Tragis, Guru Berijazah Palsu


SALAH satu faktor utama keberhasilan pendidikan adalah peran dan profesionalime guru. Tatkala guru yang mengajar itu tak berkualitas, maka sulit berharap kualitas peserta didiknya pula.


Tatkala seseorang itu diterima sebagai guru dengan cara menghalalkan segala cara alias diterima setelah berbuat curang, maka ia akan sulit diharapkan menjadi guru yang bisa memberi teladan kepada peserta didik.

Maka ketika mengetahui bahwa telah ditemukan sebanyak 25 ijazah Universitas Negeri Makassar (UNM) yang palsu baru-baru ini, saya sangat khawatir dengan bayang-bayang keburaman mutu pendidikan di Indonesia, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).

Saya mengkhususkan kedua provinsi tersebut karena dari 25 ijazah palsu itu terungkap bahwa penggunanya terbanyak berasal dari Sulbar. Disusul terbanyak kedua dari Sulsel. Khusus di Sulsel, terbanyak pengguna ijazah palsu itu berasal dari Kabupaten Jeneponto, Takalar, dan Bantaeng. Hal ini diketahui berdasarkan tempat dan tanggal lahir penggunanya yang tertera di ijazah palsu tersebut.

Lalu kenapa yang dikhawatirkan mutu pendidikan? Pasalnya, umumnya pengguna ijazah palsu itu adalah kalangan guru. Mereka memalsukan ijazah untuk mengikuti sertifikasi guru. Sebagian lainnya, dipalsukan karena ingin dipakai mendaftar jadi guru di daerahnya. Parahnya, temuan tersebut bukan kali ini saja. Hampir setiap tahun, UNM mengungkapkan ke media massa temuannya terhadap ijazah UNM yang dipalsukan.

Pembantu Rektor Bidang Akademik UNM Prof Dr Sofyan Salam PhD menduga, masih banyak ijazah UNM palsu yang beredar di masyarakat yang belum diketahui pihak UNM.

Mengutip berita yang dilansir pada halaman 1 dan 11 Tribun Timur edisi Jumat, 24 September 2010, terungkap bahwa ijazah-ijazah para guru dan calon guru itu ketahuan palsu setelah dipindai (di-scan) melalui sinar ultra violet (UV), plastik pemindai, dan diperiksa nomor registrasinya.

Pada ijazah yang asli, terdapat serat yang memantulkan cahaya jika terkena sinar UV dan berbagai ciri lain yang mirip uang asli pula. Sedangkan pada ijazah palsu, tidak memiliki ciri fisik dimaksud.

Masih mengutip koran yang sama, terungkap bahwa Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasr (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNM yang paling banyak dipalsukan ijazahnya.

Kepala Biro Administrasi dan Akademik Kemahasiswaan UNM Kamaruddin mengungkapkan, temuan 25 ijazah palsu pada 2010 ini menurun dibanding tahun- tahun sebelumnya. Puncaknya ketika awal pelaksanaan sertifikasi guru pada 2007/2008 lalu. Saat itu assesor (pemeriksa administrasi sertifikasi) menemukan banyak ijazah palsu yang terselip di antara berkas lainnya.

Astagfirullah. Jangankan 25 ijazah yang palsu, satu ijazah palsu saja jika digunakan orang untuk menjadi guru maupun profesi apa saja, itu adalah masalah serius. Kejadian ini adalah bencana dahsyat bagi dunia pendidikan kita.

Betapa tidak, guru yang ketahuan pengguna ijazah palsu itu umumnya telah berstatus pegawai negeri ini. Mereka pun telah mengajar sekian tahun di beberapa sekolah.

Proses Hukum

Kok bisa ya ijazah-ijazah palsu itu lolos saat seleksi berkas? Apakah tim seleksi berkas penerimaan CPNS itu tak teliti? Atau jangan-jangan mereka tahu, tapi tak peduli. Bisa juga mereka tahu ada ijazah palsu, namun tim seleksi itu mendiamkan dan bahkan meloloskannya karena mereka telah bersekongkol dengan pengguna ijazah palsu tersebut.

Bersekongkol atau tidak, tetap saja kasus tersebut adalah bencana bagi dunia pendidikan kita. Karena itu, menurut saya, kasus ini tak boleh sekadar ditindaklanjuti dengan cara biasa-biasa saja.

Cara biasa yang saya maksud cukup dengan menolak permohonan sertifikasi guru pengguna ijazah palsu tersebut atau menolak berkas calon guru tersebut untuk menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Cara-cara biasa ini tidak memberi efek jera bagi pengguna maupun mereka yang terlibat dalam proses penerbitan ijazah palsu tersebut.

Yang mendesak dan prioritas segera dilakukan adalah bertindak dengan cara yang luar biasa. Cara itu di antaranya menangkap lalu mengadili para pengguna ijazah palsu tersebut hingga ke meja hijau. Jika di pengadilan dapat membuktikan bahwa guru tersebut benar telah menggunakan ijazah palsu, maka guru itu tidak hanya ditolak permohonan sertifikasinya, tapi harus dipecat dengan cara tidak hormat dari statusnya sebagai guru dan PNS.

Tidak hanya hukuman badan berupa penjara, guru yang terbukti menggunakan ijazah palsu untuk menjadi PNS itu juga dikenakan sanksi denda atau membayar ganti rugi kepada negara yang telah memberinya gaji selama ini. Hal sama juga harus diperlakukan bagi siapa saja yang turut serta terlibat hingga beredarnya ijazah palsu itu di tengah masyarakat.

Kepada para pengguna dan yang turut serta terlibat bisnis penerbitan ijazah palsu UNM tersebut harusnya diperlakukan layaknya seorang koruptor. Sebab perbuatan mereka sama-sama masuk kategori kejahatan (tindak pidana) luar biasa. Juga sama- sama menyengsarakan banyak orang dan punya pengaruh negatif berkelanjutan.

Bersama Peduli
Karena itu, terungkapnya kasus ijazah palsu tersebut hendaknya menjadi kekhawatiran bersama banyak pihak sekaligus turut serta mencarikan solusi masalah besar ini. Selama ini, terkesan hanya institusi pendidikan yang ijazahnya dipalsukan saja yang resah.

Institusi lainnya, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pemerintah daerah yang menggunakan pegawai atau guru pengguna ijazah palsu itu masih kurang merespon. Mestinya, ketika kasus ini telah diungkap di media massa, pemerintah daerah pengguna guru pemakai ijazah palsu itu maupun kepolisian serta kejaksaan, bertindak segera. Kendati kasus tersebut tidak atau belum dilaporkan UNM kepada institusi tersebut. Apalagi jika UNM telah melaporkannya.

Kepada mereka yang dilansir namanya sebagai pengguna ijazah palsu harus segera diproses hukum. Sebab, sekali lagi, jika kasus pemalsuan ijazah ini dibiarkan berlalu begitu saja, akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah daerah dan institusi penegak hukum kita serta masa depan pendidikan kita.

Pembiaran para pengguna dan pelaku penyebaran ijazah palsu itu juga bisa merusak dan menodai nama harum guru lainnya yang berijazah asli. Jangan sampai pula guru kencing berdiri, murid kencingi guru.

Semoga dengan terungkapnya kasus ini menjadi langkah awal untuk memperbaiki kualitas pendidikan di negeri ini, khususnya di Sulsel dan Sulbar.

Semoga pula kasus ini direspon oleh setiap perguruan tinggi, sekolah, dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya dengan memperbaiki data base kelulusan alumninya, lengkap dari identitas lulusan dan nomor ijasah mereka. Data base ini hendaknya bisa dengan mudah diakses oleh siapa saja secara online, tanpa bisa mengubah isi data base tersebut.

Ini penting agar lembaga-lembaga yang akan menerima pegawai baru bisa dengan mudah mengecek apakah calon pegawainya itu memang memiliki ijazah yang sah atau tidak dari lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah tersebut. Semoga kasus pemalsuan ijazah ini, tak lagi terulang. Amin. (jumadi mappanganro)

Makassar, 26 September 2010


Catatan: Tulsan di atas pertama kali diposting di www.kompasiana.com. Sumberilustrasi: female.kompas.com

Komentar