Dulu Saya Suka Gosip

NAMANYA Masni (39 tahun). Warga Dusun Tanrabalana ini mengaku merasakan adanya perubahan mendasar dalam dirinya setelah mengikuti program Sekolah Lapang Pertanian Organik (SLPO) di desanya, Desa Lawalla, Kecamatan Soppengriaja, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Sekolah lapang ini merupakan binaan lembaga swadaya masyarakat Mangrove Action Project (MAP).


Masni (39), alumni Sekolah Lapang Pertanian Organik, bersantai di kolong rumah tetangganya di Desa Lawalla, Kecamatan Soppengriaja, Kabupaten Barru, Kamis, 22 September 2011.
Perubahan mendasar itu di antaranya adalah kebiasaannya bergosip dengan tetangga kini berkurang. Sebab waktu senggang untuk berkumpul bersama tetangga juga berkurang. Hal ini seiring adanya aneka tanaman sayur dan buah di kebunnya yang membutuhkan perawatannya. 

Kebun dimaksud tak seberapa luasnya karena hanya memanfaatkan pekarangan rumah Masni yang dulunya hanya ditumbuhi rumput liar. Kebun ini harus ia siram setiap pagi dan sore hari. Ini dilakukan agar tanaman seperti kangkung, tomat, sawi, terong, pepaya, cabai yang ada di kebunnya itu tak mati. 

Apalagi pada saat musim kemarau seperti saat ini. Aktivitas penyiraman dan perawatan tanaman inilah yang membuatnya punya kesibukan di rumah, sehingga waktu bergosip bersama tetangga pun berkurang.  

“Saat suami pergi mencari uang untuk keluarga, kami juga para ibu rumah tangga, khususnya yang pernah ikut sekolah lapang, akhinya punya kegiatan bercocok tanam di rumah. Kalau dulu sebelum ada kegiatan ini, setelah beres urusan membersihkan rumah, kami sering kumpul untuk gosip saja,” katanya diiringi tawa.  
Masni membersihkan tanaman di kebun depan rumahnya, Kamis, 22 September 2011.

Bukan hanya itu, dengan bisa bercocok tanam yang memanfaatkan pekarangan rumah, perubahan yang dialaminya adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sayur-sayuran di pasar pun berkurang. Dulu ia selalu mengeluarkan uang antara Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu sehari untuk beli sayur, cabai, dan tomat. 

Namun setelah kebunnya juga sudah ada tanaman kangkung, sawi, cabai, tomat, pepaya, dan mangga, kadang dalam sepekan ia lagi tak mengeluarkan uang untuk beli sayur dan buah. 

“Jadi uang dari suami untuk beli sayur, bisa saya sisipkan untuk tambahan biaya pendidikan anak saya,” ujar ibu tiga anak ini tampak ceria saat ditemui di Dusun Tanrabalana, Kamis siang, 22 September 2011. 

Kemampuannya bercocok tanam itu, diakui perempuan kelahiran 28 Agustus 1972 lalu ini diperoleh dari SLPO. Kelebihannya, tanaman di kebun Masni ini bebas pupuk kimia atau pestisida. Sebab pupuk yang digunakan untuk bercocoktanam juga menggunakan pupuk serba organik. 
Berbincang dengan Ibu Masni dan warga Desa Lawalla, Kecamatan Soppengriaja, Kabupaten Barru, Kamis, 22 September 2011.

“Pupuk organik yang saya pakai pun adalah buatan saya sendiri. Saya banyak tahu cara buat pupuk organik ini juga karena saya belajar banyak di Sekolah Lapang Pertanian Organik,” cerita Masni semangat.
Tanpa melihat teks, dengan lancar Masni menjelaskan cara membuat pupuk cair. Katanya untuk membuat pupuk cair, dibutuhkan beberapa bahan. Di antaranya adalah limbah ternak semisal tinja sapi, daun kelor, kacang-kacangan, daun orok-orok, dan bakteri pengurai atau mol (mikroorganisme idial). Bahan-bahan yang mudah diperoleh di sekitar pemukiman mereka ini kemudian dicampur hingga menjadi pupuk cair yang siap digunakan.  



Selain cara membuat pupuk organik di Sekolah Lapang Pertanian Organik, ia juga menceritakan telah mendapat pelajaran tentang cara mengolah lahan intensif. Juga cara pembuatan bedeng, cara membuat pupuk padat, pupuk cair, cara membuat pestisida nabati untuk memberantas hama, hingga cara pembibitan dan penyemaian. 

“Dulu sebelum belajar di sekolah lapang, saya tak pernah memikirkan pekarangan rumah saya yang kosong itu untuk ditanami aneka sayur dan buah. Apalagi sampai memikirkan bisa membuat pupuk organik sendiri,” katanya. 

Ia berharap apa yang diketahuinya tentang bercocok tanam dengan memanfaatkan pupuk organik buatan sendiri ini makin banyak bisa ditularkan kepada orang lain. Ia juga berharap program Sekolah Lapang Pertanian Organik bisa makin banyak dirasakan warga lain. (JM)
 
Makassar, September 2012

Komentar