Advokat, Akademisi, dan Jurnalis Deklarasikan LBH Pers Makassar

MAKASSAR, TRIBUN - Sejumlah praktisi hukum (lawyer), akademisi, jurnalis, dan aktivis organisasi masyarakat sipil (OMS) mendeklarasikan persiapan pembentukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar di Hotel Singgasana, Makassar, Rabu (23/6/2010).

Turut menandatangani deklarasi tersebut di antaranya anggota Dewan Pers Bambang Harimurti yang juga mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Direktur LBH Pers Hendrayana, Koordinator Anti Corruption Committee (ACC) Dr Abraham Samad, Direktur LBH Makassar Abdul Muttalib, dan anggota KPID Sulsel Rusdin Tompo.

Ikut pula mendaklarasikan, Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel Nasrullah Nara, akademisi Fadly M Natsif, advokat Ridwan J Silamma, Koordinator Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi Upi Asmaradhana, Suwardi Tahir dari Fajar, dan Jumadi Mappanganro dari PJI Sulsel.

"Setelah deklarasi ini, kami serahkan kepada teman-teman lawyer di Makassar untuk segera menyusun AD-ART dan kepengurusan LBH Pers Makassar. Selanjutnya jika ada persoalan hukum terkait pers di Indonesia timur, nantinya teman-teman di LBH Pers Makassar siap mendampingi," ujar Hendrayana yang ditemui usai deklarasi.

Hendrayana menambahkan, LBH Pers di Indonesia yang sudah ada kepengurusannya baru di Jakarta dan di Medan. Karena itu ia berharap LBH Pers Makassar bisa segera terbentuk susunan pengurusnya.

"Pembentukan LBH Pers Makassar ini merupakan jawaban kami terkait banyaknya kasus kriminalisasi terhadap wartawan maupun sengketa pers di wilayah Sulawesi Selatan maupun daerah lainnya di Indonesia timur," jelasnya.

Sebagai persiapan pembentukan tersebut, LBH Pers bekerja sama dengan LBH Makassar dan Open Society Institute menggelar Training Advokat Berperspekif Pers selama dua hari, 22-23 Juni di Hotel Singgasasana. Pelatihan ini diikuti 25 advokat dari Indonesia timur. Selain dari Sulsel, hadir pula advokat dari Bali, Sulawesi Barat, Manado, dan Ternate. (jumadi mappanganro)

Catatan: Tulisan di atas terbit di Tribun Timur edisi cetak, 23 Juni 2010

Komentar