Infotainment Digemari Banyak Orang, Tapi Menjengkelkan


Catatan dari Diskusi Membongkar Infotainment dalam Perspektif Media Massa

INFOTAIMEN
yang banyak disajikan media televisi saat ini, sulit ditiadakan. Makanya tak heran jika infotaimen itu tumbuh subur dan telah mendominasi isi siaran sejumlah televisi di Indonesia. Kendati umumnya isi infotainment itu sudah tak sehat lagi ditonton, tapi anehnya memiliki banyak penggemarnya.

Hal itu mengemuka pada diskusi dengan tema Membongkar Infotainment dalam Perspektif Media Massa, Rabu (20/10/2010). Diskusi digelar di Warkop Kawanua di pintu nol Jl Perintis Kemerdekaan Km 10, Makassar.

Kegiatan ini digelar mahasiswa Komunikasi Pascasarjana Universitas Hasanuddin (Unhas) angkatan 2010 bekerja sama dengan Lembaga Studi Komunikasi dan Media Massa (Letskom).

Diskusi ini menghadirkan dosen Komunikasi Unhas Dr Iqbal Sultan Msi, praktisi televisi Nur Alim Jalil, dan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel Rusdin Tompo.

Pada diskusi itu, Nur Alim menilai, infotainment itu memang sulit dihilangkan dari ranah media massa. Penyebabnya karena selain karena bisa banyak menghasilkan keuntungan finansial bagi stasiun televisi tersebut, juga karena secara naluri manusia memang suka gosip.

Rusdin mengatakan, semua stasiun televisi itu memiliki beberapa (beragam) nama acara infotainment. Namun isinya kebanyakan seragam. Dari kabar burung hingga flu burung. Infotaimen kebanyaknya hanya menguntungkan stasiun televisi tersebut dan selebriti yang dikabarkan. Sedangkan publik kebanyakan dirugikan.

Rusdi memprediksi, berdasarkan realitas sosial, maka infotainment bisa panjang umurnya. Penyebabnya di antaranya karena banyak orang yang berobesesi jadi bintang dan selalu ada peristiwa atau kasus terkait selebriti.

Sementara Iqbal menilai, banyaknya orang yang suka menonton tayangan infotaimen karena kebanyakan orang Indonesia tidak banyak yang sibuk dengan pekerjaan, sehingga banyak waktu untuk menonton infotainment. Hal ini makin diperkuat dengan realitas sosial bahwa banyak orang yang lebih suka tontonan yang ringan-ringan dicerna otak.

"Beda di Jepang yang warganya kebanyakan sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga waktu mereka menonton infotainment sangat kurang," paparnya.

Ketiga pembicara sepakat bahwa infotainment bisa saja disiarkan media massa, dengan catatan infotainment itu harus dibarengi proses pencerdasan di dalamnya alias infotainment yang sehat. Jalan lain untuk meminimalisir orang menonton infotainment bisa juga dilakukan dengan cara menyibukkan diri dengan pekerjaan lain.

Selain itu, mesti ada regulasi tentang penyiaran yang mengarahkan pada tontonan sehat yang dibarengi dengan penegakan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Di sisi lain masyarakat disadarkan tentang literasi media massa. (jumadi mappanganro)

Catatan: Tulisan di atas dimuat di Tribun Timur edisi Kamis, 21 Oktober 2010

Komentar