Ngeteh di Malino Highlands



SETELAH sekitar tiga jam mengendarai mobil dari Kota Makassar,  akhirnya kami tiba di Malino Highlands. Sudah gelap. Maklum sudah pukul 8 malam. Hari itu, Jumat 21 April 2017.

Berada di tempat ini, dinginnya lumayan terasa. Apalagi berada di luar kamar pada malam hari. Untunglah saya tak lupa membawa jaket.

Saking dinginnya, kamar yang kami tempati menginap semalam di tempat ini tak dilengkapi air conditoner (AC).

Ngeteh di Malino Highland, Sabtu 22 April 2017

Maklum, destinasi wisata yang kami datangi ini termasuk dataran tinggi. Rerata 1.800 mdpl.

Berada di Jalan Poros Gowa-Sinjai. Masuk wilayah administratif Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

Kurang lebih 76 kilometer dari titik nol Kota Makassar atau sekira 88 km dari Bandar Internasional Sultan Hasanuddin.

Mungkin ada yang tanya, kalau jaraknya tak sampai 90 km dari Makassar, kok tiga jam waktu tempuhnya?

Itu karena jalan ke Malino, banyak kelokan dan naik turun bukit. Jalannya pun agak sempit dan masih banyak berlubang.


Juga banyak truk pengangkut material timbunan hilir mudik di jalan yang sama. Jadi mesti hati-hati melintas di jalan ini.

Sebelum tiba Malino Highlands, kami melewati beberapa lokasi yang juga kerap dikunjungi pelancong di Malino. Di antaranya kawasan wisata hutan pinus dan perkebunan strawberry.

Selain berhawa sejuk, jualan utama Malino Highlands adalah pemandangan berupa hamparan kebun teh. Luasnya ratusan hektar.


Selain hamparan tanaman teh setinggi dada orang dewasa, di area ini terdapat sejumlah fasilitas yang bisa dinikmati pengunjung. Di antaranya kafe, museum teh dan taman bunga.

Juga ada istal (kandang kuda) dan kebun binatang mini (mini zoo) yang berisi beberapa binatang seperti kuskus, kera, buaya, rusa, burung elang, burung nuri dan beberapa hewan lainnya.

Juga tersedia jalan-jalan kecil di tengah kebun teh. Bagus untuk jalur jogging atau bersepeda.


Di sini juga ada air terjun I dan II. Tapi air terjunnya tak terlalu tinggi.

Untuk merasakan segarnya air terjun di kawasan ini, kita mesti berjalan kaki menuruni bukit. Jaraknya sekira 1 km dari batas kendaraan harus berhenti.

Pagi itu jalan ke air terjun lumayan licin.  Jadi mesti hati-hati. Sedikit lengah, bisa terpeleset. Apalagi jika baru saja hujan. Itulah yang dialami beberapa rekan kami saat ke air terjun.



Kafe
Berada di Malino Highlands, belum lengkap tanpa mampir di Green Pekoe Cafe. Letak kafe ini sangat strategis. Dikelilingi hamparan kebun teh.

Letaknya pun di ketinggian. Maka berada di kafe ini kita bisa leluasa memandang hamparan teh dari ketinggian.

Dari kafe ini, pada siang hari,  kita juga bisa melihat Waduk Bilibili yang berjarak puluhan kilometer.


Sedangkan malam hari, dari kafe ini kita bisa melihat gemerlap lampu Kota Makassar.

Biar lebih nikmat, maka cobalah duduk di kafe ini sembari ngeteh.

Teh di sini asli dari daun teh yang dipetik di perkebunan teh di kawasan ini. Tentu saja setelah dikeringkan dan diolah.

teh asli dari kebun teh Malino Highlands

Investor Jepang
Destinasi ini dikelola investor asal Jepang. Makanya beberapa bangunan berlantai satu yang disewakan di area ini dirancang mirip bangunan masyarakat Negeri Matahari Terbit.

Kamar tidurnya bersih. Toilet di dalamnya juga bersih. Tersedia air panas dan dingin. Dilengkapi sabun cair,  shampo, sikat dan pasta gigi serta  dua handuk mandi warna putih.

Setiap kamar juga ada wifi gratis, televisi layar datar, minuman kopi dan teh sachet serta pemanas air.

Juga ada sandal dalam ruangan. Fasilitas kamar yang kami tempati sekelas hotel berbintang.





Tarif
Bila ingin berkunjung ke tempat ini, mesti siap mengeluarkan dana tak sedikit.  Apalagi jika memboyong keluarga atau banyak orang.

Pasalnya,  untuk sekadar masuk saja kawasan ini dikenakan biaya: Rp 50 ribu per orang dewasa dan Rp 25 ribu untuk anak-anak.

Untuk menikmati makan minum di kafe dalam area ini, disarankan mesti lihat dulu daftar harganya sebelum memesan.

Sebab harga makan minum di kafe ini tergolong 'mahal'' dibanding menu serupa di restoran atau rumah makan favorit di Kota Makassar.



Misal segelas kopi susu, di sini dijual Rp 25 ribu. Hot cocholate Rp 35 ribu segelas. Pisang goreng sepiring Rp 35 ribu.

Mi goreng atau mi bakso Rp 45 ribu semangkok. Coto Makassar Rp 45 ribu semangkok. Yabukita Green Tea Rp 65 ribu. Alpukat Rp 35 ribu segelas.

Nasi goreng Rp 50 ribu sepiring. Capcay kuah Rp 75 ribu sepiring. Sop buntut bakar Rp 90 ribu semangkok. Harga ini belum termasuk pajak dan biaya pelayanan.


Lalu jika ingin menginap,  tersedia kamar dengan tarif Rp 1 juta semalam. Biaya ini sudah termasuk sarapan untuk dua orang.

Destinasi ini terbuka bagi pengunjung setiap hari mulai pukul tujuh pagi. Khusus Sabtu dan Minggu atau hari libur, terbuka mulai pukul 06.00 wita.

Berkunjung ke tempat ini, memang paling baik saat pagi hari. Sebab saat pagi, kita bisa melihat perkebunan teh yang masih berselimut kabut.

Tapi sebagian lainnya menyukai saat sore, terutama saat matahari hendak terbenam. (jumadi mappanganro) 

Makassar,  akhir April 2017.

Komentar