RUU RN Disahkan, Rezim SBY Lebih Berbahaya dari Orde Baru


Catatan dari Diskusi Quo Vadis RUU Rahasia Negara

RANCANGAN Undang-Undang Rahasia Negara (RUU-RN) yang saat ini sedang dibahas di DPR RI harus ditolak.

Pasalnya, RUU RN tersebut justru akan mengungkung orang-orang kritis serta menghambat proses demokratisasi, bertentangan dengan semangat transparansi, dan hak asasi manusia. Jika RUU RN ini diberlakukan, maka Indonesia di bawah rezim SBY bakal lebih parah dibanding era orde baru rezim Soeharto.

Sebab dengan disahkannya aturan tersebut, berpotensi bakal makin banyak orang-orang yang kritis, termasuk jurnalis, dipenjara dengan tuduhan membocorkan rahasia negara. Kendati informasi itu untuk kepentingan publik.

Hal itu mengemuka pada Diskusi Ngabuburit Hari Ulang Tahun (HUT) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-15 di Gedung Bakti, Jl Dr Soetomo, Makassar, Senin (31/8). Diskusi ini menampilkan Pemimpin Redaksi Tribun Timur Dahlan Dahi, Pemimpin Redaksi Fajar Syukriansyah S Latief, dan Koordinator Forum Komunikasi (FIK) Ornop Sulawesi Selatan Khudli Arsyad.

Menurut Dahlan, RUU RN belum subtansial dibahas. Karena masih banyak masalah nasional yang justru mendesak dicarikan solusinya seperti kemiskinan dana korupsi. "Makanya, saya setuju RUU RN kita tolak," katanya.

Sementara Syukriansyah menilai pada prinsipnya negara memang berhak punya rahasia. Tapi pada RUU RN yang sedang dibahas saat ini sudah keterlaluan. Karena hendak juga merahasiakan informasi di sektor publik. "Kayaknya pemerintah ini seperti tak kerjanya saja. Kok informasi tentang gaji militer saja mau dirahasiakan," tutur mantan Ketua AJI Makassar pertama ini.

Pada akhir diskusi yang dihadiri sekitar 90-an peserta dari bergama profesi seperti jurnalis, pengacara, akademisi, aktivis organisasi masyarakat sipil (OMS), mahasiswa, itu kemudian menyatakan kesepakatannya membentuk Koalisi Masyarakat Sulawesi Selatan Menolak RUU RN.

Dari beberapa peserta juga mencuat desakan melakukan aksi besar-besaran turun ke jalan menyatakan penolakan terhadap RUU RN.

"Pemerintah saat ini sudah bandel. Mereka tahu bahwa RUU RN ini bertentangan dengan semnagat demokratisasi, tapi tetap juga dipaksakan. Makanya kita perlu aksi nyata. Kalau bahasa masyarakat Iran, kita lakukan revolusi yang lebih radikal," tutur Direktur Iranian Corner Unhas, Supa Atha'na.

Selain diskusi, masih dalam rangkaian HUT AJI itu juga digelar penyerahan cinderamata kepada para mantan Ketua AJI Makassar di antaranya Syukriansyah S Latief, Muannas, dan Syarif Amir, dan penghargaan khusus kepada Upi Asmaradhana, anggota AJI yang baru-baru ini mendapat penghargaan Udin Award 2009.

Kepada mereka, masing-masing diberikan penghargaan berupa karikatur yang dibuat seniman yang juga dosen seni rupa Universitas Negeri Makassar Faisal Ua'. Juga ada demo lukis tanah liat yang diperagakan pelukis tanah liat Zaenal Beta yang menghasilkan dua lukisan kaligrafi dalam waktu sekitar 10 menit. (jumadi mappanganro)

Foto: Paulus Tandi Bone
(Tulisan di atas diterbitkan di Tribun Timur edisi Selasa, 1 September 2009)

Komentar