Masih Banyak Jurnalis Abaikan Kode Etik


KODE ETIK - Ketua AJI Makassar Mardiana Rusli (tengah) dan Redaktur Pelaksana Tribun Timur Syarief Amir (kanan) berbicara pada Seminar dan Lokakarya Etika Jurnalistik di Restoran Pualam, Makassar, Senin (15/3/2010).


Catatan dari Seminar dan Lokakarya Etika Jurnalistik

PARA jurnalis di Makassar, baik yang bekerja di media cetak maupun media elektronik, masih kerap mengabaikan kode etik jurnalis dalam membuat karya jurnalitik.

Sebagian jurnalis lebih mementingkan membuat berita asal menghebohkan, sehingga cenderung dibuat berlebihan, kendati tak sesuai realitasnya.

Contoh kasus pada pemberitaan bentrokan antara mahasiswa dan polisi baru baru ini serta kasus Rieko Diah Pitaloka yang mengadu ke Polda Sulsel karena mengaku telah dilecehkan seorang dokter saat berkunjung di Rumah Sakit Labuangbaji, Makassar, pekan lalu.

Hal tersebut antara lain mengemuka pada seminar dan lokakarya yang digelar di Restoran Pualam, Jl Penghibur, Makassar, Senin (15/3/2010). Seminar dan lokakarya ini mengangkat tema Membangun Indikator Pelaksanaan Etika Jurnalistik di Persaingan Industri.

Kegiatan tersebut digelar Jaringan Jurnalis dan Advokasi Lingkungan (JURnaL) Celebes bekerja sama dengan Tifa, Kantor Berita Radio (KBR) Komunitas dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemantauan Media. Tampil sebagai pembicara adalah Redaktur Pelaksana Tribun Timur Syarief Amir dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar Mardiana Rusli.

Seminar dipandu Direktur Eksekutif JURnaL Celebes Mustam Arief. Acara ini diikuti lebih 20-an jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik di Makassar.

Pada kasus bentrok antara mahasiswa dan polisi, misalnya, dikabarkan melalui media televisi bahwa Makassar rusuh. Padahal yang ditampilkan di televisi hanya beberapa spot saja. Sehingga tidak bisa mewakili satu Kota Makassar dan cenderung berlebihan.

"Sayangnya lagi, jurnalis televisi tak mengambil big picture atau gambar aktivitas warga di sudut lain kota Makassar yang berlangsung normal," kata Syarief yang juga mantan Ketua AJI Makassar ini.

Sedangkan pada kasus Rieke, media massa umumnya menuliskan nama lengkap dokter yang diadukan. Padahal dokter dimaksud masih berstatus terlapor. Sesuai kode etik jurnalis, etikanya untuk berita tersebut, nama dokter itu belum bisa ditulis lengkap. Apalagi jika belum ada konfirmasi dari yang bersangkutan.

Menurut Ana, panggilan akrab Mardiana Rusli, salah satu penyebab hal tersebut, karena pengelola newsroom media di Jakarta lebih menyenangi berita yang heboh dari daerah. "Karena yang demikian itu sesuai selera pasar. Kalau beritanya adem-adem saja, berita kita tidak bakal diprioritaskan," jelas Ana yang juga jurnalis antv ini.

Hal lain yang disorot dalam kegiatan tersebut adalah masih kerapnya sebagian jurnalis melakukan kloning berita dan menerima amplop yang dinilai bisa merusak moral jurnalis. (jumadi mappanganro)

Catatan: foto dan berita di atas terbit di halaman 13 Tribun Timur edisi Selasa, 16 Maret 2010

Komentar