Saran untuk Andrea Hirata


SAYA termasuk orang yang menyukai novel-novel karya Andrea Hirata, penulis novel Laskar Pelangi. Sebagai wujud kesukaan saya terhadap novel yang ditulis lelaki kelahiran Belitung Timur itu, seluruh novelnya versi bahasa Indonesia telah tamat saya baca.

Tak sekadar baca, novel-novelnya juga tersimpan baik di rak buku di rumah kami sejak lama. Maksudnya, saya ingin mengatakan bahwa saya membaca novel-novel Andrea itu setelah saya membeli novelnya. Bukan meminjamnya di perpustakaan umum atau meminjam milik teman. Hehehe….
 

1361368639203700120
Andrea Hirata-sumber foto: tribunnews.com
Dari novel-novelnya yang enak dibaca dan menghibur itulah, terutama Laskar Pelangi, tumbuh rasa kagum saya pada sang penulis. Ketika Andrea menyempatkan hadir di Baruga AP Pettarani, Kampus Unhas, Kota Makassar, Juli 2008 lalu, saya pun berusaha bisa menemuinya langsung. Kendati harus antre panjang.

Saat itu ada ribuan penggemar Andrea berdatangan untuk menyaksikan ‘Si Ikal’ yang menjadi salah satu pembicara pada acara Kick Andy Road to Campus.

Ketika membaca berita yang mengabarkan bahwa novel Laskar Pelangi telah pula diterbitkan dalam beberapa versi bahasa asing oleh sejumlah penerbit luar negeri, saya pun kian senang. Bangga karena tak banyak penulis Indonesia yang novelnya diterbitkan penerbit luar negeri.

Prestasi Andrea tersebut mengingatkan saya dengan novel-novel karya Pramoedya Ananta Toer yang juga telah diterbitkan dalam sejumlah versi bahasa asing oleh beberapa penerbit di luar negeri.

Saya makin bangga kala membaca berita yang lagi-lagi mengabarkan bahwa karya Andrea Hirata yang telah diterjemahkan dalam bahasa asing itu telah menjadi buku best seller di luar negeri.  Setidaknya pada sampul novel Laskar Pelangi versi Turki tercantum tulisan label International Best Seller.

Kendati label label International Best Seller itu dipertanyakan Damar Juniarto melalui tulisannya berjudul Pengakuan Internasional Laskar Pelangi: Antara Klaim Andrea Hirata dan Faktanya. Tulisan ini diposting Damar di kompasiana pada 13 Februari 2013 lalu.

Damar Juniarto-sumber foto:@DamarJuniarto's profile photo
 
Dalam tulis tersebut, Damar yang menuliskan profesinya sebagai sebagai publisis yang bergerak di bidang buku dan film, ini intinya mempertanyakan sejumlah klaim Andrea Hirata terkait penerbitan novel Laskar Pelangi di luar negeri. Di antaranya meragukan bahwa novel Laskar Pelangi akan diterbitkan  Farrar, Straus and Giroux (FSG). FSG adalah penerbit terkenal secara internasional karena beberapa buku yang diterbitkannya adalah karya sejumlah pemenang penghargaan Nobel/Pulitzer.

Dalam tulisan tersebut, Damar juga menyangsikan label International Best Seller pada sampul novel Laskar Pelangi versi Turki. Argumentasi Damar mengutip pendapat penulis Maggie Tiojakin, yang akrab menggeluti karya-karya sastra internasional. Menurut Maggie bahwa kriteria sebuah buku boleh diberi label International Best Seller adalah manakala buku itu telah cetak ulang di beberapa negara. Biasanya di atas 10 negara.

Lebih lengkap tentang kritik Damar terkait promosi novel Laskar Pelangi yang dilakukan Andrea Hirata tersebut bisa dibaca di http://media.kompasiana.com/buku/2013/02/13/pengakuan-internasional-laskar-pelangi-antara-klaim-andrea-hirata-dan-faktanya-533410.html

Walau argumentasi Damar itu kuat, tak menyurutkan kebanggaan saya pada Andrea. Mungkin karena saya terlanjur menyenangi novel-novelnya.

Kaget
Tapi saya sangat kaget saat membaca berita berjudul Andrea Hirata Berencana Gugat Blogger Terkait ‘Laskar Pelangi’. Berita ini saya baca di detikcom, Rabu (20/8/2013) siang. Di berita yang ditulis Rachmadin Ismail itu menyebutkan bahwa Andrea berencana menggugat Damar Juniarto. Ini terkait tulisan Damar Juniarto berjudul Pengakuan Internasional Laskar Pelangi: Antara Klaim Andrea Hirata dan Faktanya.

Andrea mengaku tak terima dengan tulisan Damar tersebut. Dia pun berencana melayangkan gugatan yang diwakili oleh pengacaranya, Yusril Ihza Mahendra yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM RI ini. Mengutip berita tersebut, Andrea berencana menempuh jalur hukum dengan alasan mencari keadilan atas tudingan yang dinilainya tidak benar oleh Damar Juniarto.

Alasan lainnya, tulisan Damar itu melemahkan upaya keras Andrea untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia melalui dunia buku. Andrea juga menilai tudingan Damar itu juga bisa menjadi preseden yang buruk bagi para penulis Indonesia lainnya yang tengah bersusah-payah untuk menerbitkan buku di luar negeri.

Andrea Hirata-sumber foto: Bangka Pos/Wahyu Kurniawan
Kecewa
Usai membaca berita tersebut, kekaguman saya terhadap Andrea pun goyah. Saya kecewa. Saya tak habis pikir, kenapa Andrea punya pikiran memejahijaukan Damar Juniarto hanya karena mengeritiknya melalui tulisan.

Saya kaget mengapa Andrea yang pernah mengenyam pendidikan magister di perguruan tinggi ternama di dunia itu justru punya rencana yang terkesan tidak akademis? Saya heran mengapa Andrea yang selama ini dicitrakan media sebagai orang yang humoris dan humanis itu justru bersikap antikritik?

Jika rencana Andrea menempuh jalur hukum itu terwujud, maka apa yang dilakukan penulis tetralogi Laskar Pelangi itu akan memperburuk citra Andrea di masyarakat, khususnya bagi para penulis. Upaya memejahijaukan Damar yang dilakukan Andrea itu juga akan menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan berekspresi di Indonesia.

Rencana Andrea itu juga bertentangan dengan konstitusi. Di antaranya  UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dituliskan pada Pasal 23 (ayat 2) UU tersebut bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak eletronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”

Kebebasan berekspresi tersebut juga telah mendapat pengakuan secara universal. Pengakuan tersebut tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).

Pada Pasal 19 Deklarasi Universal HAM juga menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide melalui media, tanpa memandang batas-batas negara”.

Sementara Pasal 19 (ayat 2) Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik juga menegaskan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, tertulis atau bentuk cetakan, karya seni, atau media lain sesuai dengan pilihannya”.

Jadi, saran saya untuk Andrea adalah batalkan saja rencana menggugat Damar Juniarto melalui jalur hukum. Karena akal sehat kita sulit menerima rencana tersebut. Sungguh elok jika Andrea memilih membantah tulisan Damar itu juga melalui tulisan. Ya, tulisan dibalas tulisan. Komentar dibalas komentar. Bukan menggugat pengeritik kita melalui jalur hukum.

Jika Andrea membantah tulisan Damar melalui tulisan, saya percaya para pembaca setia karya-karya Andrea justru lebih terpuaskan. Masyarakat pun bisa makin tercerahkan melalui ‘perdebatan’ tersebut. Wallahu a’lam bissawab. (*)

Makassar, 20 Februari 2013

Catatan: tulisan di atas lebih awal saya posting di www.kompasiana pada 20 Februari 2013. 

Komentar