Menelusuri Ulang Jejak Kasus CCC

KASUS korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan Celebes Convention Centre (CCC) di Jl HM Patompo (eks Jl Metro), Tanjung Bunga, Makassar, kembali menjadi pembicaraan hangat warga Kota Makassar belakangan ini.

Hal ini seiring dengan langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar yang menjebloskan Asisten IV Pemprov Sulawesi Selatan Sidik Salam ke Rutan Klas I Makassar, April lalu. Sidik adalah terdakwa kasus tersebut.

Pekan lalu, Sidik telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Terkait kasus ini, sempat memunculkan pertanyaan, mengapa hanya Sidik dan Hamid Rahim Sese (HRS) saja yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Sementara panitia 9 tak ada satu pun yang ikut diseret ke meja hijau.

Mengenai pertanyaan itulah tulisan ini dibuat. Dari data yang diperoleh Tribun dari kejaksaan, kasus ini bermula dari Surat Pemprov Sulsel bernomor 593/1007/Ekbang. Surat ini ditandatangani A Tjonneng Mallobasang yang saat itu menjabat Sekretris Daerah Sulsel.

Surat tertanggal 17 Maret 2005 ini ditujukan kepada Wali Kota Makassar. Berisi perihal penyiapan lahan untuk pembangunan convention dan exhibition centre. Pada surat ini tertulis bahwa dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi regional di bidang perdagangan dan industri direncanakan dibangun convention dan exhibition centre di Makassar.

Pada surat ini tertera bahwa pihak pemprov telah mengadakan survey lokasi dan rapat terpadu dengan instansi terkait tingkat Provinsi Sulsel dan Kota Makassar. Dalam rapat tersebut disepakati lokasi pembangunan convention dan exhibition centre terletak di alur sebelah barat Jl Metro Tanjung Bunga seluas kurang lebih 6 Ha.

Status Tanah Negara
Masih dalam surat ini disebut bahwa tanah dimaksud yang kini ditempati CCC dikuasai dan digarap oleh keluarga Rahim Sese. Untuk itu diminta bantuan Wali Kota Makassar kiranya dapat diproses pengalihan hak dalam rangka pembangunan dimaksud.

Ada pun biayanya dibebankan pada APBD Sulsel tahun anggaran 2005. Surat ini kemudian diikuti dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani M Sidik Salam sebagai pembuat pernyataan dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel.

Surat yang ditandatangani Sidik bernomor 533/PDN/IV/2005/Indag. Tertanggal 1 April 2005. Surat ini intinya Sidik menyatakan sanggup memberikan ganti rugi/biaya santuan atau menyediakan tempat pengganti bagi pemilik tanah.

Disebutkan pula bahwa tanah dimaksud seluas kurang lebih 6 Ha dengan status tanah negara. Tanah yang berada di Kelurahan Matoangin, Kecamatan Mariso, Makassar, saat itu manfaatkan sebagai empang.

Tim Sembilan

Pada kasus ini ada kesan tim sembilan yang diketuai Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin sisa menetapkan saja proses pencairan dana tersebut.

Pasalnya, surat-surat dari Pemprov Sulsel, termasuk surat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel, sejak awal sudah menegaskan telah melakukan survei dan memastikan bahwa tanah yang kini ditempati CCC adalah milik penggarap Hamid Rahim Sese (HRS).

Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengeluarkan keputusannya tertanggal 6 April 2005 dengan nomor: 2809/Kep/644.2/2005. Surat berisi penetapan lokasi peruntukan lahan pembangunan CCC ini keluar setelah terlebih dahulu mempertimbangkan permohonan dari Pemprov Sulsel.

Hal ini pernah diungkapkan mantan Kajari Makassar yang saat itu masih dijabat Nasruddin MH. Saat itu kasus ini baru menyeret HRS ke meja hijau sebagai terdakwa. Sedangkan Sidik Salam yang saat itu menjabat Kadis Perindag Sulsel masih berstatus tersangka.

Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Makassar Amir Syarifuddin yang menangani kasus ini sejak 2005 lalu hingga kini, juga pernah mengungkapkan bahwa pihak Sidik Salam-lah yang ngotot mencairkan dana tersebut ke HRS.

HRS Terima Rp 900 Juta

Masih pada kasus ini juga menyisakan banyak pertanyaan. Pasalnya, pada pencairan dana dari Pemprov Sulsel ke HRS yang berlangsung di ruang kerja Asisten I Pemkot Makassar yang saat itu masih dijabat Tadjuddin Noor pada 2005 lalu, disebutkan senilai Rp 3,4 miliar lebih.

Namun rupanya, HRS sempat mengaku kepada wartawan maupun kepada penyidik hanya menerima uang tunai Rp 900 juta. Lalu di manakah sisanya, hal ini masih misterius.

Kasi Pidsus Kejari Makassar Amir Syarifuddin yang menyidik kasus ini sejak pertama kali bergulir hingga saat ini, dalam beberapa kesempatan kepada wartawan belum bersedia mengungkapkannya.

Mantan Kepala BPN Kota Makassar Dr M Ikhsan yang saat itu menjabat wakil ketua tim 9 pembebesan lahan tersebut yang dibentuk Pemkot Makassar sempat mengungkapkan bahwa pihaknya hanya sebagai saksi pada penyerahan dana tersebut.

"Yang melaksanakan dan mengatur penyerahan dana saat itu antara Dinas Perindag Sulsel dan Pak Hamid. Panitia 9 hanya sebagai saksi penyerahan," jelas Ikhsan saat dimintai keterangannya sebagai saksi pada sidang dengan terdakwa HRS di PN Makassar, 2007 lalu. (jumadi mappanganro)

Catatan: tulisan di atas terbit di Tribun Timur edisi cetak secara bersambung pada 10,11, dan 12 Mei 2010.

Komentar