Perempuan Tangguh Asal Dusun Balosi

SETELAH beberapa kali singgah untuk bertanya, akhirnya tiba juga kami di lokasi di Dusun Balosi, Rabu 21 September 2011. Dusun ini adalah satu di antara tiga dusun yang masuk wilayah administrasi Desa Pajukukang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Saat itu jam telah menunjukkan pukul 11.30 wita.

Butuh waktu lebih sejam perjalanan mengendarai mobil dari Kota Makassar ke dusun yang berada di pesisir barat Sulawesi Selatan ini. Memasuki dusun ini, di kiri kanan jalan terhampar tambak dan sawah yang sebagian besar mengering. Saat kami berkunjung ke dusun ini, musim kemarau sedang melanda. Saban kemarau, air sangat sulit diperoleh di dusun ini. 

Penulis bersama Kelompok Belajar Bunga Mawar di Dusun Balosi, Desa Pajukukang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Rabu, 21 September 2011.

Dusun ini sengaja kami cari karena di sinilah Kelompok Belajar Bunga Mawar (KBBM) berdiri sejak Januari 2011 lalu. Kelompok belajar ini merupakan kelompok dampingan Yayasan Konservasi Laut (YKL) yang didukung Oxfam GB.

Kelompok belajar ini menggunakan kolong rumah warga setempat, Nurlia, sebagai tempat belajar. Nurlia juga sekaligus sebagai community organizer (CO) KBBM. Sebanyak 20 perempuan setempat bergabung di KBBM. Ke-20 perempuan ini umumnya adalah ibu rumah tangga dengan latarbelakang ekonomi yang tergolong lemah. Pendidikannya pun masih rendah. Sebagian di antaranya belum mengenal baca tulis latin pada awal-awal bergabung di KBBM.

Saat tiba di dusun ini, kami langsung ke rumah Nurlia. Rupanya tak susah cari rumah perempuan yang masih lajang ini. Pasalnya, warga dusun ini umumnya mengenal Nurlia. Termasuk perannya yang ikut membantu memberdayakan perempuan di dusun mereka melalui KBBM. Satu di antara perempuan yang terberdayakan setelah bergabung di KBBM itu adalah Mardiyah. 

Ia adalah sosok ibu rumah tangga yang sebelumnya tak mengenal abjad dan angka latin, namun setelah bergabung di KBBM, ibu satu putri dan suami yang tuna wicara itu kini lancar membaca. Juga kini lancar menulis dan tandatangan. (Cerita tentang Mardiyah selengkapnya baca: Akhirnya Bisa Beli Mukena Baru).

Menurut Nurlia, hadirnya KBBM telah banyak memberi perubahan positif. Tidak hanya pada dirinya maupun Mardiyah, tapi juga telah dirasakan warga setempat, khususnya para ibu rumah tangga yang rutin belajar sekali sepekan di KBBM. 



Figure 1Nurlia (kiri) dan Mardiyah (kanan) memegang abon ikan di kolong rumah yang menjadi tempat Kelompok Belajar Bunga Mawar (KBBM) di Desa Pajukukang, Kecamantan Bontoa, Kabupaten Maros, Rabu, 21 September 2011. Abon ikan adalah satu di antara usaha KBBM.
Pasalnya, belajar di KBBM, anggota kelompok tidak sekadar diberi pelajaran tentang mengenal huruf, angka, membaca, menulis, dan menghitung, tapi juga diajarkan berbagai pengetahuan dan keterampilan lainnya. Di antaranya juga tentang cara berpidato, menabung, mengarang, menggambar, membuat peta, mengukur luas lahan, cara beternak itik, membuat telur asin, hingga membuat abon yang memanfaatkan potensi lokal seperti telur itik, ubi jalar, dan kacang-kacangan.

Untuk ternak itik, kelompok belajar ini memanfaatkan pekarangan rumah anggota belajar kelompok ini. Lokasi ternak itik dan tempat mereka belajar hanya berjarak sekitar 10 meter. Itik yang diternak oleh kelompok belajar ini hasilnya pun kini bisa dirasakan. Dari ternak itik tersebut, setiap hari bisa menghasilkan 10-20-an butir telur. Sebagian ada yang dijual langsung. Harga sebutirnya Rp 1.300. Sebagian telur lainnya diasinkan.

 “Kalau telur yang kami asinkan, harganya bisa lebih mahal yakni antara Rp 1.500 hingga Rp 1.700 per butir. Untuk pengasinan telur, butuh waktu sekitar satu minggu,” cerita Nurlia sembari memperlihatkan telur-telur yang sedang proses pengasinan.

Nurlia memperlihatkan telur itik yang diasinkan. Telur itik yang tak diasinkan dijual Rp 1.300 per butir. Sedangkan telur asin bisa dijual antara Rp 1.500-Rp 1.700 per butir. Untuk pengasinan telur, jelas perempuan yang pernah mengenyam pendidikan SMP ini, hanya membutuhkan peralatan sederhana yakni baskom. Bahan yang digunakan antara lain abu dapur, air, dan garam secukupnya.

“Mengenai teknik pengasinan telur asin ini sudah mulai diketahui sejumlah ibu rumah tangga di dusun kami. Hal ini mereka tahu setelah belajar di Kelompok Belajar Bunga Mawar,” tutur perempuan berjilbab ini.
Sebagian telur itik tersebut ada juga yang dibuat campuran untuk pembuatan abon. 

Dalam sebulan, keuntungan bersih dari penjualan telur itik biasa, telur asin, dan abon yang diproduksi kelompok belajar ini bisa mencapai lebih kurang Rp 500 ribu sebulan. Sebagian keuntungan usaha tersebut masuk ke kas kelompok belajar mereka. Sebagian lainnya dibagi-bagikan ke warga belajar kelompok tersebut.

“Artinya warga belajar di kelompok kami, minimal telah mampu menghasilkan uang dari hasil usaha mereka sendiri. Walau pendapatan dari usaha ini belum seberapa,” tutur Nurlia lagi yang dibenarkan Mardiyah dan Hajjah Jumiati, Ketua Kelompok Tani Balosi, saat kami bincang-bincang di balai-balai di bawah kolong rumah Nurlia.

Sebelum Kelompok Belajar Bunga Mawar ini ada, Nurlia dan kebanyakan ibu rumah tangga yang bergabung di KBBM ini hanya tahu urus dapur. Sesekali membantu suami mengurus tambak. Umumnya pun hanya tahu menunggu uang pemberian suami mereka.  


Adanya telur asin yang diproduksi KBBM itu juga telah memberi dampak perubahan positi lainnya yakni kini warga di dusun ini yang butuh telur asin, tak perlu repot-repot ke pasar mencari. Karena di rumah Nurlia pun tersedia. 

Bukan hanya itu, perubahan positif mendasar yang dirasakan warga yang belajar di KBBM ini di antaranya kini sebagian di antaranya tak malu-malu lagi jika diminta berbicara di depan banyak orang. Sesama peserta belajar pun makin saling mengenal dan akrab. Padahal sebelumnya, sebagian di antara anggota KBBM belum akrab.

“Kami juga bisa saling mengenal sesama kelompok belajar maupun sesama CO dari kabupaten lainnya pada pertemuan-pertemuan lintas kabupaten yang difasilitasi Oxfam. Dengan saling mengenal dan akrab itu, kami bisa saling bertukar pengetahuan,” ujar Jumiati.  

Mendengar penuturan dan melihat aktivitas serta karya anggota KBBM tersebut, tak salah jika keberadaan KBBM ini telah menjadi pesona di balik Dusun Balosi. Nurliah, Mardiyah, maupun Hajjah Jumiati pun berharap ke depan kelompok belajar mereka lebih banyak lagi diperkenalkan potensi-potensi usaha yang bisa menghasilkan tambahan penghasilan. Ini agar mereka bisa makin mandiri dan sejahtera.  Juga kelak bisa menemukan solusi dari masalah banyak warga di desa mereka yakni krisis air bersih. (jumadi mappanganro)

Makassar,  September 2012

Komentar

  1. Sebagai Warga Dusun Balosi Desa Pajukukang, saya merasa sangat bangga akan Program Seperti ini banyak membantu terutama buta aksara, Salut dengan Blog anda yang telah mengpublish kegiatan yang sangat mulia seperti ini, saya anak balosi dan sampai saat ini masih menetap di dusun balosi desa pajukukang . senang jika anda bisa berkunjung ke blog saya http://www.blogger-marosblog.blogspot.com


    terima kasih atas kesempatan yang di berikan
    salam blogger

    BalasHapus

Posting Komentar