jelas dan transparan.

Hal ini bertujuan agar publik bisa tahu dan anggota delegasi itu tak seenaknya menghambiskan uang rakyat. Sebab mereka telah menggunakan dana APBD. Kalau mereka menggunakan dana pribadi, mau apa saja di sana, terserah. Kita tak peduli. Tapi kalau menggunakan dana APBD, maka mesti dipertanggungjawabkan.

Bagi saya, jika hanya bertugas bagi-bagi brosur, mestinya tak perlu sampai lebih dua orang pejabat ke Belanda. Cukup satu atau dua orang saja yang diutus. Lalu mengontrak beberapa mahasiswa asal Indonesia, lebih baik lagi kalau asal Makassar, untuk digunakan menjadi sales promotion untuk masa waktu selama acara tersebut berlangsung.

Menggunakan mahasiswa setempat asal Makassar sangat banyak manfaatnya. Di antaranya mereka bisa lebih luas dan fasih menjelaskan tentang potensi wisata Makassar terhadap orang-orang Belanda dan Eropa yang berkunjung di hajatan tersebut. Para mahasiswa ini pun bisa melayani dialog dengan pengunjung. Itu karena mereka fasih berbahasa Belanda dan Inggris.

Selain itu, manfaat mulianya adalah para mahasiswa itu bisa mendapat tambahan penghasilan dari job tersebut yang diberikan Pemkot Makassar. Tentu ini akan menyenangkan mereka yang sedang studi di Belanda. Toh upah mereka bisa lebih rendah disbanding ongkos yang dihabiskan seorang pejabat yang berangkat dari Makassar khusus ke acara tersebut.

Tapi jika tak mau repot-repot dan menghabiskan uang cukup banyak, ya promosi wisata bisa dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yakni fasilitas internet. Dengan publikasi melalui dunia maya, selain murah, jangkauan pembacanya lebih luas dan cepat.

Tentu masih banyak cara lain untuk promosi wisata Makassar di dunia internasional yang murah, efisien, dan mengena sasaran. Tergantung kreatifitas dan niat tulus Pemkot Makassar. (jumadi mappanganro)

Makassar, 29 Mei 2009

Komentar