Jurnalis Makassar Demo Polisi, Kasus Prof Musakkir Muncul



HATI siapa yang tak sakit jika teman seprofesi dianiaya polisi saat sedang liputan?

Satu dari beberapa alasan inilah kenapa saya turut demo pada Jumat, 14 November 2014. Ada 30-an jurnalis bergabung demo.

Mereka dari perwakilan organisasi dan media. Dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar hadir di antaranya Upi Asmaradhana, Gunawan Mashar (ketua), Humaerah, dan Ridwan Marzuki (Plt sekretaris).

Dari Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel di antaranya Muhammad Yusran, Adam Jumadin, Lutfi, Suwarni Dammar, dan beberapa lainnya.

Sementara dari organisasi nonpemerintah (ornop), ada Abdul Azis (Direktur LBH Kota Makassar) dan Ostaf Al Mustafa (Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Bereskpresi).

Ada juga rekan dari LBH Pers dan PBHI Sulsel.

Demo dilakukan di dua tempat. Awalnya di dekat jalan layang (fly over) Makassar. Lalu ke halaman Polrestabes Makassar di Jl Jenderal Ahmad Yani.

Siang itu terik matahari lumayan menyengat. Membuat tubuh keringatan.

Namun itu tak menyurutkan semangat teman-teman berdiri sambil meneriakkan aspirasi kami.

Sebagian rekan mengabadikan dan melaporkan aksi kami ke media masing-masing.


Pada demo itu, kami menyatakan sikap mengutuk keras insiden penganiayaan sejumlah wartawan oleh polisi di Makassar.

Kami mendesak Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, Kapolda Sulsel Irjen Polisi Anton Setiadji, dan Kapolrestabes Makassar Kombes Polisi Feri Abraham bertanggungjawab dan meminta maaf atas ulah anak buahnya tersebut.

Kami meminta semua polisi yang terlibat penganiayaan tersebut diproses hukum. Termasuk pimpinan polisi yang memerintahkan dan membiarkan penganiayaan kala itu.

Kami memberi kesempatan kepolisian membuktikan diri serius mengusut dan memproses anggotanya yang terlibat menganiaya jurnalis.

Jika dalam waktu tiga kali 24 jam tak ada tanda-tanda kasus ini diproses, maka kami akan melayang mosi tidak percaya kepada Kapolda Sulsel dan Kapolrestabes Makassar.

"Kami akan serius mengawal proses kasus ini di kepolisian hingga ada yang diberi sanksi hukum setimpal," teriak Gunawan melalui megaphone.

Latarbelakang

Insiden penganiayaan yang kami maksud terjadi saat sejumlah wartawan meliput demo mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM).

Demo dilakukan di depan kampus UNM, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Kamis (13/11/2014). Demo terkait penolakan kenaikan harga BBM.

Pengunjuk rasa menutup badan jalan. Polisi berusaha membubarkan para pengunjukrasa.

Namun hasilnya kedua pihak terlibat bentrok. Wakapolrestabes Makassar AKBP Totok Lisdiarto terluka akibat terkena anak panah.

Totok kemudian dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Saat itu tidak jelas siapa pelaku yang telah melayangkan anak panah ke Totok.

Mengetahui Totok terkena anak panah, seketika itu ratusan polisi gabungan yang didominasi dari satuan Brimob Polda Sulsel mengejar para mahasiswa hingga ke dalam kampus.

Sejumlah oknum polisi membabi buta. Mereka memukul hingga menendang setiap mahasiswa yang ditemuinya.

Mereka juga membanting-banting sepeda motor dan memecahkan kaca mobil yang diparkir di halaman kampus pencetak guru tersebut.

Para wartawan yang berada di belakang polisi memotret hingga merekam aksi brutal tersebut.

Diduga karena ulah brutal mereka direkam dan dipotret para wartawan, beberapa oknum polisi meluaskan amarahnya.

Mereka memukul jurnalis yang juga berada di sekitar kampus UNM. Ada juga kartu memori jurnalis diambil paksa polisi.

Jurnalis yang menjadi korban adalah Waldi dari MetroTV, Ikrar (Celebes TV), Iqbal (Koran Tempo Makassar) dan Aco dari tvOne.

Ikut menjadi korban pula adalah Asrul (fotografer Radar Makassar) dan Zulkifly (fotografer The New Cakrawala).

Insiden amuk polisi di Kampus UNM dan penganiayaan terhadap jurnalis tersebut menjadi headline utama halaman satu di hampir semua koran yang terbit di Kota Makassar edisi Jumat (14/11/2014).


Dukungan
Yang membuat kami turut 'bahagia' karena demonstrasi mengecam penganiayaan terhadap jurnalis oleh polisi tersebut tak hanya dilakukan teman-teman di Makassar. Tapi juga meluas.

Teman-teman jurnalis di berbagai daerah di Sulawesi Selatan maupun di kota-kota lainnya di Indonesia juga dilaporkan menggelar demo mengutuk insiden tersebut.

Efeknya segera terasa. Siang itu juga kami mendengar Kapolri Jenderal Polisi Sutarman memohon maaf atas insiden tersebut. Sutarman memerintahkan aparatnya memproses aspirasi kami.

Kompolnas juga akan mengirimkan perwakilannya untuk mengecek proses hukum terhadap para pelaku.

Sementara Kapolda Sulsel Irjen Polisi Anton Setiaji juga mengeluarkan kalimat permohonan maaf dan  siap dicopot atas ulah anak buahnya itu. Ia juga berjanji memproses kasus ini dengan terbuka.

Hal serupa ditegaskan langsung Kapolrestabes Makassar Kombes Polisi Feri Abraham saat menerima kami demo di halaman Polrestabes Makassar.

Usai Feri menyampaikan tanggapan dan komitmennya, demo kami pun bubar. Saat itu telah terdengar masjid mengumandangkan suara orang mengaji. Pertanda waktu salat Jumat segera datang.


Berubah
Belum sampai 30 menit kami meninggalkan halaman Polrestabes Makassar, saya mendengar kabar 'heboh'. 

Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin Prof Musakkir SH MH katanya baru saja ditangkap polisi.

Prof Musakkir ditangkap dalam kasus kepemilikan narkoba. Jenis sabusabu. 

Ia ditangkap di sebuah kamar di Hotel Grand Malibu, Makassar, Jumat (14/11/2014) dini hari.

Selain Musakkir, ikut ditangkap di hotel tersebut Ismail Alrif. Dia juga dosen Fakultas Hukum Unhas. 

Dua mahasiswi dari perguruan tinggi swasta ikut ditangkap bersama Prof Musakkir cs.

"Waduh. Ada apa ini?" tanyaku dalam hati.

Spontan saja terbetik pertanyaan tersebut. Saya khawatir kasus penganiayaan wartawan dan mahasiswa yang dilakukan polisi bakal tenggelam.

Benar. Usai jumatan, media-media online pun ramai memberitakan penangkapan Prof Musakkir cs hingga beberapa angle.

Keesokan harinya atau Sabtu (15/11/2014), semua koran terbitan Makassar pun menurunkan berita penangkapan Prof Musakkir cs sebagai headline utama di halaman satu masing-masing. 

Sedangkan berita terkait demo kami dan kelanjutan kasus polisi aniaya jurnalis dan mahasiswa Makassar pun tenggelam. (jumadi mappanganro)

Komentar