Ir Linggi dan Desa Batanguru

KRISIS listrik sejak dulu hingga kini masih saja dialami sebagian besar wilayah Indonesia. Termasuk di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

Pemadaman bergilir yang dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara (Sultanbatara) hingga kini juga belum ada kepastian kapan berakhir. Sementara di sisi lain masih banyak wilayah lain belum mendapat layanan listrik dari PLN.

Salah satu wilayah yang tak mendapat layanan PLN itu adalah Desa Batanguru, Kecamatan Sumarorang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar). Namun sejak 2004 lalu, masyarakat desa ini berhasil mencukupi kebutuhan listrik mereka secara mandiri yang memanfaatkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).

PLTMH adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran air sungai kecil (kali) yang mengalir di desa tersebut. Hebatnya, peralatan PLTMH yang digunakan merupakan karya masyarakat setempat.

Upaya tersebut mengantarkan Desa Batanguru terpilih sebagai Desa Mandiri Energi dari Pemerintah RI pada 2008 lalu. Kini, masyarakat di desa yang umumnya petani itu berhasil membuat dan memasarkan sendiri pembangkit listrik mikro hidro ke berbagai desa lain yang belum mendapatkan layanan listrik.

Tidak hanya di wilayah Sulbar, tapi juga sudah dipasarkan ke Sulsel, Sultra, dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Keberhasilan Desa Batanguru menjadi desa yang mandiri energi listrik itu tak lepas berkat ide, inovasi, dan keuletan seorang bernama Ir Linggi.

Linggi memang lahir di Tana Toraja (Sulsel), 21 Januari 1964. Namun ayah tiga anak ini mengaku Batanguru adalah kampung halamannya. Sebab sejak kecil hingga besar, ia telah bermukim di desa yang umumnya dihuni etnis Mamasa-Toraja tersebut.

Cerita tentang sosok Linggi, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin tahun 1992 lalu, dan perannya yang membuat Desa Batanguru mendapat penghargaan sebagai Desa Mandiri Energi tingkat nasional itu terekam dalam film dokumentar berjudul Cahaya Air Batanguru.

Film garapan Komunitas Film Rumah Ide Makassar bekerja sama dengan Yayasan BaKTI itu kembali ditayangkan di Kantor Yayasan BaKTI, Jl Dr Soetomo, Makassar, Senin (10/5/2010) lalu. Pemutaran film ini dirangkaikan dengan diskusi yang menghadirkan Linggi sebagai pembicara tunggal.

Kegiatan tersebut dihadiri puluhan orang dengan latarbelakang yang beragam. Ada mahasiswa, pegawai pemerintah, pegawai BUMN, aktivis LSM, akademisi, dan jurnalis.

Sarjana Pulang Kampung
Linggi, orang yang berada di balik kesuksesan Desa Batanguru menjadi Desa Mandiri Energi dari Pemerintah RI pada 2008 lalu, patut diteladani.

Pasalnya, di saat banyak sarjana berharap menjadi PNS atau bekerja di kota, ia justru memilih pulang kampung usai menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Hasanuddin pada 1992 lalu.

Saat itu kampungnya yang terletak 50 kilometer dari ibu kota Kabupaten Mamasa belum dilayani listrik dari PLN. Namun kondisi ini justru membuat Linggi muncul ide membuat pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dengan memanfaatkan aliran sungai yang ada di kampungnya.

Hasilnya, masyarakat di Desa Batanguru itu akhirnya bisa menikmati listrik secara mandiri. Peralatan elektronik seperti televisi, radio, komputer, mesin katam, pun akhirnya banyak bisa dimanfaatkan masyarakat setempat. Di desa ini tak dikenal pemadaman bergilir. Tarif listriknya pun ditentukan berdasarkan musyawarah masyarakat.

"Pembayaran mereka bervariasi, tergantung banyaknya peralatan listrik yang mereka gunakan. Rata-rata satu rumah membayar antara Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu sebulan," tutur Linggi saat berbicara pada diskusi tersebut.

Hebatnya lagi, sejak beberapa tahun lalu, Linggi telah mempekerjakan puluhan orang di bengkelnya yang membuat PLTMH. Pekerjanya semuanya tamatan SD. Ia menolak menerima pekerja tamatan SMA.

"Sebab yang tamatan SMA justru saya minta ia jadi PNS atau lanjut pendidikan saja, jika memang dia berpotensi ke sana," ujar pria yang berkat PLTMH karyanya itu kerap diundang di berbagai daerah di Indonesia untuk berbagai ilmu dan pengalaman membuat PLTMH.

Di sela-sela aktivitasnya itu, kesibukan Linggi kini bertambah setelah terpilih sebagai anggota DPRD Mamasa periode 2009- 2014. Diakuinya, ia bisa terpilih sebagai anggota dewan juga tak lepas perannya membuat pembangkit listrik di desanya.

"Itulah salah satu manfaat yang bisa diperoleh kalau kita juga bisa bermanfaat bagi masyarakat," tutur Linggi yang suka merendah ini. (jumadi mappanganro)

Catatan: Tulisan di atas terbit di Tribun Timur secara bersambung pada 12 dan 13 Mei 2010. Sumber foto:mamasa-online.blogspot.com

Komentar