Einstein dan Kedai Baca Sipakainga

WAKTU salat Jumat kira-kira masih sekitar dua jam lagi. Saat itu saya dalam perjalanan dari rumah ke kantor melewati Jalan Veteran Utara, Makassar, Jumat (31/1/2014). Sebuah warung kopi (warkop) menarik perhatian saya. Tempatnya sederhana. Tapi lumayan juga orang nongkrong di warkop ini.

Penasaran ingin merasakan suasana warkop tersebut, saya pun menepikan sepeda motor Honda Beat. Lalu memarkirnya di sela-sela sepeda motor yang diparkir para pengunjung warkop ini. Kira-kira ada 10-an pengunjung saat itu.

Suasana di Kedai Baca dan Warung Kopi Sipakaingan 43, Jl Veteran Utara Lr 43 No 1, Makassar, Jumat (31/1/2014) siang.

Saat tiba, saya langsung memesan secangkir kopi susu. Karena baru kali pertama datang ke tempat ini, saya pun memerhatikan sekeliling warung ini. Luas warung ini kira-kira 4×5 meter persegi. Dinding warung ini sebagian terbuat dari batu merah. Sebagian lainnya terbuat dari tripleks. Beratap seng.

Kendati atap sengnya dipasang agak rendah, pengunjung tak merasa gerah. Sebab sebuah pohon beringin tumbuh kokoh di depan warung ini. Saking besar dan rindangnya, saya merasa sejuk berada di warung ini. Di salah satu sisi warung ini juga terdapat pedagang kaki lima yang berjualan sepatu dan perabot bekas.

Rupanya nama resmi warung ini adalah Kedai Baca dan Warung Kopi Sipakainga 43. Begitu yang saya baca dari tulisan yang tertera di dinding warung ini. Saya menduga nomor 43 yang melekat pada nama warung ini mungkin karena mengambil sepotong alamat warung ini yang berada di Jalan Veteran Utara Lorong 43 No 1, Makassar.

Yang membuat saya kagum dengan warung ini adalah karena di warung ini tersedia beberapa lemari kaca yang berisi tumpukan aneka buku dan majalah. Juga ada surat kabar terbitan lokal. Menariknya, membaca koleksi aneka buku, majalah, dan surat kabar di warung ini gratis.

Buku-buku yang dapat dibaca di warung ini pun sangat beragam. Mulai novel, roman, buku-buku sosial, politik, agama, ekonomi, sastra, hingga buku ajar ada di sini. Koleksi bukunya pun ada yang terbitan tahun 1960-an hingga terbitan tahun 2000-an.

Sebagian besar buku-buku ini telah terlihat menguning, menandakan buku-buku yang dikoleksi di warung ini banyak yang sudah tua. Di antaranya ada buku Pak Harto: Pandangan dan Harapannya karya Abdul Gafur. Juga ada buku Berperang Demi Tuhan karya Karen Amstrong.

Ada juga buku Permesta: Pemberontakan Setengah Hati karya Barbara Sillars Harvey. Juga ada buku Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda karya Regie Baay, buku yang mengulas sisi kelam dari penjajahan Belanda selama hampir tiga setengah abad di Hindia-Belanda; hubungan pernyaian antara tuan putih (Belanda) dengan perempuan pribumi.

Poster Einstein
Di warung ini ada lima meja yang dapat digunakan meletakkan buku sembari membaca. Tiga meja berada di bagian dalam. Dua lainnya diletakkan di teras. Bagian dalam warung ini juga dilengkapi satu unit televisi datar menempel di dinding. Terserah mau nonton atau membaca di warung ini, disilakan. Mau sekadar ngobrol sembari merokok pun tak dilarang.

Cuma pemilik warung ini agaknya selalu ingin mengingatkan para pengunjung warungnya untuk menyempatkan waktu membaca. Setidaknya pesan itu tergambar dari beberapa poster dan leaflet yang dipajang di warung ini.

Satu di antara poster yang saya maksud adalah poster bergambar Albert Einstein yang sedang membaca. Di poster ini yang diletakkan di teras warung ini tertera tulisan: Einstein Saja Punya Waktu untuk Membaca Mengapa Anda Tidak? Juga ada beberapa leaflet yang telah dieliminating dipajang di dinding bertuliskan: Sudahkah Anda Membaca Hari Ini???

Sungguh membaca pesan-pesan itu membuat saya kagum dengan pemiliknya. Andai pesan-pesan itu dipajang di dinding-dinding kampus, sekolah, atau di perpustakaan, saya menganggap pesan itu biasa-biasa saja.

Tapi jika pesan mulia itu dipajang agak mencolok di sebuah warung kopi yang berdinding tripleks yang sangat sederhana, saya menganggap itu ‘luar biasa’. Hebatnya lagi, warung sederhana ini juga punya media/blog yang dikelolanya sendiri.

Pesan mulia itu juga setali tiga uang dengan pesan filosofi yang terdapat pada nama warung ini, Sipakai
nga yang menggunakan bahasa Bugis-Makassar yang artinya saling mengingatkan. Mungkin pemiliknya hendak mengingatkan para pengunjung warungnya untuk selalu menyempatkan membaca sesibuk apapun aktivitas kita.

Atau mungkin pula dengan membaca di warung ini,  pemilik warung berharap kita bisa mengingat kembali tentang berbagai hal yang pernah kita tahu namun lupa karena lama tak menyentuh buku lagi. Hehehe….

Berada lebih sejam di warkop ini, membuat saya merasa ingin punya warung kopi yang juga menyediakan aneka bacaan gratis bagi pengunjungnya. Sayang siang itu, saya tak sempat berkenalan dan bincang-bincang dengan pemilik kedai baca dan warkop tersebut.  Sebab adzan salat Jumat sebentar lagi berkumandang, saya harus segera beranjak.

Punya blog
Untunglah sebelum pulang, saya sempat mencatat nama blog warung ini yang tertera di leaflet yang dipajang di dinding warung ini. Saya berharap bisa mendapat tambahan informasi tentang warung ini di blognya: www. warkopsipakainga.blogspot.comDugaan saya benar. Dari blog inilah saya tahu bahwa pemilik Kedai Baca dan Warung Kopi Sipakainga 43 ini adalah pasangan suami istri Anwar Amin dan Sophia Yusuf. Sang suami lebih akrap disapa Daeng Anwar. Usianya sudah kepala enam.

Daeng Anwar pernah tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Walau tidak sempat sarjana. Juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar.

Semasa menjadi mahasiswa, pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar. Pernah pula sebagai penyiar di Radio Angkatan Baru milik HMI. Setelah lepas dari dunia kampus, ayah tujuh anak ini pernah bergelut dengan bisnis ikan dalam waktu lama dan berhasil.

Namun suatu saat musibah menimpa dan akhirnya ditinggalkanlah bisninya itu. Mencoba tetap bertahan dan berkat dorongan sejumlah rekannya, Daeng Anwar kemudian membuka warung kopi pada tahun 2000 yang kemudian diberi nama Kedai Baca dan Warung Kopi Sipakainga 43.

Sedangkan buku-buku yang ada di warungnya itu rupanya sebagian merupakan buku-buku yang dibelikan oleh orangtuanya saat Daeng Anwar masih keci. Sebagian lainnya merupakan buku-buku yang dibelinya saat Daeng Anwar masih berstatus mahasiswa. Sebagian lainnya masih terbilang baru dibelinya.

Semoga spirit berbagi dan kecintaan terhadap buku pada diri Daeng Anwar juga menyebar pada diri saya dan banyak orang lainnya. Amin YRA. (*)

Ditulis di Kafe dStrom, Makassar. Sabtu malam, 1 Februari 2014.

Catatan: tulisan di atas juga diposting di www.kompasiana.com

Komentar