Salut dengan Pembangunan Bandara Sangia Nibandera



(Tribunnews/Sanovra JR)


KAMPUNG halamanku, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, kini punya bandar udara (bandara) baru. Namanya Bandara Sangia Nibandera. Bandara ini terletak di Kecamatan Tanggetada, sekira 40 kilometer arah selatan dari ibu kota Kabupaten Kolaka.

Data dari Dinas Perhubungan Pemerintah Kabupaten Kolaka menyebutkan, panjang landasan pacu bandara tersebut sekira 1.400 meter. Lebarnya 30 meter. Bandara itu berada di atas lahan seluas 66 hektare.

Wakil Menteri Perhubungan RI Bambang Susantono meresmikan pengoperasian bandara tersebut pada Jumat, 25 Juni 2010 lalu. 


Peresmian bandara ini ditandai dengan pendaratan perdana pesawat baling-baling ATR 72-500 Wings Air di bandara tersebut pada hari itu juga. Wings Air adalah anak usaha Lion Air.

ATR merupakan pesawat berbadan kecil berkapasitas 70 orang dan bisa mendarat di bandara udara (bandara) dengan panjang runway 1.100 meter yang umumnya terdapat di wilayah terpencil.


Penumpang tiba di Bandara Sangia Nibandera, Kabupaten Kolaka, Rabu (30/7/2014). (TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR)

Wikipedia menyebutkan, ATR 72 merupakan sebuah pesawat yang terdiri dari mesin turboprop yang dibuat oleh perusahaan Perancis oleh ATR. ATR 72 biasanya dipanggil Super ATRs. ATR72 berasal dari ATR 42. Kecepatan maksimum pesawat ini adalah 509 km/jam dengan jarak jelajah 1.685 km.

Selanjutnya pesawat tersebut akan terbang dengan rute Makassar-Kolaka setiap harinya. Makassar-Kolaka setiap pukul 08.55 wita. Sedangkan rute Kolaka-Makassar pukul 10.30 wita.

Selain Bambang, turut hadir pada peresmian bandara tersebut antara lain Bupati Kolaka Buhari Matta, Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, Dirut Wings Air Achmad Hasan, dan Distrik Manager Lion Air Ridwan, serta pejabat muspida setempat. (Tribun Timur edisi 26 Juni 2010)

Kehadiran bandara tersebut merupakan tindak lanjut penandatangan nota kesepahaman (MoU) yang dilakukan Buhari bersama manajemen PT Wings Abadi Airlines di kantor pusat Wings Air di Jakarta beberapa waktu lalu.

Saat penandatanganan MoU tersebut, PT Wings Abadi Ailines mensyaratkan penambahan landasan pacu hingga 1.350 meter dari yang ada saat itu sepanjang 1100 meter. Hal ini katanya untuk memudahkan agar pesawat jenis ATR dapat landing (mendarat) dengan baik.

Penumpang tiba di Bandara Sangia Nibandera, Kabupaten Kolaka, Rabu (30/7/2014). (TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR)
Bedah Bandara
Bandara ini dibangun melalui program Bedah Bandara, Bedah Kecamatan di Kecamatan Tanggetada pada program Gerakan Pembangunan Masyarakat Sejahtera tanpa mengandalkan APBN dan APBD.

Seperti halnya bandara lain, kelak bandara ini akan memiliki call sein sendiri yang teregister dalam daftar nama-nama bandara di dunia. 


Terkait kenyamanan calon penumpang dan keluarganya, di sekitar areal bandara terpasang alat komunikasi dari pihak Telkomsel yang telah memasang perangkat komunikasinya untuk layanan seluler. Sementara Wings Air juga telah memasang dan melakukan uji coba perangkat jaringan.

"Jadi nantinya semua jadwal dan lalu lintas penerbangan sudah online termasuk data manifestnya. Jadi semuanya sudah siap beroperasi, tinggal menunggu seremoni peresmian dan masyarakat sudah bisa mem-booking tiket,'' jelas Arman, Humas Pemkab Kolaka, dikutip dari kendarinews.com.

Mengetahui peresmian pengoperasian bandara tersebut, ada rasa bahagia yang mendalam di hati ini. Pasalnya, moda transportasi udara komersi tersebut sudah lama dinantikan masyarakat di kampung kami.

Awalnya saya sempat pesimis jika bandara tersebut bakal terwujud. Pasalnya, informasi tentang rencana pembangunan bandara itu sudah lama kudengar. Seingatku, informasi itu sudah terdengar saat saya masih kuliah S1, kira-kira sejak 2004 lalu.

Sebenarnya, mengenai bandara, bukan hal baru bagi masyarakat Kolaka, apalagi bagi warga di Kecamatan Pomalaa. Jauh sebelum Bandara Sangia Nibandera diresmikan pengoperasiannya itu, Pomalaa telah memiliki bandara.

Jarak lintasan bandara ini dengan rumahku, kira-kira hanya dua kilometer. Bandara yang kumaksud ini terletak dalam wilayah kekuasaan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Unit Pertambangan Nikel. 


Saat masih duduk di bangku madrasah ibtidaiyah (setingkat sekolah dasar) hingga SMP, saya dan banyak teman sekampung kerap bermain di bandara tersebut.

Namun bandara yang ada di kampung kami itu sifatnya tak terbuka untuk umum. Melainkan hanya dikhususkan untuk mengangkut tamu-tamu penting atau para pejabat dan karyawan PT Antam Tbk dan keluarganya saja. Tak jauh beda dengan bandara milik PT Inco Tbk yang ada di Luwu.

Pesawat yang mendarat di bandara di kampung kami ini terbilang pesawat berbadan kecil. Rutenya pun dari Makassar ke Pomalaa atau sebaliknya. 


Namun karena saya dari keluarga yang bukan karyawan PT Antam dan tak memiliki "kapital" banyak, saya dan banyak warga senasib, belum pernah merasakan naik atau turun dari pesawat di bandara yang ada di kampung kami.

Dengan beberapa alasan itu, saya dan pasti banyak warga Kolaka lainnya menyambut gembira kehadiran Bandara Sanibar. 


Apalagi bagi mereka yang mobilitasnya tinggi. Sebab harapan kami, bandara ini bakal bisa digunakan oleh siapa saja alias terbuka untuk umum. Semoga saja nantinya tak mengecewakan. Amin.

Swadaya Masyarakat
Perihal Bandara Sangia Nibander, banyak hal yang menurut saya pantas diberi apresiasi positif terhadap mereka yang telah berperan penting terwujudnya bandara tersebut. 


Sebab bandara ini rupanya dibangun tanpa dana yang bersumber dari anggaran pendapatan da belanja daerah (APBD) maupun dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Buhari mengatakan, bandara ini dibangun dengan dana yang bersumber dari swadaya masyarakat setempat, khususnya dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kolaka.

Perusahaan-perusahaan dimaksud di antaranya PT Antam Tbk, PT Inco, PT Sumber Setia Budi (SSB), PT DRI, DJL, AMI, TRK, Bola Dunia, dan Perusda. Khusus PT Antam Unit Nikel Pomalaa, seperti disampaikan humasnya, telah menggelontorkan dana senilai Rp 10,1 miliar.

Sebagian besar sumbangan dalam bentuk bahan materi, seperti pasir, aspal, dan alat berat. Semua sumbangan itu dikoordinir Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Kolaka. Ditaksir, pembangunan bandara ini menghabiskan dana sekira Rp 54 miliar.

Pembangunan bandara ini pun terbilang cepat yakni hanya 11 bulan. Atas "prestasinya" itu, bandara ini mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yang mencatat sebagai bandara paling cepat dibangun dan sebagai bandara pertama di Indonesia yang dibangun dari swadaya masyarakat.

Harapan
Kami berharap dalam waktu secepatnya Bandara Sangia Nibandera tak hanya didarati atau melayani pesawat dengan rute Makassar-Kolaka atau sebaliknya, tapi juga segera bisa didarati oleh pesawat dari atau ke selain Makassar.

Misalnya dikembangkan dengan rute Kolaka-Buton dan sebaliknya, Kolaka-Palu dan sebaliknya, Kolaka-Muna dan sebaliknya, maupun Kolaka-Selayar dan sebaliknya.

Kami juga berharap pengelolaan bandara tersebut terus diupayakan pembenahan dari segi infrastruktur dan semaksimal mungkin dikelola secara profesional dengan orientasi mengutamakan pelayanan publik.

Tentu sangat memprihatinkan jika bandara yang telah menghabiskan dana kurang lebih Rp 54 miliar itu kemudian tutup atau senasib dengan Bandara Pomalaa yang kini tak lagi berfungsi.

Akhirnya kepada semua pihak yang turut membantu terwujudnya Bandara Sangia Nibandera tersebut, sebagai anak Kolaka, saya mengucapkan terima kasih dan semoga mendapat balasan amal jariah dari-Nya. 

Semoga pula kehadiran bandara ini bisa menjadi berkah bagi masyarakat, khususnya warga Kolaka. Amin. (jumadi mappanganro)

(Sumber bacaan: Tribun Timur edisi 25 dan 26 Juni 2010, Fajar edisi 27 Juni 2010, www.kendarinews.com, dan wikipedia)

Komentar

  1. artikelnya komplit, mohon izn sy copy untuk referensi... trims...

    BalasHapus
  2. Maaf, saya baru baca komentar-ta. Silakan, Kanda.

    BalasHapus
  3. Kita semua sepakat, bahwa keberadaan sebuah bandara di lingkungan kota/kabupaten/provinsi adalah merupakan fasilitas yang sangat menguntungkan. Setidaknya akses cepat dapat terealisasi dengan mudah. Untuk mewujudkan keberadaan bandara, sangat diperlukan dukungan dari pemerintah daerah setempat. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengerti tentang hal ini, dan seperti dimuat dalam http://bit.ly/1gsR6D4 , Pemerintah NTT tahun 2014 mengalokasikan dana Rp 500juta dari APBDnya untuk membiayai pra studi kelayakan pembangunan bandara baru pengganti Bandara El Tari yang ada di Kupang.

    BalasHapus

Posting Komentar