Belajar Jurnalisme Drone dari Tim KompasTV

Saya merasa beruntung bisa menghadiri acara Roadshow Kompas Kampus yang digelar KompasTV di Baruga AP Pettarani Unhas, Kota Makassar, Senin (6/4/2015). 

Sebab pada acara yang dihadiri sekira seribuan orang ini, kami diperkenalkan tentang Jurnalisme Drone. Pengenalan ini dilakukan sebelum acara talkshow bertema Memimpin ala Saudagar digelar. Talkshow yang dipandu Pemred KompasTV Rosianna Silalahi ini menghadirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai narasumber. 

Sementara pengenalan Jurnalisme Drone disampaikan News Gathering Manager KompasTV Alexander Wibisono (34).  Biasa disapa Mas Alex.

Pada pengenalan ini, kami diperlihatkan demonstrasi penerbangan drone yang hasil rekamannya langsung bisa dilihat di dua layar besar yang disediakan. Drone yang didemonstrasikan seharga lebih 30-an juta per unit. Seru. Apalagi bagi kami ini hal baru.

UNHAS - Pengenalan jurnalisme drone oleh tim KompasTV di Baruga AP Pettarani Unhas, Makassar, Senin (6/4/2015)

Menurut Alex, jurnalisme drone adalah penggunaan drone (pesawat tanpa awak) untuk kegiatan jurnalistik berupa pengambilan foto atau video. 

"Penggunaan drone lebih hemat biaya dari pada kita sewa helikopter. Penggunaan drone ini juga kami lakukan sebagai bagian dari persaingan di industri televisi," papar Alex yang juga alumnus Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.

Ia mengatakan drone telah lama dan akrab dimanfaatkan militer Amerika Serikat sejak Perang Vietnam. Drone menggantikan balon udara untuk pengambilan gambar atau video.

drone. sumber foto: http://goo.gl/BPxobJ

Sementara pemanfaatan drone dalam kegiatan jurnalistik awalnya diperkenalkan sejak 2012 lalu oleh media-media televisi di luar negeri. Di antaranya CNN dan Al Jazeera. Kalangan jurnalis di Indonesia baru memanfaatkan drone pada 2014 lalu.

Satu di antara foto hasil drone jurnalisme yang dilakukan Kompas adalah foto Konser Salam Dua Jari yang digelar di Gelora Bung Karno pada 5 Juli 2014 lalu di Jakarta. 

Aturan main
Kata Alex, aturan penerbangan drone di dunia, termasuk di Indonesia, memang belum ada aturan bakunya. Kendati demikian, penggunaan drone rupanya tak boleh sembarangan. 

Yang boleh menerbangkan drone adalah orang yang punya izin atau berlisensi. KompasTV punya orang yang memang berlisensi untuk menerbangkan drone. Satu di antaranya adalah Tesar.

Untuk mendapatkan lisensi itu, ia harus ditugaskan belajar di Kanada beberapa pekan. Memiliki lisensi, bukan lantas leluasa lagi menggunakan drone. Namun harus tetap mengindahkan beberapa aturan atau norma umum. 

Misalnya, drone dilarang terbang pada malam hari. Juga dilarang terbang di keramaian. Sebab bisa dibayangkan jika drone yang memiliki berat rata-rata sekira 25 kilogram itu jatuh dan menimpa orang, bisa fatal akibatnya. 

Penggunaan drone juga dilarang dia area bandara. Larangan keras pemanfaatan drone juga berlaku untuk kepentingan kerja-kerja paparassi. 

Tahu kan yang dimaksud paparassi? Ya, fotografer yang suka mengambil foto atau rekaman para selebriti dan tokoh terkenal atau berpengaruh secara sembunyi-sembunyi dan tanpa sepengetahuan selebritas atau tokoh yang menjadi obyeknya.

Ketika akan menerbangkan drone, harus punya motivasi baik atau dalam rangka menghasilkan karya jurnalistik. Harus diperhatikan relevansi dan motifnya. 


"Penggunaan drone untuk memantau atau mendapatkan foto dan rekaman wilayah yang terkena banjir atau kondisi kemacetan, tentu sangat baik," kata pria kelahiran Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, 13 November 1980 ini.

Tak mengindahkan norma-norma di atas atau tak tahu aturan penggunaan drone, bisa berdampak buruk bagi penggunanya. Pengalaman ini dialami seorang jurnalis Al Jazeera saat menerbangkan drone di area sekitar Menara Eiffel, Paris, Prancis. 

Padahal, di Prancis ada larangan penggunaan drone oleh masyarakat sipil. Karena ulahnya itu, sang jurnalis itu terpaksa berurusan dengan aparat hukum setempat. Ia kemudian dihukum tiga bulan penjara. 

Nah walau di Indonesia belum ada larangan seketat di Prancis, sekali lagi, bukan berarti pemanfaatan drone bisa leluasa. (jumadi mappanganro)

Cenderawasih 430, Makassar, April 2015

Komentar