Wisata Alam Bantimurung

JAM di hape saya menunjukkan sekitar pukul 2 siang saat kami tiba di Kawasan Wisata Alam Bantimurung, Sabtu (22/10/2017). 

Saya, istri dan ibu mertua sudah beberapa kali ke tempat ini. Namun baru kali ini kami datang memboyong tiga putra kami.

Imam Fadhlurrahman Mappanganro, putra sulung kami, beberapa hari sebelumnya meminta diajak ke tempat ia bisa melihat air terjun dari jarak dekat. Alasan inilah kami ke Wisata Alam Bantimurung.

Destinasi andalan Provinsi Sulawesi Selatan ini berada di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros. 

Berjarak sekitar 24 km dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Kalau dari Pelabuhan Makassar ke tempat ini via Jalan Tol Ir Sutami, kira-kira 39 km.  

Sebelum tiba di kawasan ini, pengunjung disuguhi pemandangan alam berupa hamparan sawah, sungai dan perbukitan karst. 

Destinasi ini selalu ramai. Terlebih saat hari libur atau akhir pekan. Di tempat ini terasa sejuk karena terlindungi banyak pohon.

Air terjun di tempat ini lumayan lebar. Airnya jernih dan tidak terlalu deras. Jadi relatif aman untuk mandi-mandi. Termasuk bagi anak-anak. 

Kawasan ini juga memiliki spot menarik dikunjungi yakni Danau Tengkorak, Goa Batu dan Goa Mimpi. Lokasinya berada di atas air terjun.

Disebut Danau Tengkorak karena danau ini berbahaya. Katanya memiliki arus deras di bawah permukaan. Bisa menyeret orang jika berenang di danau ini. 

Karena berbahaya bagi keselamatan jiwa, danau ini hanya boleh dilihat dari pinggir. Sementara di dua goa tersebut, pengunjung boleh masuk. 

Namun disarankan memakai jasa guide. Tak lupa membawa senter. Pasalnya di goa ini lumayan dalam dan gelap. 

Kerajaan Kupu-kupu

Di sekitar goa-goa inilah yang menjadi habitat lebih 200 jenis kupu-kupu aneka warna dan ukuran yang menjadi maskot atau ikon kawasan wisata alam ini.

Saking banyaknya kupu-kupu di kawasan ini, Alfred Russel Wallace menjuluki taman ini sebagai The Kingdom of Butterfly atau Kerajaan Kupu-kupu. 

Pendapat Wallace itu tertuang dalam buku karyanya berjudul The Malay Archipelago, the Land of the Orang-utan and the Bird of Paradise, A Narrative of Travel, with Studies of Man and Nature (1869). 

Wallace (lahir 8 Januari 1823 – meninggal 7 November 1913) adalah seorang naturalis, penjelajah, geografer, ahli antropologi dan ahli biologi dari Britania Raya. Lebih dalam tentang Alfred Russel Wallace klik link ini.

Wallace pernah ke sini sekitar 1 abad lalu. Kala itu belum banyak gangguan terhadap kupu-kupu yang ada di Bantimurung. 

Nah bagi yang ingin melihat Danau Tengkorak, Goa Batu dan Goa Mimpi, mesti naik tangga seribu. Tangga ini dibuat dari dari campuran semen, pasir dan batu. Berada di sisi kiri air terjun. 

Dijuluki tangga seribu karena saking banyak anak tangganya dan orang malas menghitungnya. Mungkin pula agar mudah diingat.

Namun karena sudah agak sore, hari itu kami tak sempat menengok danau tengkorak dan kedua goa dimaksud. Ketiga putra kami keasyikan menikmati siraman air terjun.

Bagi pengunjung yang lupa membawa makanan atau minuman, bukan masalah. Di tempat ini, banyak pedagang. 

Beberapa ibu-ibu pedagang tersebut 'agresif' menghampiri setiap pengunjung untuk menawarkan jualannya. 

Ada nasi kuning, jagung bakar, kacang masak, dan aneka makanan ringan serta minuman lainnya.

Fasilitas

Di tempat ini juga dilengkapi beberapa fasilitas untuk menambah kenyamanan pengunjung. Di antaranya ada kursi yang terbuat dari besi dan dipasang permanen di beberapa titik. 

Juga ada beberapa gazebo, kolam renang anak, kamar mandi/kamar ganti, baruga, hingga musallah yang bersih. 

Bagi pengunjung yang ingin salat, tapi tak sempat membawa peralatan salat, tak perlu khawatir. 

Di musallah yang didominasi warna biru ini juga menyediakan sarung dan kerudung yang bebas digunakan jamaah siapa saja untuk salat.

Di kawasan ini kini juga sudah ada hotel. Namanya Hotel Bantimurung. Hotel yang didominasi warna kuning dan merah ini terdiri dua lantai.

Hotel ini menyediakan 16 kamar. Terdiri lima kamar di lantai satu dan 11 kamar di lantai dua. Setiap kamar dilengkapi pendingin udara (AC) dan air panas/dingin. 

Juga menyediakan ruang meeting berkapasitas 40 orang. 

Di kawasan ini juga telah dibangun wahana bermain air. Namanya Bantimurung Waterpark. Diresmikan 2015 lalu. Lokasinya di sebelah kanan saat memasuki gerbang Wisata Alam Bantimurung. 

Karcis masuk taman wisata alam Bantimurung dan Bantimurung Waterpark dijual terpisah. Khusus tiket Bantimurung Waterpark hanya Rp 15 ribu per orang. 

Pengunjung disarankan membawa pakaian ganti jika ingin total bermain air dan merasakan sensasi semua wahana di Bantimurung Waterpark. 

Enaknya, di wahana yang diresmikan 2005 lalu ini, pengunjung tidak dilarang membawa makanan dan minuman dari luar.

Biaya

Untuk menikmati sejumlah spot di kawasan ini, dikenakan beberapa biaya. Mulai biaya masuk gerbang dan parkir. Masing-masing Rp 2.000 per unit kendaraan.

Lalu pengunjung mesti beli tiket masuk Rp 25.000 per orang. Dewasa maupun anak-anak sama. Kecuali anak di bawah usia 4 tahun masih gratis. 

Harga tiket tersebut belum termasuk biaya menggunakan toilet Rp 2.000 per orang untuk sekali masuk. Juga masih ada biaya Rp 5.000 per pengunjung jika ingin masuk ke Museum Penangkaran Kupu-kupu.

Menurut saya mestinya fasilitas ini gratis. Karena pengunjung sudah bayar biaya tiket yang tidak murah. 

Turis

Khusus turis dikenakan biaya masuk Rp 255 ribu per orang. Soal biaya khusus turis ini, sempat dikeluhkan sejumlah pemandu wisata. Salah satunya sahabat saya, Munzil. 

Sahabat saya ini kerap digunakan jasanya untuk membantu mengantar wisatawan mancanegara ke beberapa destinasi di Sulsel. 

Bayar Rp 255 ribu per turis ke kawasan ini, katanya, dianggap sangat kemahalan dibandingkan fasilitas yang ada di area wisata ini. 

"Makanya beberapa kali saya memandu kunjungan wisawatan Eropa ke Sulsel, saya tak lagi memasukkan Kawasan Wisata Alam Bantimurung untuk dikunjungi," ungkap pemilik Global Travel & Adventure ini beberapa waktu lalu.

Saya merasa kritik Munzil layak menjadi perhatian pengelola Wisata Alam Bantimurung. 

Souvenir
Mau souvenir? Di tempat ini juga ada. Beberapa kios sengaja dibangun untuk memasilitasi warga setempat untuk berdagang buah tangan khas Bantimurung. 

Ada baju, gantungan kunci, hiasan dinding dan beberapa buah tangan lainnya. 

Sayangnya, gantungan kunci dan hiasan dinding yang menjadi souvenirnya menggunakan kupu-kupu yang telah diawetkan. 

Saya merasa tak tertarik dengan souvenir seperti ini. Saya menilai hal ini bertentangan dengan spirit menjaga kelestarian kupu-kupu Bantimurung. 

Jangan sampai tindakan itu justru mengakibatkan kelak Bantimurung tak lagi layak dijuluki The Kingdom of Butterfly (Kerajaan Kupu-kupu). 

Saya lebih tertarik baju bergambar kupu-kupu atau baju bergambar perbukitan karst sebagai souvenir khas Bantimurung. 

Kekhawatiran tersebut bukan mengada-ada. Bahkan justru telah terasa. 

Saat ke sini, kami jarang melihat kupu-kupu beterbangan. 

Entahlah jika kami memang datang saat kupu-kupu tersebut enggan terbang di sekitar area air terjun yang paling banyak didatangi pengunjung jika ke sini.

Eh tak terasa, sudah dua jam kami berada di tempat ini. Gerimis turun. Kami pun bergegas pulang. (JM)

Ditulis di Warkop Anggun, Gowa, 23 Oktober 2017