Enaknya Legislator Makassar Dapat Laptop


SAYA makin mengerti mengapa sangat banyak orang berkeinginan menjadi anggota dewan perwakilan rakyat (DPR). Pasalnya, dengan menjadi legislator, maka sejumlah tunjangan, mulai asuransi kesehatan, rumah, dan fasilitas mewah lainnya bakal diperolehnya.

Setidaknya itulah yang saya tahu dari anggota DPRD Kota Makassar. Pengetahuan saya tentang fasilitas yang diperoleh para legislator itu makin jelas lagi setelah surat kabar umum Tribun Timur edisi Rabu (6/10/2010) memberitakan bahwa 50 anggota DPRD Kota Makassar pada Oktober ini masing-masing akan memperoleh satu unit laptop. Kabarnya tak ada seorang legislator pun yang menolak tambahan fasilitas tersebut.

Wow... Untuk pengadaan komputer jinjing merek HP ukuran 14 inci yang dilengkapi scan wajah bagi penggunanya itu, DPRD Kota Makassar mengucurkan dana senilai Rp 627 juta. Hitungannya satu unit laptop dihargai Rp 12,5 juta. Dana tersebut dikuras dari APBD.

Selain mendapatkan laptop, masing-masing anggota legislatif itu juga akan mendapatkan dana pemeliharaan senilai Rp 1 juta per unit untuk penggantian perangkat lunak yang rusak. Sekwan DPRD Makassar Nuraeni Makmur yang membeberkan pemberian laptop itu beralasan bahwa pihaknya sengaja memilih laptop berharga tinggi agar bisa awet selama lima tahun.

Selain memperoleh laptop cuma-cuma, para wakil rakyat itu juga mendapat fasitlitas asuransi kesehatan. Setiap anggota dewan mendapat asuransi Rp 1,250 juta per bulan yang juga didanai dari APBD Kota Makassar.

Luar biasa ya fasilitas anggota dewan. Padahal, kini banyak laptop dengan kualitas yang bagus dan ukurannya yang lebih mungil yakni hanya 10 inci dengan harga di bawah Rp 5 juta-an per unit. Tapi itu pun, bagi saya, tak layak para legislator itu diberi lagi fasilitas berupa laptop dari dana APBD.

Patut Disesalkan
Bukankah sejak dilantik sebagai anggota dewan, mereka telah menerima gaji yang tinggi per bulan? Bukankah mereka juga selama ini menerima honor tinggi, kendati hanya mengikuti rapat, reses atau studi banding ke luar Kota Makassar?

Bukankah pula para legislator itu umumnya dari kalangan pengusaha dan politisi yang telah mapan dari segi ekonomi? Bukankah hampir semua anggota dewan itu telah memiliki laptop?

Karena itu, jika mereka mendapat lagi tambahan fasilitas berupa laptop dengan menggunakan APBD, tentu hal ini patut dipertanyakan dan disesalkan banyak orang. Saya termasuk orang yang tak setuju dengan pemberian laptop tersebut.

Dana senilai hampir Rp 700 hanya untuk pengadaan laptop tersebut, bukan nilai yang kecil. Dengan dana itu, bisa membangun sekolah baru dengan tujuh ruang kelas. Jika dana itu disalurkan untuk membangun sekolah atau perpustakaan, betapa banyak orang yang bisa merasakan manfaatnya. Bukankah masih banyak sekolah di kota ini yang kekurangan ruang kelas baru dan perpustakaan?

Mudah-mudahan saja tidak ada kerja sama terselubung antara pengusaha laptop dengan Setwan DPRD dan para anggota DPRD Makassar periode 2009-2014. Jika terjadi kesepakatan terselubung dan ada unsur sengaja hendak memperkaya orang lain, maka itu patut diduga sebagai perbuatan korup.

Jika ada unsur korupsi, maka aparat penegak hukum harus mengusutnya dan menyeret mereka yang terlibat persekongkolan itu ke meja hijau. Tapi maukah aparat hukum di kota ini melakukannya? Entahlah. (jumadi mappanganro)

Makassar, 6 Oktober 2010

Catatan: Tulisan di atas pertama kali diposting di www.kompasiana.com. Sumber gambar: techngear.com

Komentar