Ole-ole Pia Ohara

Saya dan Ny Amelia Ang (64) di Toko Pia Ohara, Jl Imam Bonjol, Gorontalo, Sabtu (6/7/2013)

BERADA di Kota Gorontalo, tak lengkap rasanya jika tak mencicipi pia khas daerah ini. 

Pun rasanya ada yang kurang jika pelancong meninggalkan kota ini tanpa membawa pia sebagai ole-ole.

Karena itu, pagi sebelum sarapan, saya dan Muh Yahya Mustafa berburu kue pia. 

Sebab hari ini, kami harus meninggalkan Gorontalo menuju Kota Makassar. 

Tak susah mencari pia di kota ini. Banyak toko di kota ini yang menjajakan 'kue bakar' satu ini. 

Namun dari sekian banyak toko pia itu, kami memilih ke Toko Pia Ohara. 

Toko ini terletak di Jalan Imam Bonjol No 218, Kota Gorontalo. 

Toko ini kami pilih karena lokasinya yang sangat dekat atau tak sampai 100 meter dari Hotel Mega Zanur, hotel yang kami tempati menginap selama dua malam di Kota Gorontalo. 

Toko berlantai satu ini terbilang sederhana. Lebar toko hanya sekitar empat meter. Halaman parkirnya pun tak ada. 

Kendaraan yang datang di toko ini terpaksa menggunakan sebagian bahu jalan untuk parkir. 

Di Toko Pia Ohara, kami sempat berkenalan dan berbincang-bincang dengan pemilik toko, Nyonya Amelia Ang. 

Ia rupanya keturunan Tionghoa Bugis. Orangtuanya berasal dari Sulawesi Selatan. 

Ia lahir di Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah. Janda satu anak ini telah berusia 64 tahun. 

Walau usianya tak lagi muda, ia terlihat masih bugar dan masih turun tangan membuat kue pia dan melayani pembeli yang datang di tokonya. 

Nyonya Amelia Ang sudah tujuh tahun berjualan sekaligus memproduksi pia. Sebelumnya, ia membuka usaha rumah makan. 

Namanya, Rumah Makan Ohara. Nama Ohara ini rupanya ia gunakan karena terinspirasi film Ohara yang banyak dinonton pemirsa televisi Indonesia era tahun 1990-an. 

Tutup usaha rumah makannya, ia  kemudian beralih membuka usaha industri rumah tangga dengan memproduksi pia pada 2006 lalu. 

Karena nama Ohara sudah tertanam dalam di sanubarinya, muncul ide memberi nama pia buatannya dengan Pia Ohara. 


Pekerja membuat kue pia di Toko Pia Ohara, Gorontalo

Naluri bisnis Nyonya Amelia Ang yang memilih beralih usaha dari rumah makan ke usaha pembuatan dan penjualan pia patut diacungi jempol. 

Sebab pia buatannya selalu laris dibeli, baik warga setempat maupun para pelancong yang datang di Kota Gorontalo. 

Keuntungan finansial dari bisnis pianya itu pun terus menambah pundi-pundi keuangannya. 

"Rencana dalam waktu dekat ini saya mau membuka satu toko lagi," katanya, Sabtu (6/7/2013) pagi.

Para pekerja membuat pia di Toko Pia Ohara, Kota Gorontalo, Sabtu (7/7/2013) pagi. 

Maklumlah. Sehari, ia bisa menghabiskan 50 kg tepung terigu dan 20 kilogram minyak goreng untuk membuat pia. Walau banyak dibuat, selalu saja habis. 

Jika dibuat pagi, biasanya malam sudah habis terbeli. Kalau pun ada yang tersisa, sangat sedikit. 

Itu pun tak sampai dua malam, kue pia buatannya ludes terjual. 

Ada dua kemasan pia yang dijualnya. Satu kemasan dijualnya dengan harga Rp 27 ribu sekotak. 

Ada juga sekotak Rp 20 ribu. Bedanya pada jumlah isinya per kotak dan kemasannya. 

Pagi itu, kami sempat diizinkan melihat langsung proses pembuatan pia yang berada di bagian dalam toko tersebut. 

Pemilik toko ini pun tak keberatan saat kami mengabadikan momen tersebut melalu kamera Canon E0S yang selalu saya bawa berjalan-jalan di Kota Gorontalo. 

Saking laris dan tingginya permintaan pia buatannya, Amelia Ang merekrut 10 wanita untuk membantunya membuat pia. Mereka bekerja sejak pagi hingga sore. 

Toko Pia Ohara sudah buka toko sejak pukul 06.00 pagi dan baru tutup pukul 10 malam. 

Bahkan jika sudah tutup toko, tapi masih ada yang ketuk toko pukul 12 malam, ia masih sempatkan bangun untuk melayani pembeli. 

Berbeda dengan toko lainnya di Kota Gorontalo, sebagian baru buka toko sekitar pukul 09.00 pagi. 

Lalu tutup pukul 12.00 hingga sore. Lalu buka toko lagi sore hingga malam pukul 21.00 wita. 

Puas berbincang-bincang dengan Amelia Ang, kami pun pamit pulang. 

Saat itu kami harus segera balik ke hotel untuk sarapan dan mempersiapkan barang-barang bawaan. 

Pagi itu juga harus segera ke Bandara Djalaluddin untuk selanjutnya pulang ke Kota Makassar. (JM)

Gorontalo-Makassar, 7 Juli 2013

Komentar