Berkemah di Mongolian Camp - Bogor


GERIMIS menyambut kami saat tiba di The Highland Park Resort-Hotel, Selasa sore 4 Oktober 2016 lalu.

Resort ini berada di Jalan Curug Nangka, Kampung Sinarwangi, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Ke lokasi ini butuh sekira tiga jam dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Provinsi Banten.

Dari bandara, kami menumpang bus damri tujuan Bogor. Lama perjalanan sekira dua jam lebih tiba di 'kota hujan' ini.

Kami mampir sejenak ngopi di Botani (Bogor Botonical) Square di Jalan Raya Pajajaran No 69 - 71, Bogor Tengah, Kota Bogor.


Mal ini kebetulan berada tepat di samping terminal, tempat kami turun dari bus yang mengantar penumpang rute Bandara Soekarno-Hatta - Bogor.

Setelah rehat sekitar sejam, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini kami menumpang mobil rental. Tujuan The Highland Park Resort-Hotel. Tempat yang kami datangi ini berada di dataran tinggi.

Berjarak sekira 10-an km dari Kebun Raya Bogor, Istana Kepresidenan Bogor, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Botani Square. Tapi waktu tempuh paling cepat sekira 30 menit dari Botani Square.

“Itu jika tak macet. Kalau lagi macet-macetnya, bisa hampir dua jam dari Botani Square ke tempat ini,” tutur sopir yang mengantar kami.


Jalan menuju lokasi ini lumayan menanjak dan sempit. Selain banyak kendaraan melintas, di kiri kanan jalan yang kami lintasi juga padat pemukiman.

Saat tiba, kami disambut senyum manis para pelayan The Highland Park Resort-Hotel. Ia menyilakan minum jus yang disediakan di restoran hotel ini.

Resort yang kami datangi ini lebih dikenal dengan sebutan Mongolian Camp. Karena di sini, kamar para tamu menginap didesain menyerupai rumah tenda ala suku Mongol yang bermukim di perbatasan Rusia (sebelah utara) dan Tiongkok (sebelah selatan).

Bentuknya bundar dengan diameter lima meter. Beratap kerucut. Untuk jenis tenda ini ada dua pilihan.



Pertama, berbahan terpal dengan kontruksi kayu dan bambu (tipe standard dan deluxe). Kedua, berbahan dasar beton (tipe tenda superior).

Walau beda jenis dan tipe, namun fasilitas di dalamnya hampir sama. Setiap kamar dilengkapi fasilitas AC dan kamar mandi yang menyediakan air panas.

Juga ada dua kasur utama dan dua sofa bed. Tersedia teko listrik untuk masak air, minuman kemasan, teh, kopi sachet, telepon, handuk, sandal kamar, tivi plat, dan wifie gratis.

Saat itu kami menempati kamar tipe standard. Tipe ini bisa menampung empat hingga enam orang.
Ada juga tipe barak yang bisa menampung 20 hingga 30 orang. 





Selain model tenda suku Mongol, di The Highland Park Resort-Hotel juga tersedia kamar tipe Apache Camp. Di camp ini, tendanya mirip rumah khas suku Indian. Berbentuk kerucut.

Namun luasnya lebih kecil dibanding kamar pada Mongolian Camp. Kamar-kamar di Apache Camp memang diperuntukkan untuk dua orang saja. Soal fasilitas, tak beda dengan jenis Mongolian Camp.

Ada juga rumah pohon. Bangunannya didominasi dari bahan kayu.

Tipe rumah pohon ini bisa menampung 6 hingga 10 orang. Juga dilengkapi pendingin udara, kasur utama, sofa dan dua kamar mandi di dalamnya.

Menginap di tempat ini bak sedang berkemah, tapi rasa hotel bintang lima.



Tarif
Mau tahu tarif menginap di tempat ini? Barvariasi. Tergantung jenis dan luas kamarnya. Paling murah Rp 1,8 juta semalam untuk ukuran standar.

Harga tersebut sudah termasuk breakfast dan bebas menggunakan beberapa wahana bermain yang ada di resort ini.

Di antaranya waterpark mini, meja bilyar, ping pong dan fuzzball. Juga disediakan mobil mini yang standby 24 jam mengantar para tamu dari depan kami ke restoran atau sebaliknya.

Maklum, antara mongolian camp ke restoran hotel ini berjarak puluhan meter. Sementara Apache Camp ke restoran sekira 100 meter. 

Lumayan pegal betis jika bolak-bolik dari kamar ke restoran dengan jalan kaki. Apalagi lokasinya berbukit.




Fasilitas
Resort ini juga disediakan ruang meeting dan balairung pertemuan yang bisa menampung ratusan orang.

Fasilitas lainnya, ada flying fox dan playground outdoor seperti ayunan, panjatan, seluncuran/perosotan, dan naik kuda. Untuk menikmati fasilitas ini dikenakan biaya. Namun tak mahal.

Untuk memanjakan pengunjung, di area resort ini juga ada taman bunga dan istal yang bisa dikunjungi setiap saat. Gratis.

Saban pagi, saya selalu menyempatkan berjalan ke taman bunga dan istal sekadar menggerak-gerakkan badan. Sembari menikmati udara sejuk dan sesekali memandang Gunung Salak yang kerap berkabut.


Puncak gunung ini memiliki ketinggian 2.211 mdpl. Termasuk gunung berapi. Terakhir meletus pada 1938 lalu. Di gunung inilah, Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) kecelakaan saat pada 9 Mei 2012 lalu.

Kala itu, Sukhoi sedang penerbangan demonstrasi yang berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Seluruh penumpang dan awak pesawat meninggal dalam insiden tersebut.

2 Malam
Di resort ini, kami menginap dua malam. Selama itu, hujan kerap mengguyur saban hari. Untunglah saat itu saya membawa jaket.

Rasanya berada di dalam kamar saat hujan pun terasa sangat nikmat. Untuk mengimbangi suhu dingin, saya biasanya memilih membuat kopi hangat. (jumadi mappanganro) 

Catatan: Tulisan ini telah dipublikasikan di koran Tribun Timur edisi cetak Selasa, 29 November 2016


Komentar