Selamatkan Bangunan Tua Bersejarah Makassar


MAKASSAR memiliki banyak bangunan tua bersejarah. Namun kini keberadaannya berangsur- angsur punah seiring beralih fungsi dan berganti dengan bangunan baru. Padahal, jika bangunan tua bersejarah itu dilestarikan dan dipelihara dengan baik, justru bisa menjadi jualan promosi wisata kota ini.

Salah satu bangunan tua yang telah hilang itu adalah Benteng (Fort) Vredenburg yang kini berganti gedung Bank BNI yang terletak di pertigaan Jalan Sudirman dan Jalan Jenderal M Jusuf (eks Jalan Bulusaraung), Makassar.

Hal itu mengemuka pada diskusi informal yang digagas para pecinta banguna tua bersejarah di Makassar yang digelar di Gedung Dewan Kesenian Makassar (DKM), Benteng Pannyua (Fort Rotterdam), Jl Ujungpandang, Makassar, Minggu (18/7/2010).

Para pecinta bangunan tua itu merupakan anggota komunitas atau grup facebook, Selamatkan Bangunan Tua Bersejarah Makassar dari Penghancuran.

Diskusi ini dihadiri kurang lebih 25 orang dengan latarbelakang beragam. Ada dosen, mahasiswa, wartawan, penyiar radio, fotografer, arsitek, planolog, sejarahwan, sosiolog, seniman, hingga pelajar.

Di antara mereka ada Syahriar Tato, staf ahli di Pemprov Sulsel dan Ketua Badan Koordinasi Kesenian Indonesia (BKKI) Sulsel sekaligus sebagai pengundang diskusi tersebut.

Triyatni Martosenjoyo, pendiri grup facebook, Selamatkan Bangunan Tua Bersejarah Makassar dari Penghancuran.

Hadir pula Sunarti Heersink Tutu, orang Sulawesi Selatan yang menetap di Den Haaq, Belanda. Ia mengikuti suaminya yang berkarier sebagai dosen di Den Haaq. Kehadiran Sunarti makin menambah bobot pertemuan ini.

Pasalnya. ia membawa peta Makassar dari Belanda. Peta ini memberi jejak jelas Kota Makassar abad 19 yakni antara 1860-1888. Di peta ini masih tergambar jelas tentang sejumlah bangunan tua, baik berupa benteng, maupun lokasi-lokasi produksi pertanian dan kantor-kantor pemerintahan di Makassar zaman itu.

Di peta ini terdapat petunjuk keberadaan terowongan yang menghubungkan Benteng Pannyua dan Benteng (Fort) Vredenburg. Terowongan ini melintasi bagian bawah Lapangan Karebosi.

Triyatni yang juga dosen Jurusan Teknik Arsitektur Unhas itu mengatakan, ia sengaja membuat grup tersebut karena prihatin dengan keberadaan bangunan-bangunan tua di Kota Makassar yang kini mulai berangsur-angsur hilang.

"Saya membuat grup ini sewaktu ada berita yang melansir rencana Pemprov Sulsel yang hendak membangun hotel di Benteng Pannyua. Saat itu saya langsung gerah membaca berita tentang hal itu. Menurut saya, kebesaran peradaban sebuah bangsa itu diilihat dari komitmennya mempertahankan bangunan tua bersejarah," kata Triyatni.

Sementara itu, Andi Aisyah Lamboge, salah seorang anggota komunitas tersebut mengaku sangat berkesan dengan pertemuan itu. "Pertemuan ini memberi saya banyak wawasan tentang Makassar tempo dulu," katanya seusai menjadi moderator diskusi tersebut.

Seusai diskusi, para anggota komunitas peduli bangunan tua bersejarah itu diajak mengelilingi seluk beluk Benteng Pannyua. Sembari berjalan, Syahriar yang juga seniman kawakan kota ini, memberi penjelasan tentang detail benteng tersebut. (jumadi mappanganro)

Catatan: Tulisan di atas terbit di Tribun Timur edisi Senin, 19 Juli 2010. Sumber foto: dikopipaste dari facebook milik Abbas Sandji, fotografer Tribun Timur. Keterangan foto: Triyatni Martosenjoyo (kanan) dan Sunarti H Tutu (kiri) memegang peta Makassar abad 19 di sela-sela diskusi di Benteng Pannyua, Makassar, Minggu (18/7/2010).
javascript:void(0)

Komentar

Posting Komentar