Negara Federasi atau Penggulingan SBY

Makassar, Tribun - Wacana pembentukan Indonesia sebagai negara federasi kembali mencuat. Model federasi dianggap lebih cocok karena Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduknya yang terbesar kelima di dunia.

Alternatif lain adalah mendesak SBY-Boediono meletakkan jabatannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI sebelum tahun 2014. Hal ini karena duet ini dianggap tak lagi dipercaya bisa membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik.

Hal itu mengemuka pada diskusi yang mengangkat tema Refleksi Kondisi Kebangsaan Saat Ini yang berlangsung di Kantor Yayasan Esensi di Jalan Melati VI No 6, Kompleks Maizonette, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Kamis (25/8/2011) sore.

Hadir pada diskusi tersebut di antaranya aktivis LSM Hilmi Ali Yafie yang juga pimpinan Pondok Pesantren di Pinrang. Hadir pula Direktur PeRAK Institute Asram Jaya, Yudha Yunus dan Wahyuddin AB Kessa dari Esensi Foundation. Selain itu hadir juga Baharuddin Solongi dan Mawardi dari FIK Ornop Sulsel, Junardi dari YaptaU, dan Baso Temmanengnga (Esensi Foundation).

Pada diskusi itu juga mengemuka bahwa berbagai bencana alam dan bencana moral yang terjadi Indonesia setahun terakhir tidak ditangani baik oleh SBY-Boediono.

Kondisi bangsa Indonesia saat ini dinilai sudah tahap sangat mencemaskan serta mengarah pada kehancuran bangsa karena terjadi di semua aspek dan lini, baik di birokrasi pemerintahan, politisi dengan lembaga legislatifnya, penegak hukum maupun masyarakat umum.

Pemerintahan saat ini dibawah duet SBY-Boediono tidak dipercaya bisa mengatasi berbagai persoalan bangsa tersebut.

"Karena itu, menghadapi berbagai problema itu, rakyat tidak boleh kehilangan akal, harapan, dan daya upaya untuk membiarkan nasib masa depannya diombang-ambingkan oleh keadaan dan dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," papar Hilmi.

Namun pada diskusi itu juga mengemuka, jika SBY diturunkan sebelum 2014, dikhawatirkan justu tentara akan maju. Di sisi lain, saat ini sulit mencari negarawan di Indonesia.

"Jadi sebaiknya kita wait and see dulu," ujar Wahyuddin. (jumadi mappanganro)

Komentar