Atmakusumah: Tak Pantas Rahman Saleh Dituntut


Makassar, Tribun - Mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja meminta agar aparat penegak hukum mempertimbangkan kembali penggunaan pasal-pasal penghinaan maupun pencemaran nama baik yang terdapat dalam KUHP maupun UU lainnya pada kasus yang menimpa Abdul Rahman Saleh, anggota DPRD Parepare.

Alasannya, pasal-pasal tersebut sangat subyektif dan relatif. Saat ini, di banyak negara demokratis di dunia, sudah menghilangkan pasal-pasal tersebut dalam UU mereka. Apalagi pelapornya adalah pejabat negara atau institusi negara.

Atmakusumah menyatakan pendapatnya itu dalam jumpa pers di Hotel Makassar Golden, Jl Pasar Ikan, Makassar,Minggu (20/12). Jumpa pers ini dihadiri Rahman Saleh dan Koordinator Koalisi Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekpresi Upi Asmaradana.

"Kalau pejabat negara dan institusi negara itu tak pantas tersinggung dan mengadukan orang yang mengeritiknya ke proses hukum. Justru pejabat dan institusi negara itu harusnya berterima kasih pada orang mengeritiknya atau mempertanyakan kinerjanya," tutur Atmakusumah yang juga anggota Dewan Penyantun LBH Pers.

Pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) itu melontarkan pendapatnya menyusul, sidang yang mendudukkan Rahman sebagai terdakwa akan memasuki tahapan pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU), Rabu (23/12) lusa.
Rahman diadukan dalam kasus pencemaran nama baik yang diadukan Kapolres Parepare yang saat itu dijabat AKBP Sri Eko pada 2008 lalu. Penyebabnya Rahman sempat mengucapkan sinyalemen pemeriksaan anggota DPRD Parepare dalam kasus tunjangan perumahan ada kesan anjungan tunai mandiri (ATM) bagi oknum polisi.

Ucapan legislator dari PKS itu kemudian diterbitkan oleh media massa. Berita itu kemudian berbuntut proses hukum pada Rahman.

Menurut Atmakusumah, mestinya pada kasus itu, kalau kapolres merasa tak menerima sinyalemen yang dilontarkan Rahman, cukup membuat sanggahan juga melalui media massa. Jadi kata-kata Rahman, idealnya cukup dibalas dengan kata-kata pula. Tapi kalau benar sinyalemen itu, mestinya kapolres bisa membenahi aparatnya.

"Bukan hendak memidanakan Rahman. Hal ini juga agar masyarakat bisa lebih tahu duduk masalahnya. Kalau orang seperti Rahman saja bisa diproses hukum, bagaimana dengan masyarakat biasa lainnya yang bukan anggota dewan?" tegas guru para wartawan ini.

Menurutnya, kasus yang menimpa Rahman bisa membuat masyarakat takut mengeritik atau membuat komentar adanya pejabat yang berbuat negatif. Jika masyarakat sudah takut mengeritik, maka bisa berpotensi makin banyak pejabat berbuat menyimpang. (jum)

Catatan:
- Tulisan di atas dimuat di Tribun Timur edisi Senin, 21 Desember 2009
- Sumber foto:www.tempointeraktif.com

Komentar