Rizal Mallarangeng dan Falsafah Tiga Ujung



RIZAL Mallarangeng (RM) makin serius memublikasi dan mempromosikan dirinya sebagai salah satu figur muda alternatif yang siap bertarung sebagai bakal calon Presiden dan Wakil Presiden RI pada Pilpres 2009 mendatang.

Pada hari Jumat, 22 Agustus 2008, putra mantan Wali Kota Parepare Andi Mallarangeng itu datang di Makassar. Kedatangannya di kota Anging Mammiri ini memang bukan hal baru. Sebab kota ini, bagi Rizal ada kota di masa kecilnya.

Namun kedatangannya kali ini terasa lain. Kini Rizal datang tidak hanya sekadar rindu bernostalgia dengan kawan-kawannya semasa SD dan SMP di Makassar. Tapi, ia bersama tim RM09 sedang mempromosikan diri.

Rizal mengakui saat ini sedang intens mempromosikan diri melalui layar televisi, radio, dan media cetak. Juga dengan baliho bergambar wajahnya yang beberapa hari terakhir bermunculan di beberapa kota di Indonesia, salah satunya di Kota Makassar.

"Saya menilai model kampanye ini adalah salah satu bentuk kampanye modern. Kendati saya tahu bahwa kampanye model demikian tak cukup untuk memberi pengaruh besar bagi rakyat Indonesia. Tapi saya yakin sudah mengarah ke sana," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Rumah Makan Bahari, Makassar, hari itu.

Pada temu pers itu, para jurnalis juga diberi buku dengan judul Mendobrak Sentralisme Ekonomi: Indonesia 1986-1992. Buku yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada 2008 ini diangkat dari disertasi Rizal Mallarangeng di Ohio State University.

Pertanyaannya, kapan niatnya itu muncul dan mengapa ia "nekad" mempromosikan diri sebagai salah satu figur muda alternatif yang siap bertarung sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden RI pada Pilpres 2009 mendatang? Apa sih modal mantan aktivis UGM yang pernah belajar dan mengajar di Ohio University, AS, itu?

Di depan wartawan, ibunya, keluarga, rekan dan kerabatnya di RM Bahari, ia menuturkan kapan gagasan itu terbetik dan alasannya mempromosikan diri. Katanya, ide itu terbetik saat Rizal dan sejumlah rekannya sesama mantan aktivis mahasiswa di UGM bertemu suatu hari di Yogyakarta. Ketika itu sekira akhir Desember 2007 dan Januari 2008.

"Kala itu, teman-teman menanyakan kepada saya. Rizal, kenapa tidak berpikir untuk ikut bertarung pada Pilres 2009? Saya pikir, pertanyaan itu menarik dan menantang saya. Maka ide itu kemudian muncul dan bergulir hingga saat ini," ceritanya.

Salah satu alasan Rizal mendukung gagasan maju itu adalah adanya fenomena pilihan-pilihan kepemimpinan nasional yang tidak banyak berubah dalam 10 tahun terakhir. Figur dimaksud di antaranya Gus Dur, Amin Rais, SBY, Megawati, Wiranto, Prabowo, Jusuf Kalla, Sri Sultan Hamengkubuwono, dan beberapa nama yang sudah beberapa tahun lalu disebut-sebut figur ideal memimpin Presiden RI.

Jika di Amerika Serikat muncul Obama yang populer sebagai kandidat Presiden kendati usianya masih 47 tahun, atau di Rusia ada Medvedev yang masih berumur 44 tahun, mengapa tidak di Indonesia juga ada figur muda yang muncul?

Menurut Rizal, Indonesia harus menunjukkan diri sebagai bangsa yang besar yang dinamis yang berjalan mengikuti perubahan zaman dengan membuka diri terhadap berbagai kemungkinan baru.

"Terhadap para tokoh seperti Gus Dur, SBY, Megawati, Amien, dan nama-nama lainnya, saya berkata kepada senior tersebut, we respect you, Dear Sir and Madam. But please give some space to our new generation," katanya.

Sudah saatnya generasi baru kepemimpinan di Indonesia turut serta dalam penentuan kehidupan bersama pada level politik tertinggi. Pemikiran seperti itulah yang memberanikan dirinya untuk tampil sekarang. Kalau gagal 2009, masih ada harapan 2014.

Rizal mengaku respek dan ingin meniru para pendiri bangsa ini. RI di awal perjuangan kemerdekaannya, sebenarnya dipelopori oleh para tokoh yang saat itu berusia muda seperti dr Tjipto Mangunkusumo, HOS Cokroaminoto, Soekarno, Sjahrir, Hatta, dan Tan Malaka?

Ia mengaku sejak mempromosikan diri, ada banyak yang meragukan keseriusannya. Ada yang mengkritik, memberi salah persahabatan, pertanyaan, keraguan, tapi ada juga yang memberi dukungan.

Salah satu pertanyaan dan keraguan yang kerap ia dengar adalah statusnya yang antara lain berasal dari Sulawesi Selatan (orang non Jawa). Bukan menteri. Bukan anak presiden atau pahlawan nasional. Tidak memiliki pangkat militer.

"Tapi saya berani. Karena saya percaya rakyat Indonesia sudah cerdas dan tidak terpaku bahwa pemimpin yang dibutuhkan harus berdarah etnis tertentu, atau punya pangkat militer atau punya darah keturunan pahlawan atau pemimpin negeri ini. Melainkan yang dibutuhkan punya jiwa kepemimpinan dan bisa dipercaya," katanya.

Falsafah Bugis
Sebagai orang berdarah Bugis, ia mengaku masih menghormati salah falsafah Bugis yang terkenal dengan sebutan falsafah tiga ujung (tellu cappa). Tiga ujung itu adalah ujung lidah, ujung badik, dan ujung kemaluan.

Falsafah tiga ujung tersebut bisa diejawantahkan dalam falsafah politik kekuasaan atau kenegaraan saat ini. Ujung lidah maksudnya dengan kemampuan berkomunikasi atau berdiplomasi. Ujung badik maksudnya punya karakter tegas. Tidak plin plan.

"Kalau ujung yang satunya, itu bisa diterapkan salah satunya adalah dengan pernikahan. Kebetulan istri saya orang Jawa. Jadi tidak adalah masalah soal kedaerahan. Lagian sekali lagi, saya yang percaya saat ini figur pemimpin yang dibutuhkan bukan soal asal daerah. Tapi lebih kepada kemampuannya," ujar cucu salah seorang tokoh NU di Sulsel ini.

Respon Kakak

Lalu bagaimana respon kakaknya, Andi Alifian Mallarangeng? Rizal mengakui awalnya ia menyarankan agar kakaknya itu maju dalam bursa pencalonan Pilres 2009 mendatang.

Namun Alifian yang dikenal lebih populer dari Rizal itu mengaku belum berniat maju. Salah satu alasannya, sebagai juru bicara Presiden SBY, ia tak mau mengkhianati SBY. Ia tak mau bersaing dengan atasannya itu.
"Saat itu, kakak saya bilang, kamu saja kalau mau. Jadi ya gagasan itu kini bergulir," tuturnya yang juga berkesempatan berkunjung ke redaksi Tribun sebelum bertolak menuju Kota Parepare, kemarin.

sebelum menutup pembicaraan dengan wartawn, ia kembali menegaskan bahwa niatnya mempromosikan diri, masalahnya bukan soal Rizal Mallarangeng atau siapa pun. Soalnya adalah soal sebuah generasi dan sebuah negeri yang kita cintai yang harus bergerak maju, membuka peluang dan kemungkinan-kemungkinan baru.

"Of there is a will, there is a way. Kalau ada kehendak, kemauan, keberanian, pasti ada jalan keluarnya," katanya. (jumadi mappanganro)

(Catatan: Sebagian dari isi tulisan ini dimuat di Tribun Timur edisi Sabtu, 23 Agustus 2008. Sumber gambar:http://kopidangdut.org)

Komentar