Petani Kota Makassar Nyaris Punah


SEJUMLAH petani Kota Makassar mengaku belum banyak menerima sentuhan perhatian dari Pemerintah Kota Makassar. Hal ini turut mendorong sebagian warga kota ini meninggal pekerjaannya sebagai petani. Sebagian lahan pertanian mereka pun sebagian dijual untuk bertahan hidup.

Akibatnya luas lahan pertanian di kota ini setiap tahun mengalami penyusutan. Sebagian lahan pertanian itu beralih menjadi kawasan perumahan. Padahal, sebagian lahan petani itu tergolong produktif jika dipertahankan. Contoh adalah Barombong yang ada di Kecamatan Tamalate.

Hal itu mengemuka pada Diskusi Seri Penanggulangan Kemiskinan Pada Komunitas Petani Kota Makassar di Warkop 76, Toddopuli, Makassar, Kamis (13/1/2011). Diskusi ini membahas Masa Depan Pertanian di Kota Makassar.

Diskusi ini digelar Koalisi untuk Pemberdayaan Masyarakat Sipil (KuPAS) Makassar yang didukung Ford Foundation dan Pemkot Makassar. Dihadiri perwakilan kelompok petani kota yang tersebar di Kecamatan Biringkanaya, Manggala, dan Tamalate.

Diskusi ini menghadirkan pembicara Kabid Pertanian Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Peternakan (DKP3) Kota Makassar Sundari Sulaeman dan aktivis pemerhati petani al Mujahid Akmal. Fasilitator Ramli Alimuddin dan Hedar Tasakka.

Pada diskusi itu juga melahirkan beberapa rekomendasi. Di antaranya mereka membutuhkan regulasi yang jelas untuk sektor pertanian dan petani di Makassar. Mereka juga meminta pengaktifan kembali penyuluh lapangan di tingkat petani.

"Selain itu, perlu identifikasi lahan yang cocok dikembangkan petani. Para petani juga meminta bantuan sarana produksi, terutama benih dan pompa air," ujar Ramli.

Menanggapi rekomendasi para perwakilan petani kota itu, Sundari mengaku sangat mendukung. (jumadi mappanganro)

Catatan: Tulisan di atas terbit di Tribun Timur edisi Jumat, 14 Januari 2011

Komentar