Tersangka, Karier Sidik Salam Tetap Cemerlang

SIDIK Salam termasuk pejabat di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang selalu mendapat posisi penting di daerah ini. Bahkan di saat dirinya telah berstatus tersangka dalam kasus korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan Celebes Convention Centre (CCC).

Buktinya, saat Gubernur Sulsel masih dijabat Amin Syam, Sidik pernah menjabat Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, dan Perdagangan Sulsel.

Setelah gubernur berganti dari Amin ke Syahrul Yasin Limpo (April 2008), Sidik sempat dipercaya menjabat Kepala Pengembangan SDM Sulsel. Lalu dipromosi lagi menjabat Asisten IV Pemprov Sulsel pada akhir 2009 lalu.

Padahal, kejaksaan telah menetapkan Sidik menjadi tersangka pada kasus tersebut sejak 2007 lalu. Kejaksaan beralasan, Sidik tidak teliti dalam proses pencairan dana ke Hamid Rahim Sese yang kemudian merugikan keuangan negara lebih Rp 3,4 miliar.

Hamid adalah orang yang mengaku sebagai penggarap lahan yang kini ditempati gedung CCC. Namun belakangan ketahuan, surat-surat yang diklaim Hamid sebagai bukti ia sebagai penggarap lahan tersebut ternyata palsu. Kejaksaan kemudian lebih dulu menetapkan Hamid sebagai tersangka pada kasus tersebut.

Pengadilan Negeri Makassar yang mengadili kasus itu kemudian membuktikan bahwa Hamid memang terbukti bersalah karena memalsukan surat-surat kepemilikan tanah yang berlokasi di Jl Metro Tanjung, Makassar.

Fakta itu diperkuat dengan keterangan saksi ahli hukum agraria dari Universitas Hasanuddin Makassar,Abrar Saleng, pada 6 November 2008 di PN Makassar. Dijelaskan, tanah di sekitar pesisir pantai Tanjung Bunga adalah milik negara dan tidak berhak dimiliki siapa pun, termasuk penggarap.

Mengaku Dizalimi Sidik yang kemudian dijebloskan ke Rutan Klas I Makassar oleh Kejaksaan Negeri Makassar, Kamis (8/4/2010) lalu, itu mengaku telah dizalimi dalam kasus tersebut.

Pasalnya, keterlibatan Sidik dalam pengadaan lahan CCC bersifat pasif. Sebagai kuasa pengguna anggaran, ia hanya menandatangani surat untuk bendahara agar lahan tersebut dibayar setelah ada rekomendasi tim 9 bentukan Pemkot Makassar.

Pengakuan Sidik itu bisa saja beralasan. Sebab pembayaran dari Sidik ke Hamid disaksikan oleh panitia sembilan dan dilakukan di ruang kerja Tadjuddin Noor yang kini menjabat Direktur Utama PDAM Kota Makassar.

Bahkan pada sidang kasus yang menyidangkan Hamid saat masih menjadi terdakwa, 23 September 2007 lalu, sempat terungkap bahwa panitia sembilan adalah pihak yang mestinya paling bertanggungjawab dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Pasalnya panitia sembilan adalah tim yang menjadi fasilitator dan yang membahas kelayakan serta jumlah pemberian santunan dari Pemerintah Provinsi Sulsel melalui Dinas Perindag Sulsel kepada Hamid.

Panitia sembilan yang dinilai paling bertanggungjawab dalam kasus itu di antaranya adalah Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, Kepala Pertanahan Kota Makassar SM Ikhsan, Asisten I Pemkot Makassar Tadjuddin Noor, dan Camat Mariso Agus, masing-masing sebagai ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota panitia sembilan.

Sementara kejaksaan hanya menyeret Hamid dan Sidik sebagai tersangka dalam kasus ini. Sedangkan dari panitia sembilan tak satu pun yang dijadikan tersangka dalam kasus ini.

Padahal, ketua majelis hakim kasus tersebut yakni Syarifuddin Umar, pernah melontarkan ucapan di depan persidangan bahwa mestinya bukan hanya Hamid dan Sidik saja yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Jaksa penuntut umum diminta mempertimbangkan hal itu. Namun seiring perjalanan waktu, kejaksaan tak berbuat banyak. Padahal beberapa jaksa senior di kejari maupun di kejati yang enggan ditulis namanya juga melontarkan bahwa sebenarnya tim sembilan juga harus jadi tersangka. (jumadi mappanganro)

Panitia 9 Pembebasan Lahan CCC di Antaranya:
Ketua: Ilham Arief Sirajuddin (Wali Kota Makassar)
Wakil ketua: Dr M Ikhsan (saat itu menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional Makassar)
Sekretaris: Tadjuddin Noor (saat itu menjabat Asisten I Pemkot Makassar
Anggota:
- Agus (saat itu menjabat Camat Mariso

Catatan: Tulisan di atas terbit di Tribun Timur edisi 10 April 2010

Komentar