Kado Pahit di HUT Ke-403 Makassar


HARI ini, 9 November 2010, Kota Makassar genap berusia 403 tahun. Di usianya yang sudah empat abad ini, sudah sunnatullah jika banyak yang berubah di kota ini. Dengan usia yang sudah sangat tua ini, idealnya pelayanan yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kepada warganya pun makin membaik.


Pelayanan terhadap masyarakat itu dikatakan makin membaik, jika memenuhi beberapa indikator. Di antaranya, pungutan liar di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di kota ini makin menuju angka zero (nihil). Para pemangku jabatan pemerintah pun makin "bersih" dari tindak pidana korupsi. Pelaksanaan dan pengelolaan aset pemeritah juga makin transparan.

Tapi apa yang terjadi? Pengelolaan kota ini, dalam hal ini Pemkot Makassar, masih jauh dari harapan warga kota ini. Kemajuan pembangunan fisik kota ini, belum serius diikuti oleh sikap profesional para pengelola kantor layanan publik di kota ini. Pungutan liar dan korup masih kerap dilakukan sebagian pejabat Pemkot Makassar dan aparatur pemegang kekuasaan di kota ini.

Setidaknya hal itu tergambar dari hasil survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2010. Survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) tahun ini menempatkan Kota Makassar sebagai kota berpredikat terkorup urutan keempat di Indonesia dengan IPK 3,97. Sedangkan Kota Denpasar berpredikat sebagai kota terbersih dengan IPK 6,71 disusul Tegal (IPK 6,26), Surakarta (IPK 6,00), dan Yoyakarta (5,81).

Tribunnews.com memberitakan, survei TII itu dilakukan dengan mewawancarai 9.237 responden pelaku bisnis pada Mei-Oktober 2010. Rentang indeks antara 0 sampai dengan 10. IPK 0, dipersepsikan sangat korup dan IPK 10 dipersepsikan sangat bersih.

Kota dengan skor tertinggi mengindikasikan pelaku bisnis di kota tersebut menilai korupsi mulai menjadi hal yang kurang serius. Sebaliknya untuk kota yang mendapat IPK terendah menunjukkan korupsi masih lazim terjadi di sektor-sektor publik, sementara pemerintah daerah dan penegak hukum kurang serius dalam pemberantasan korupsi.

Hasil survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2010 itu dilakukan pada 50 kota di Indonesia dan hasilnya diumumkan di Jakarta, Selasa, 9 November 2010, yang bertepatan pula dengan hari jadi ke-403 Kota Makassar. Pengumuman ini tak ubahnya kado pahit bagi Pemkot Makassar.

Survei LSI
Hasil survei survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2010 yang dilansir TII itu makin menguatkan hasil survei dua lembaga berpengaruh di Indonesia yang juga telah melansir hasil survei mereka terkait kinerja Pemkot Makassar. Kedua lembaga dimaksud adalah Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.

LSI melakukan survei tentang persepsi tingkat kepuasan warga di sektor pelayanan publik di Kota Makassar. Hasilnya menunjukkan sekitar 58 persen aparatur pemkot masih "kurang bersih" atau berperilaku korup dalam melayani publik. Hasil survei ini dirilis Pemkot Makassar pada 4 November 2010 lalu.

Survei LSI itu, seperti diberitakan Tribun Timur edisi 5 November 2010 lalu, mengambil persepsi publik Makassar pertengahan Oktober lalu. LSI mengambil sampel 410 responden dari total sekitar 1,3 juta populasi penduduk kota ini. Survei yang dilakukan LSI merupakan agenda rutin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Makassar yang rutin digelar tiga kali setahun.

Penanggungjawab survei itu mengklaim tingkat kepercayaan survei di angka 95 persen dengan tingkat kesalahan (margin error) lima persen. Sejumlah indikator ditanyakan ke responden untuk mengukur kinerja dan tingkat kepuasan terhadap pemkot. Di antaranya indikator ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, pembenahan infrastruktur, dan tata kota. (lihat, Hasil Survei LSI).

Survei ini juga mengungkapkan menyebutkan hanya 26 persen pegawai yang berurusan dengan pelayanan publik benar-benar bersih. Sementara yang menilai kurang bersih cukup tinggi, 58 persen dan 7,3 persen menyebut tidak bersih sama sekali

Masih menurut survei LSI itu, sebanyak 91 persen responden memiliki KTP. Sayangnya, hanya 31 persen yang mengaku mengurus KTP tanpa dipungut biaya sama sekali. Sementara untuk akte kelahiran, 78 persen responden juga sudah punya. Hanya saja baru 19 persen yang mengaku memperolehnya secara gratis. Sebanyak 26 persen responden menyatakan masih masih melakukan pembayaran.

Padahal salah satu program andalan pemkot adalah gratis biaya pengurusan administrasi kependudukan.

Hasil survei itu nyaris sama dengan hasil KPK yang dirilis pada 1 November 2010 lalu. KPK menempatkan pelayanan publik Makassar pada kategori rendah yakni di urutan 17 dari 22 kota yang disurvei. Makassar kalah dari Manado dan Ambon di Indonesia timur.

Tak sekadar survei, saat pimpinan KPK menyosialisasikan program pelayanan publik di Hotel Kenari, Makassar, peserta acara itu disuguhi sebuah rekaman video. Video ini rupanya berisi rekaman aktivitas pungutan liar di ligkup SKPD Pemkot Makassar. Di antaranya di dinas kependudukan dan catatan sipil, dinas tata ruang dan bangunan, dinas perhubungan, kantor pelayanan perizinan yang terekam melakukan pungutan liar oleh KPK.

Alternatif Solusi
Lalu mestikah kita diam membiarkan pungutan liar atau suap (gratifikasi) itu. Tentu saja tidak. Sebab diam berarti membiarkan perbuatan tersebut dan jelas itu adalah pengkhianatan terhadap rakyat.

Lalu apa yang mesti dilakukan sebagai solusi masalah tersebut? Banyak alternatif. Di antaranya harus ada mekanisme perekrutan dan penempatan job seorang pegawai yang transparan dan berdasarkan kapabilitasnya.

Mesti ada mekanisme sanksi bagi pegawai yang tidak amanah melaksanakan pemerintahan yang bersih. Pimpinan SKPD yang instansinya masih marak terjadi pungli dan tak berkinerja baik dalam melayani publik, mesti segera dipertimbangkan untuk diganti. Pasti masih banyak pegawai pemerintah yang konsisten bekerja secara profesional.

Jika pelanggarannya tergolong ringan, bisa hanya sekadar ditegur. Namun, walau ringan, tapi jika perbuatan itu dilakukan secara berulang, maka mesti diberi sanksi keras. Sanksinya bisa dengan mutasi, penundaan kenaikan pangkat, bahkan bisa dipecat.

Selain itu, mesti ada pemberian award (penghargaan) bagi pegawai yang berprestasi, jujur, atau berkinerja baik. Pemberian award maupun sanksi, mesti rutin digelar secara berkala. Bisa dilakukan per semester atau per triwulan.

Survei yang rutin dilakukan secara berkala oleh LSI terkait kinerja Pemerintah Kota Makassar yang digandeng Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Makassar dan mengumumkan hasilnya kepada publik, sudah tepat. Sikap Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yang terbuka dan bersedia dikritik dalam hal ini juga patut diberi apresiasi positif.

Semoga saja sikap terbuka dikritik ini bisa dipertahankan Ilham cs dan diteruskan oleh para Wali Kota Makassar di masa mendatang. Para pimpinan SKPD juga harus melakukan kontrak kerja dengan bawahannya dalam hal kewajiban untuk menaati asas transparansi dan komitmen untuk tidak melakukan pungutan di luar pungutan resmi.

Kita berharap SKPD-SKPD, khususnya yang tugasnya berkaitan dengan pelayanan publik, semuanya memiliki standar operasional pelayanan (SOP) yang bisa bebas diketahui masyarakat. Papan-papan pengumuman yang memberitahukan daftar biaya resmi pengurusan apa saja di SKPD-SKPD wajib dipajang mencolok atau mudah dibaca siapa saja yang berada di kantor-kantor SKPD.

Peran pengawasan inspektorat, ombudsman, DPRD, lembaga swadaya masyarakat, mahasiswa, masyarakat, jurnalis, dan para pihak lainnya juga sangat dibutuhkan untuk terwujudnya pemerintahan yang bersih dan profesional. Tanpa pengawasan yang serius dan penerapan sanksi bagi yang tak amanah melaksanakan komitmen pemerintahan bersih, sulit menghapus praktik suap, pungutan-pungutan liar, dan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme di instansi pemerintah. (jumadi mappanganro)

Makassar, 9 November 2010

Data lampiran:
IPK 50 kota di Indonesia
1. Denpasar, IPK 6,71
2. Tegal, IPK 6,26
3. Surakarta, IPK 6,00
4. Yogyakarta, IPK 5,81
5. Manokwari, IPK 5,81
6. Gorontalo, IPK 5,69
7. Tasikmalaya, IPK 5,68
8. Balikpapan, IPK 5,58
9. Kediri, IPK 5,56
10. Lhokseumawe, IPK 5,55
11. Sampit, IPK 5,55
12. Tenggarong, IPK 5,41
13. Mataram, IPK 5,39
14. Manado, IPK 5,35
15. Ambon, IPK 5,29
16. Banjarmasin, IPK 5,20
17. Kendari, IPK 5,20
18. Sibolga, IPK 5,15
19. Palu, IPK 5,10
20. Padang, IPK 5,07
21. Purwokerto, IPK 5,06
22. Bandung, IPK 5,04
23. Palangkaraya, IPK 5,03
24. Pematang Siantar, IPK 5,02
25. Semarang, IPK 5,00
26. Bandar Lampung, IPK 4,93
27. Kupang, IPK 4,89
28. Serang, IPK 4,87
29. Samarinda, IPK 4,85
30. Batam, IPK 4,73
31. Jember, IPK 4,71
32. Palembang, IPK 4,70
33. Banda Aceh, IPK 4,61
34. Padang Sidempuan, IPK 4,58
35. Tanjung Pinang, IPK 4,55
36. Pontianak, IPK 4,52
37. Mamuju, IPK 4,45
38. Jakarta, IPK 4,43
39. Ternate, IPK 4,42
40. Bengkulu, IPK 4,41
41. Jayapura, IPK 4,33
42. Sorong, IPK 4,26
43. Pangkal Pinang, IPK 4,19
44. Medan, IPK 4,17
45. Malang, IPK 4,15
46. Jambi, IPK 4,13
47. Makassar, IPK 3,97
48. Surabaya, IPK 3,94
49. Cirebon, IPK 3,61
50. Pekanbaru, IPK 3,61
(sumber: hasil survei IPK 2010 yang dilakukan TII)

Komentar