Sudah 71 Persen Terumbu Karang di Sulsel Rusak


sumber foto: dinarardy.wordpress.com/2009/07/...-karang/


Catatan dari Diskusi Kondisi Pesisir di Sulsel

TERUMBU karang di Sulawesi Selatan kini dalam kondisi mengkhawatirkan. Betapa tidak, kurang lebih 71 persen terumbu karang di daerah ini, kini dalam kondisi rusak.

Sementara 23 persen lainnya dalam kondisi baik dan hanya enam persen dalam kondisi sangat baik. Hal ini tentu saja sangat mengancam kehidupan laut, masyarakat pesisir, dan masyarakat secara luas yang kebutuhannya banyak dari hasil laut.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Pemberdayaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Selatan, Khaerul, saat menjadi panelis pada Diskusi Para Pihak yang digelar di Hotel Mercure, Makassar, Rabu (28/4/2010).

Diskusi yang digelar Oxpam GB itu mengangkat tema Identifikasi Potensi, Permasalahan, dan Kebijakan Pengelolaan Pesisir di Sulsel. Diskusi ini juga menghadirkan sejumlah kepala DKP dari beberapa daerah di Sulsel.

Menurut Khaerul, kerusakan terumbu karang di daerah ini tersebar sepanjang Kepulauan Spermonde, Taka Bonerate, dan Kepulauan Sembilan di Kabupaten Sinjai.

Salah satu kerawanan yang mengancam akibat rusaknya terumbu karang adalah abrasi, erosi, tsunami, perubahan iklim, dan banyak dampak buruk lainnya.

Pasalnya, dari segi fisik, terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi. Struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove.

"Kondisi ini kian meningkatkan tingkat kerawanannya karena diperparah dengan kerusakan kawasan mangrov di Sulsel yang kini mencapai lebih 51 persen dari 35 ribu Ha total luas kawasan mangrove di daerah ini," ungkap Khaerul.

Menurutnya, banyak penyebab kerusakan terumbu karang dan mangrove. Di antaranya adanya penambang karang, pembuangan limbah panas, penggundulan hutan, sedimentasi yang tinggi, pengerukan, reklamasi, dan penangkapan ikan dengan cara bom atau penggunaan pukat harimau.

Juga bisa disebabkan karena terjadi pencemaran, introduksi spesis asing, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, serta perubahan iklim global serta bencana alam.

Menurut Khaerul, terumbu karang merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis di antaranya hidup di terumbu karang. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 - 10 ton ikan per kilometer persegi pertahun.

"Sehingga jika terumbu karang di daerah ini rusak, maka efek negatifnya sangat besar dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya tangkapan ikan oleh nelayan bakal menurun drastis. Otomatis bakal berpengaruh pada harga ikan di pasar dan pendapatan nelayan," katanya.

Karena itu, menurutnya, pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk bersama melindungi dan menjaga kelestarian terumbu karang di daerah ini sangat diharapkan. Pengelolaan sumber daya laut dan pesisir perlu dilakukan dengan pendekatan kelestarian secara menyeluruh, melalui proses perubahan cara pandang, mental, sikap, perilaku, dan gaya hidup masyarakat pesisir. (umadi mappanganro)
catatan: terbit di tribun timur edisi 29 April 2010

Komentar

Posting Komentar