Pemrov Sulsel Belum Patuhi UU RI No 24 Tahun 2007

- Catatan dari Konferensi Nasional PRRBK V di Makassar

PEMERINTAH Provinsi (Pemrov) Sulawesi Selatan (Sulsel) belum mematuhi Undang-Undang RI No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasalnya, hingga kini, Pemrov Sulsel belum membentuk Badan Daerah Penanggulangan Bencana (BDPB) Sulsel.

Padahal, seharusnya paling lambat setahun setelah undang-undang tersebut disahkan April 2007 lalu, pemrov wajib membentuk BDPB. Saat ini, dari 33 provinsi di Indonesia, baru 18 provinsi yang telah membentuk BDPB. Sedangkan tingkat kabupaten/kota, baru 55 pemerintah daerah (pemda) yang sudah melakukan hal serupa.

Hal tersebut mengemuka pada pembukaan Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) V yang digelar di Hotel Sahid Jaya Makassar, Senin (5/10).
Konferensi ini digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Masyarakat Peduli Bencana Indonesia (MPBI), Oxfam, dan SC DRR.

Diikuti sekitar 250 peserta dari berbagai kalangan seperti praktisi, akademisi, pemerintah daerah, DPRD, BNPB, BPBD, DNPI, dan perwakilan lembaga-lembaga PBB, palang merah, LSM, organisasi donor, dan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Acara ini akan berlangsung 5- 8 Oktober 2009.

Konferensi tersebut turut dihadiri antara lain Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Deputi Kesiapsiagaan BNPB Sugeng Triutomo, Deputi Manajemen Penanggulangan Bencana Depdagri M Roem, Sekjen MPBI Faisal Djalal, dan Kepala PSMP UPN Veteran Yogyakarta DR Eko Teuh Paripurno Msc.

"Saya kira tugas kita bersama untuk selalu mengingkatkan pemerintah di daerahnya untuk segera membentuk BDPB. Sulsel adalah salah satu daerah yang belum membentuk BDPB. Hal ini patut kita dorong," ujar Deputi Kesiapsiagaan BNPB Sugeng Triutomo yang menghadiri acara tersebut mewakili Kepala BNPB Dr Syamsul Ma'arif SIP MSi.

Sugeng menambahkan, dengan adanya BDPB di tingkat provinsi, diharapkan penanggulangan bencana di tingkat provinsi bisa lebih maksimal, terarah, dan terencana. Tujuan akhirnya adalah untuk mengurangi dan meminimalisir risiko timbulnya korban akibat bencana alam maupun bencana kemanusiaan.

Sementara itu menurut Direktur Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Depdagri M Roem, pembentukan BPBD tidak cukup. Langkah tindak lanjut yang diharapkan dilakukan pemerintah daerah dari kegiatan mitigasi bencana di antaranya adalah pemda melakukan kegiatan identifikasi potensi bencana di daerahnya masing-masing.

"Pemda juga harus menyusun peta rawan bencana sebagai pedoman dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana. Juga penting pengalokasian anggaran penanggulangan bencana secara memadai di APBD," tutur Roem yang tampil membawa materi pada hari kedua konferensi tersebut, Selasa (6/10).

Menurutnya, dalam hal mengurangi risiko bencana berbasis komunitas atau pemberdayaan masyarakat, memerlukan pendelegasian kewenangan yang jelas. Hal ini mensyaratkan pelacakan kelembagaan pembangunan yang selama ini terkendala. Penguatan kapasitas masyarakat lokal terhadap PRB tak kalah pentingnya dalam rangka mengurangi risiko bencana.

Untuk menggapai harapan itulah, Konferensi Nasional PRBBK V ini digelar guna menghasilkan rekomendasi yang bisa mendorong percepatan pelembagaan dan penyebarluasan informasi terkait PRBBK serta untuk mengetahui kesiapan masyarakat dengan pendekatan PRBBK-nya dalam menghadapi dan mengadaptasi risiko pengurangan bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim. (jumadi mappanganro)

(Catatan: Tulisan di atas diterbitkan di Tribun Timur dalam dua seri mulai 6-7 Oktober 2009)

Komentar