Klarifikasi Panglima Laskar FPI Sulsel


SAYA sedang membaca beberapa media online melalui komputer destop, Selasa (27/1/2015) siang. Ponselku berdering. Di ujung telepon, seorang pria mengaku polisi menghubungiku. Ia mengabarkan rencana kedatangan pengurus Front Pembela Islam (FPI) Sulawesi Selatan ke kantor Tribun Timur.  

Katanya para pengurus FPI ini hendak memberi klarifikasi atas berita yang muncul di www.tribun-timur.com maupun yang dipublikasikan di Tribun Timur edisi cetak. Berita dimaksud berkenaan konvoi massa FPI yang kemudian dituding sebagai pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Lebih dikenal dengan singkatan ISIS.

“Silakan saja datang Pak. Kami akan terima,” kataku
.


Kunjungan Panglima Laskar FPI Sulsel Abdurrahman (kiri) dan rombongan di Kantor Tribun Timur, Makassar, Selasa (27/1/2015).

Tak sampai setengah jam, beberapa pengurus FPI Sulsel pun datang di kantor Tribun Timur di Jalan Cenderawasih No 430, Kota Makassar. Hadir di antaranya Abdurrahman (Panglima Laskar FPI Sulsel), Iskandar (Majelis Syuro FPI Sulsel), dan Ruli Tawang (pengurus FPI Makassar). Turut hadir Khaeruddin (laskar FPI) dan Jemi yang dipercaya menjabat Ketua Badan Intelijen FPI Sulsel.
  
Diawali dengan saling memperkenalkan diri. Dilanjutkan dengan penjelasan kembali maksud kedatangan mereka. Kali ini Abdurrahman yang langsung memberi penjelasan.

Menurut Abdurrahman, pihaknya membenarkan telah melakukan konvoi di Kota Makassar pada Sabtu (24/1/2015) lalu. Mereka mengaku saat itu membawa beberapa bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid di Kota Makassar.

Namun ia menolak jika bendera yang mereka bawa konvoi saat itu dikaitkan dengan atribut NIIS atau ISIS. Mereka juga menolak keras dituding sebagai pengikut atau pendukung NIIS atau ISIS.

Sebab menurut pria bergelar sarjana hukum ini, bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid dan Muhammad Rasullah pada lingkaran putih yang mereka bawa tak bisa diklaim hanya milik NIIS atau ISIS. Bendera serupa itu sudah ada sejak 1400 tahun lalu.

“Bendera yang kami bawa adalah bendera panji Islam. Jadi jangan karena kami bawa bendera yang kebetulan mirip bendera ISIS lalu kami dicap pendukung atau pengikut ISIS, itu keliru besar. Apalagi secara organisasi FPI sudah tegas menyatakan menolak ISIS,” tegasnya.
 
Ia menambahkan, konvoi yang mereka lakukan saat itu memiliki tiga tujuan utama. Pertama, hendak menyatakan dukungannya terhadap rencana Pemerintah Kota Makassar menutup tempat-tempat praktik prostitusi di Jl Nusantara maupun di lokasi lain di Kota Makassar. Tempat prostitusi tersebut banyak berkedok tempat hiburan malam (THM), salon, spa, dan pijat refleksi.

Kedua, konvoi yang mereka lakukan saat itu dalam rangka turut mengecam penerbit tabloid Charlie Hebdo yang kembali memajang kartun yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad SAW.


Ketiga, bertujuan menyosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak fobia (rasa ketakutan yang berlebihan) terhadap simbol-simbol atau atribut Islam.

“Kok hanya karena bawa kain bertuliskan kalimat tauhid lalu dicap atau diidentikkan dengan simbol atau atribut teroris? Padahal bendera kami ini adalah panji Islam,” tambahnya.

Mereka khawatir, jika hal fobia tersebut dibiarkan begitu saja, lama-lama orang tak mau lagi memajang tulisan atau kalimat tauhid. Baik di rumah, kendaraan, atau pakaian mereka karena takut nanti dituduh bagian atau pendukung teroris.


Bahkan mungkin saja nantinya sebagai Muslim takut memajang kalimat tauhid di masjid atau musalah mereka karena takut dituding pengikut ISIS atau bagian dari jaringan teroris.

"Yang parah jika nanti sebagian umat Musliam tak lagi mengucapkan kalimat syahadat saat sakratulmaut karena takut dicap teroris. Hal ini tentu tak bisa dibiarkan begitu saja. Karena itu wajarlah kalau kami khawatir," tutur Ruli Tawang menambahkan penjelasan Abdurrahman.


Diawali seminar

Konvoi tersebut dilakukan ba'dha lohor atau sekira pukul 13.30 wita. Sebelum konvoi, para pengurus FPI dan simpatisannya itu menggelar seminar yang terbuka untuk umum. Seminar ini menghadirkan Munarman SH sebagai pembicara. 

Munarman dimaksud adalah aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dia juga mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH), organisasi yang dibentuk Adnan Buyung Nasution (ABN) dkk. 

Iskandar mengatakan, baik seminar maupun konvoi yang mereka lakukan sebelumnya sudah diinfokan ke Polrestabes Makassar. Bahkan saat seminar maupun konvoi, sejumlah polisi berseragam dinas maupun tidak, terlihat ikut. 

"Jadi apa yang kami lakukan semua legal. Tidak ada yang kami sembunyikan," tegas lelaki bergamis coklat ini. (jumadi mappanganro)

Makassar, 27 Januari 2015

Komentar