Khawatir Bahasa Bugis Punah

Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Yayasan Pendidikan Islam Maros (Yapim), Prof Dr Kaharuddin MHum, mengaku prihatin dengan eksistensi bahasa Bugis. Realitas saat ini, katanya, generasi baru anak-anak Bugis banyak di antaranya tak lagi menggunakan bahasa ibunya sebagai bahasa sehari-hari.

Kekhawatiran Kaharuddin itu disampaikan saat menjadi pembicara pada Seminar dan Dialog Bahasa di Kampus STKIP YAPIM, Jalan Dr Ratulangi, Kabupaten Maros, Senin(25/01/10). Seminar yang dilaksanakan Himpunan Mahasiswa Bahasa Indonesia STKIP YAPIM mengangkat tema Bahasa Ibu Jadi Tamu di Negeri Sendiri.

"Saya khawatir, bahasa Bugis akan punah dalam kurun waktu tidak terlalu lama lagi. Apalagi jika para penuturnya tidak mempertahankan dan melestarikan bahasa Bugis," ujar pakar linguistik ini.

Bergesernya penutur bahasa Bugis di kalangan masyarakat suku Bugis, katanya, juga disebabkan oleh sikap orangtua yang mayoritas menggunakan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya sejak bayi.

Sesuai hasil penelitian, sekitar 57,33 persen ibu menggunakan bahasa pertama bahasa Indonesia, saat anak-anak Bugis mulai pintar berbicara.

"Padahal, menurut saya, bahasa ibu itu harus dipelihara. Sedangkan bahasa Indonesia harus dikembangkan sebagai bahasa pemersatu dan bahasa bangsa," ujar alumnis S3 linguistik PPs Unhas ini. (jum)

Catatan: Tulisan di atas terbit di Tribun Timur edisi 27 Januari 2010

Komentar