Jalan Alor, Tempatnya Wisata Kuliner di Kuala Lumpur


BERADA di Kuala Lumpur, ibu kota negara Malaysia, banyak destinasi wisata yang sayang jika tak dikunjungi.

Apalagi bagi traveller yang menyukai berbagai kuliner. Salah satu tempat itu adalah Jalan Alor.

Inilah tempat banyak orang berburu kuliner. Tapi disarankan datang pada malam hari. Datang larut malam tak soal. Di jalan ini, anehnya makin larut, kian ramai.

Deretan meja makan dan kursi plastik ala pedagang kaki lima berjejer di kiri kanan jalan pada malam hari dengan penerang berbentuk lampion menjadi ciri khas tempat ini.


Mereka menggunakan lebih setengah badan jalan yang panjangnya kurang lebih 300 meter.

Kendati sempit, mobil masih bisa melintas di jalan ber-paving block ini. Tapi sangat lambat. Selambat pejalan kaki yang jumlahnya ribuan orang setiap malam di tempat ini.

Suasananya mirip pasar malam di Indonesia atau suasana Pasar Senggol di Kota Makassar. Hanya ramai saat malam.


Sedangkan saat pagi hingga jelang sore, deretan kursi dan meja-meja makan itu tak terlihat di badan jalan. Berganti menjadi tempat parkir mobil.


Itulah yang saya rasakan saat mampir di Jalan Alor, Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (28/10/2017) malam lalu.

Malam itu saya datang bersama rombongan Suzuki Ready To MotoGP Sepang 2017 yang difasilitasi  PT Suzuki Indomobil Sales.

Rombongan ini terdiri 10 jurnalis asal Indonesia, Mas Yohan Yahya (Sales & Marketing 2W Department Head PT Suzuki Indomobil Sales), Zulfikar Rafi Al Ghany (Public Relation Suzuki 2W – PT Suzuki Indomobil Sales) dan Mas Kristianus dari PT TravelGo.


Nah di Jalan Alor ini aneka minuman dingin dan panas maupun makanan ringan hingga berat tersedia.

Aneka buah-buahan juga ada. Tapi paling disukai di jalan ini adalah makan durian di tempat.

Makan durian di tempat ini tak perlu khawatir tangan bakal belepotan daging durian. Karena disediakan sarung tangan plastik yang sekali pakai.

Cuma mesti cek harga dulu sebelum langsung memesan.


Keunikan lain di Jalan Alor adalah tersedianya berbagai makanan khas sejumlah negara. Mulai Chinese food, Melayu, Thailand, India, hingga Turki juga ada.

Paling dominan makanan khas Chinese. Maklum, para pemilik dagangan adalah warga Malaysia beretnis Tionghoa.

Bagi wisatawan Muslim, tak perlu khawatir. Karena sejumlah makanan halal juga banyak di sini.

Kalau tak mau ragu, jangan sungkan bertanya kepada pelayan yang mudah ditemui.

Mereka berdiri di sepanjang jalan untuk menyapa dan mengajak pengunjung mampir menikmati kulinernya.


Harga
Soal biaya makan minum di tempat ini relatif terjangkau. Lebih murah dibanding di restoran atau cafe yang ada di Kuala Lumpur.

Di Jalan Alor, banyak makanan dan minuman yang dijual dengan harga di bawah RM 10 atau setara Rp 31 ribu.

Jika sempat ke sini, jangan lupa mencicipi lok lok. Ini kuliner khas setempat, berupa sate yang dibuat dari sayuran, daging, tahu dan seafood yang diolah dengan cara direbus.

Harga lok lok ini mulai dari RM 2 atau setara Rp 6.400 per tusuk (kurs RM 1 = Rp 3.200).


Lokasi
Lokasi Jalan Alor mudah dicapai dengan berbagai transportasi umum. Bisa naik monorail atau taksi dan turun di Stasiun Imbi maupun Bukit Bintang.

Tapi paling baik turun di Bukit Bintang. Jalan Alor ini berada di belakang Jalan Bukit Bintang, salah satu pusat shopping di Kuala Lumpur.

Nah traveller yang menginap di sekitar Jalan Bukit Bintang, cukup berjalan kaki ke Jalan Alor.


Seperti yang kami lakukan saat menginap di Royale Chulan Hotel, Jalan Bukit Bintang, 28-29 Oktober 2017.

Dari hotel ini ke Jalan Alor hanya berjarak sepelemparan batu. Tak sampai lima menit berjalan kaki sudah tiba.

Tapi kalau ragu, cari tahu saja melalui aplikasi Google Maps di hape Android Anda. Bisa juga klik DI SINI. Tapi pastikan hape kuota internet masih ada.

Pengamen 
Menikmati kuliner di Jalan Alor, juga bisa sembari menikmati kemerduan nyanyian para pengamen.

Tapi jangan cepat bersangka negatif terhadap pengamen di tempat ini. Pengamen di sini beda dengan pengamen di banyak di tempat di Indonesia.

Di sini, pengamen hanya berdiri di badan jalan sambil menyanyi.


Beberapa orang berkebutuhan khusus juga terlihat mengamen di jalan ini. Sebagian menggunakan kursi roda yang dilengkapi pengeras suara.

Semuanya menggunakan pengeras. Di depannya ada kaleng untuk menerima 'sedekah' uang dari para pengunjung.

Pengunjung memberinya uang atau tidak, pengamen ini tetap menyanyi dengan suara yang enak di dengar.

Uniknya, para pengamen ini tak terlihat mengarahkan atau mendekatkan kalengnya ke setiap pengunjung.

Juga tanpa sedikit pun mengeluarkan ucapan meminta belas kasih dari pengunjung. Beda kan? (jumadi mappanganro)

Ditulis di Malaysian Airlines dalam perjalanan Kuala Lumpur-Jakarta, 30 Oktober 2017

Komentar