Ada Kartel dan Oknum Persewakan Pedestrian untuk PKL

Dari Selamat Pagi Sulawesi (1 bersambung)
(Sumber: Tribun Timur edisi, Rabu, 3 Juni 2009)

KEBERADAAN pelaku ekonomi sektor informal yang lebih dikenal dengan pedagang kaki lima yang banyak menggunakan pedestrian di Kota Makassar bagai buah simalakama.

Di satu sisi, keberadaannya dibutuhkan masyarakat, terlebih bagi pedagang kaki lima (PKL) yang mencari nafkah.

Namun di sisi lain, keberadaan mereka di atas pedestrian itu telah banyak mengganggu dan menghalangi para pejalan kaki yang tak leluasa melintas di atas pedestrian.

Hal tersebut mengemuka pada diskusi Selamat Pagi Sulawesi di halaman Kantor TVRI, Jl Kakatua, Makassar, Selasa (2/6/2009). Diskusi ini merupakan kerjasama TVRI, RRI, dan Tribun Timur.

Diskusi yang disiarkan langsung TVRI ini menghadirkan narasumber Asisten II Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar Burhanuddin, pengamat dan konsultan kota Danny Pomanto, dan saya sebagai jurnalis. Dialog dipandu Wahyuddin Abubakar yang kerap juga disapa Reihan.

"Masalah PKL yang menggunakan pedestrian, bukan hanya dimasalahkan di Kota Makassar, tapi masalah seluruh kota di Indonesia. Menata mereka ini tidak gampang, kendati sudah beberapa kali kami atur mereka," tutur Burhanuddin.

Beberapa masalah itu di antaranya, beberapa oknum diketahui telah mempersewakan pedestrian ke para pedagang PKL.

Bahkan ada yang tarifnya jutaan sebulan. Padahal seluruh pedestrian yang ada di sepanjang jalan di Kota Makassar adalah milik Pemkot Makassar.

Ada juga keterlibatan oknum aparat keamanan yang membekingi para pedagang tersebut.

Sebagian lagi ada oknum aparat pemerintah yang menarik retribusi kepada mereka, kendati mereka melanggar aturan penggunaan pedestrian. Sehingga tidak sedikit para pedagang kaki lima itu merasa berhak berdagang di atas pedestrian.

Hal lain, ungkap Danny, tak sedikit dijumpai para pedagang kaki lima itu merupakan bagian dari kartel atau kelompok bisnis jaringan yang sudah mapan.

Artinya mereka ini sudah tidak tergolong lagi ekonomi menengah ke bawah, sebagaimana umumnya asumsi orang terhadap pedagang kaki lima.

Nah sebagian dari jaringan kartel ini menguasai pedestrian di kota ini. Mereka lebih cenderung berusaha di pedestrian dibanding membuka restoran atau rumah makan yang pajaknya cukup besar dibanding kalau berdagang model PKL.

Kalau model PKL paling banter dikenakan retribusi yang nilainya sangat rendah dibanding pajak restoran. Mungkin trik hindari pajak ya. (jumadi mappanganro)

Komentar