Mahasiswa Unismuh Mengaku Dianiaya Polisi

- Dituduh Jaringan Pencuri Laptop, Ternyata Salah Tangkap

Makassar, Tribun - M Aswin, mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Makassar, dan lima warga Kabupaten Gowa lainnya mengaku telah dianiaya sejumlah oknum polisi. Akibat penganiayaan tersebut, mata korban terlihat merah. Wajahnya lebam. Kakinya pincang.

Korban dan rekannya itu ditangkap polisi karena dicurigai sebagai komplotan pencuri laptop yang selama ini meresahkan warga Makassar dan Gowa belakangan ini.

Namun setelah menjalani interogasi dan penyiksaan berupa penyentruman dengan listrik dan pemukulan terhadap korban selama dua hari di kantor polisi, Aswin dan kelima tertuduh itu kemudian dibebaskan setelah tidak cukup bukti.

Aswin mengungkapkan hal itu saat bertandang di kantor Tribun, Jl Cenderawasih, Makassar, Sabtu (3/10) malam. Ia ditemani dua pamannya.

Dituturkan Aswin, ia ditangkap aparat dari Polresta Gowa saat berboncengan sepeda motor dengan rekannya di Gowa, Selasa (29/9) lalu. Saat dibawa di Polresta Gowa, di situlah penganiayaan menimpa korban. Penganiayaan kemudian berlanjut saat Aswin cs dibawa ke Polwiltabes Makassar, Rabu (30/9).

"Saya dan mereka yang ditangkap dipaksa mengaku terlibat pencurian laptop. Sampai-sampai, polisi datang ke rumah mencari laptop saya. Dia menemukan laptop saya. Tapi saya bisa buktikan bahwa laptop itu saya beli dari Toko Sarana Computer City, Agustus lalu. Ada bukti kuitansinya," tuturnya..

Aswin dan rekannya bersikeras menolak dituduh terlibat. Meskipun mereka disiksa. Wajahnya beberapa kali ditampar. Kakinya dipukulkan batu dan kursi. Namun usaha memaksa agar para tertuduh itu mengaku sebagai pencuri, tak membuahkan hasil.

"Setelah tidak cukup bukti, kami akhirnya dipulangkan. Sebelum dipulangkan, kami diminta tandatangan bahwa kami dibebaskan dalam keadaan sehat. Padahal, rata-rata kami kesakitan. Ini kan penyiksaan. Tapi karena dipaksa dan setengah diancam, kami tandatangan," tambah Aswin.

Terkait penganiayaan tersebut, kedua paman Aswin dan rekan korban bermaksud mengadukan kasus ini ke Propam Polda Sulsel, Senin (5/10) besok. Kasus penganiayaan dan salah tangkap yang dilakukan jajaran Polda Sulselbar, dalam catatan Tribun, bukan kali ini saja. (jum)


Kabid Humas: Langgar Kode Etik

KEPALA Bidang Humas Polda Sulselbar Kombes Polisi Hery Subiansauri menegaskan, dalam menjalankan tugasnya, polisi dituntut profesional. Wajib menjunjung tinggi kode etik anggota Polri. Salah satunya adalah tetap menjunjung tinggi HAM, baik terperiksa maupun tersangka.

"Terkait aduan itu, kami mengedepan asas praduga tak bersalah. Tapi, kalau benar pengakuan korban telah dianiaya untuk mendapatkan pengakuannya, itu jelas melanggar kode etik anggota Polri. Karena itu kalau mereka keberatan, disilakan melapor ke Propam Polda," tegas Hery yang juga alumnus fakultas hukum Universitas Padjajaran Bandung ini.

Ia menambahkan, pada Pasal 13 ayat pertama Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, itu ditegaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polril dilarang antara lain, melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan. (jum)

Korban salah tangkap
- M Aswin
- Lahuddu
- Iful
- Firdaus
- Irwan
- Hendrik

Komentar