NGO dan Jurnalis Makassar Tuntut Prita dan Upi Dibebaskan

(Sumber: www.tribun-timur.com, Jumar 5 Juni 2009)

Laporan: Jumadi Mappanganro. jum_tribun@yahoo.com

Makassar, Tribun - Puluhan aktivis NGO dan jurnalis di Makassar yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sulawesi Selatan untuk Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers berunjuk rasa di depan Monumen Mandala, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Jumat (5/6) siang.

Aksi tersebut menuntut majelis hakim yang menyidangkan Ibu Prita Mulyasari, Upi Asmaradhana, dan para terdakwa yang dijerat tuduhan pencemaran nama baik karena membuat pengaduan dibebaskan atas nama keadilan.

Prita adalah warga Tangerang yang menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Tangerang karena menulis e-mail di milis yang berisi keluhannya soal pelayanan di rumah sakit Omni International Alam Sutera, Tangerang.

Sedangkan Upi adalah Koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers (KJTKP) Makassar yang menjadi terdakwa atas tuduhan pencemaran nama baik yang diadukan Irjen Polisi Sisno Adiwinoto, mantan Kapolda Sulselbar. Upi menjadi terdakwa setelah ia dan sejumlah aktivis KJTKP Makassar mengadukan kinerja Sisno ke Kompolnas RI, DPR RI, dan Dewan Pers.

Unjuk rasa yang diikuti kurang lebih 50-an aktivis NGO dan jurnalis itu juga mendesak pencabutan Pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun penjara dan Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik secara tertulis dengan ancaman 4 tahun penjara.

Sebab dalam sejarahnya, pasal 310 dan 311 dalam KUHP itu diadopsi dari UU penjajah Belanda. Penjajah Belanda sendiri juga mengadopsi pasal itu dari undang-undang Prancis saat masih menjajah Belanda. Pengadopsian ini bertujuan mengikis dan memberi sanksi kepada kaum pribumi jika melakukan pembangkangan terhadap penjajah Belanda.

"Kok Indonesia yang sudah merdeka lebih setengah abad itu masih menerapkan UU yang memberangus orang kritis. Karena itu kami mendesak Pasal 310 dan 311 KUHP maupun Pasal 27 Ayat 3 Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar tu dicabut," ujar Rahmat Zena, penanggungjawab aksi tersebut.

Menurut Zena, baik kasus yang dialami Ibu Prita, Upi Asmaradhana, Khoe Seng Seng dan Kwee Meng Loan yang sama-sama dijerat Pasal 310 dan 311 yang saat ini diproses hukum karena tuduhan pencemaran nama baik, merupakan pelanggaran atas hak-hak kebebasan informasi dan hak untuk menyatakan pendapat.

Padahal kedua hak tersebut merupakan hak asasi paling mendasar yang seharusnya dilindungi oleh konstitusi, UU HAM dan berbagai ratifikasi konvensi internasional. Kasus yang menimpa mereka merupakan preseden buruk bagi penegakan HAM dan demokrasi di Indonesia.

Aksi tersebut berlangsung damai. Puluhan aparat keamanan berpakaian seragam maupun berpakian sipil terlihat berjaga-jaga di sekitar lokasi aksi. Aksi ini juga ditandai penandatangan spanduk dukungan terhadap gerakan KJTKP Makassaar di atas selembar kain panjang berwarna putih.

Sebelum aksi berakhir, satu persatu perwakilan organisasi menyampaikan orasinya. Di antaranya Direktur LBH Kota Makassar Abdul Muttalib, Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan Nasrullah Nara dan Tamzil Thahir dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar.

Turut memberikan orasinya adalah Sri Endang Sulastri dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan, Maqbul Halim dari Lembaga Studi Informasi dan Media Massa (eLSIM), Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel Rusdin Tompo, Fajriani Langgeng dari LBH Kota Makassar.

Di akhir aksi, mereka membacakan seluruh isi pernyataan sikapnya. Beriku isi lengkap pernyataan sikap koalisi tersebut:
1. Mendesak pencabutan segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan masyarakat mengeluarkan pendapat
2. Keluhan atau curhat Khoe Seng Seng dan Kwee Meng Loan atau Winny yang sehari-hari sebagai pedagang di ITC Mangga Dua terhadap kinerja PT Duta Pertiwi serta keluhan ibu Prita Mulyasari terhadap Rumah Sakit Omni tidak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE maupun Pasal 310 dan 311 KUHP
3. Keluhan atau curhat Ibu Prita Mulyasari dan Khoe Seng Seng dan Kwee Meng Loan atau Winny dijamin oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4. PT Duta Pertiwi Tbk maupun RS Omni hendaknya memberikan HAK JAWAB, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan atau curhat yg dimuat di suara pembaca dan di milis-milis
5. Tanpa bermaksud mengintervensi independensi hakim, kami berharap Prita Mulyasari, Khoe Seng Seng dan Kwee Meng Loan, serta saudara kami Upi Asmaradhana yang sidang kasusnya masing-masing masih bergulir di pengadilan agar dibebaskan dari segala tuntutan hukum atas nama keadilan
6. Bagaimanapun undang-undang tidak boleh mengekang kebebasan berpendapat, karena kebebasan berpendapat dilindungi Undang-undang Dasar (UUD).
7. Secara umum KUHP perlu ditinjau ulang. Khusus Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik harus dihapus karena bertentangan dengan semangat demokrasi dan perbaikan layanan publik. Juga bertentangan dengan hak kebebasan berpendapat berekspresi.
8. Secara umum UU ITE perlu ditinjau ulang. Khusus Pasal 27 ayat 3 Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisi ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar harus dihapus.
9. Kejagung harus memeriksa motif jaksa penyidik menahan Prita. Jangan sampai ada Jangan sampai ada abuse of power di balik penahanan Prita.
10. Mendesak seluruh lembaga pelayanan publik memperbaiki kualitas layanannya. Jika dikritik harusnya legowo
11. Mendesak institusi kepolisian dan kejaksaan agar bekerja lebih profesional
12. Meminta seluruh aparat penegak hukum dan elemen masyarakat menghargai dan menghormati kebebasan pers, kebebasan berpendapat, mengadu, dan berekspresi. (jum)

Komentar