Masa Depan Media Massa

Catatan dari diskusi dalam rangka HUT 8 tahun PJI Sulsel


INI peringatan bagi pemilik dan pekerja media massa. 

Media dan praktisinya yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan zaman dan tidak bisa memenuhi ekspektasi audiensnya bakal berguguran.

Kini masyarakat menginginkan memeroleh informasi secepat mungkin, beragam, akurat, murah, dan mudah dalam mengakses, membawa hingga menyimpannya. 


Keinginan tersebut kini sebagian besar terpenuhi di media online. 

Hal tersebut mengemuka pada diskusi bertema Masa Depan Media Massa, Selasa (17/11/2015) siang. 

Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan bertindak sebagai penyelenggara kegiatan ini. 

Bertempat di Hotel Trisula, Jl Boulevard, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Diskusi ini digelar dalam rangka HUT Ke-8 PJI Sulsel. 


Kali ini menampilkan dosen Ilmu Komunikasi Unhas Aswar Hasan MSi, Direktur CelebesTV Muannas, dan Direktur P3TV Slamet sebagai pembicara. 


“Kondisi yang serba online tersebut bisa dibaca sebagai warning (peringatan) bagi media massa konvensional, khususnya media cetak dan radio,” papar Aswar yang juga Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sulsel ini.

Menurut Aswar, jika pengelola media massa konvensional itu tak pandai melakukan inovasi dan tak segera beradaptasi dengan perubahan zaman dan perilaku audiensnya, maka lonceng kematian bakal segera menghampirinya.


Namun Aswar mengingatkan, media massa apa pun bentuknya: cetak, radio, online, televisi harus tetap bisa menjaga independensi dan kepercayaan (trust) bagi audiens-nya.


“Sebab sekalipun cepat beritanya, luas cakupannya, dan mudah diakses, tapi jika tidak independen dan tidak memilik trust, maka media tersebut juga bakal sulit eksis,” kata mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel ini yang tampil sebagai pembicara pertama.

Slamet yang tampil sebagai pembicara kedua membahas pentingnya para jurnalis atau praktisi media untuk terus meningkatkan kualitas kompetensinya.


“Karena itu, sangat mendukung dan mendorong dilakukan uji kompetensi bagi setiap mereka yang berprofesi sebagai jurnalis atau broadcaster," katanya.


Nokia
Brand yang terkenal dengan tagline connecting people pada masanya menjadi ‘raja’ produsen ponsel terbesar.


Namun Nokia harus mengakui kenyataan pahit: kalah bersaing melawan kubu Android dan Apple yang dengan cepat menggerus pangsa pasarnya.

Menurut Muannas, cerita tentang nasib Nokia yang pernah nomor satu namun kini punah, menjadi pelajaran sangat berharga bagi semua pelaku bisnis. 


"Termasuk di bisnis industri media massa," papar mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar ini.

Pelajarannya adalah jika tak cepat berinovasi dan berubah atau telat beradaptasi dengan kebutuhan pasar, maka media besar pun bakal gugur.

Karena itu katanya, pesan mantan jurnalis Tempo dan Tribun Timur ini bisa memaklumi kini banyak media yang ramai-ramai melakukan konvergensi.

Konvergensi adalah penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan diarahkan ke dalam satu titik tujuan.


Sebagai contoh nyata konvergensi media itu, katanya, bisa dilihat pada smartpone yang lewat satu perangkat, bisa diproleh banyak informasi dalam beragam bentuk: teks, audio, dan visual.

Pada diskusi ini, dua pendiri PJI Sulsel yakni Mukhramal Azis dan Iwan Taruna  juga memberikan testimoninya. 


Mukhramal yang kini mengelola pojoksulsel.com menilai, cost untuk memproduksi media cetak makin hari makin mahal. 


Katanya, surat kabar dengan oplah sekitar seribu eksemplar sehari, maka biaya operasionalnya tidak kurang menghabiskan sekitar Rp 200 jutaan sebulan. 

"Kalau kelola media online, biaya operasionalnya sangat murah,” kata pria yang pernah bekerja lebih 20-an tahun di media cetak ini. 

Makanya, katanya, ia bisa memaklumi jika banyak media cetak kini berguguran alias tak terbit lagi.


Sementara yang masih bertahan terbit, sebagian mengurangi jumlah halaman, ukuran kertas, hingga  mengurangi jumlah hari terbit.


Apalagi kini pengakses internet di Indonesia terus tumbuh. 

Di Sulsel saja, itu tercatat ada sekitar 3 juta warganya yang telah terakses internet. Ini tentu peluang. 

"Yang saya tahu, kini tak ada media massa di Indonesia yang tirasnya mencapai sekitar 3 juta,” paparnya. 


Sedangkan Iwan Taruna yang kini bekerja di Net.tv ,mengatakan perilaku warga dalam memeroleh informasi kini kian banyak melalui smartphone.

Itu karena ponsel cerdas ini bisa digenggam dan dibawa ke mana-mana alias mobile. 


Hanya dengan satu perangkat, kebutuhan informasi yang tersaji dalam beragam bentuk bisa dipenuhi asalkan terhubung internet. 

"Sedangkan surat kabar, setelah dibaca, kita mesti memikirkan lagi penyimpanannya yang memakan ruang,” kata mantan wartawan SCTV ini. 


Acara ini dihadiri sekitar 30-an undangan dari kalangan praktisi perbankan, pengusaha, jurnalis dan  mahasiswa di Kota Makassar. 

Sementara Muannas yang tampil sebagai pembicara ketiga memulai paparannya dengan cerita nasib Nokia. 

Brand gadget ini pernah jaya dan menjadi merek ponsel sejuta umat yang berkelas era awal tahun 2000-an.


Muannas juga menegaskan bahwa inovasi dan adaptasi yang dilakukan media massa untuk bertahan, tak cukup dari sisi konten atau produk semata. 

Tapi juga sangat ditentukan dari inovasi di sisi bisnis media tersebut.

Beda halnya dengan media massa berbasis online yang kini kian tumbuh subur di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan.

Hanya saja, kata Mukhramal, media online masih dicitrakan sebagian orang media yang belum kuat sisi akurasinya.

Media online juga masih belum banyak dilirik pemasang iklan, dibanding pengiklan media cetak.





Dua Sesi
Diskusi dalam rangka anniversary 8 tahun PJI Sulsel ini berlangsung dua sesi. Sesi I membahas Sistem Transaksi Perbankan Generasi Baru. 

Sedangkan sesi II membahas tema Masa Depan Media Massa. Pada sesi II, saya bertugas sebagai moderator.

Keduanya membahas terobosan BI yang terus melakukan pembaruan teknologi guna meningkatkan pelayanan dan perlindungan terhadap nasabah. 

Di antaranya dengan mengimplementasikan tiga sistem yang telah diperbarui per 16 November 2015 lalu.


Diskusi sesi I dipandu Suriani Mappong, jurnalis KBN Antara Sulsel. Menampilkan dua pembicara: 

Manajer Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan BI Sulsel Taufik Ariesta Ardhiawan dan Asisten Manajer Unit Komunikasi dan Layanan Publik Kantor Perwakilan BI Sulsel Gina Fithriana. 


Sistem tersebut yakni BI Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS), BI Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan BI Electronic Trading Platform (BI-ETP) Generasi II. 

Dengan pengimplementasian sistem ini, kegiatan transaksi sistem pembayaran melalui bank oleh masyarakat semakin aman, cepat, dan andal.

Diskusi sesi I hingga sesi II ini berakhir tepat pukul 12.30 wita. Diakhiri dengan makan siang lalu pemotongan kue ulang tahun dan foto bersama. (jumadi mappanganro)








Komentar

Posting Komentar