Idwar Anwar |
SATU lagi novel karya terbaru dari penulis sekaligus budayawan Luwu Idwar Anwar.
Kali ini novelnya berjudul Merah di Langit Istana Luwu. Tebalnya 253 halaman. Cetakan pertama November 2017.
Diterbitkan Pustaka Sawerigading bekerja sama Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Palopo.
Novel ini berkisah tentang tragedi cinta sepasang kekasih bernama Maryam dan Rajab.
“Kisahnya memilukan. Penuh air mata dan darah. Kisahnya berlatar perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946,” jelas Idwar tentang novelnya saat bersua di Kafe Baca, Kota Makassar, Sabtu (23/12/2017) lalu.
Menurut Idwar, Merah di Langit Istana Luwu adalah karya pertama yang mengangkat peristiwa monumental sejarah Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946 dalam sebuah novel.
Makanya, di novel ini banyak menyajikan pula data mulai ketika Jepang berkuasa, masa kemerdekaan, masuknya sekutu dan perlawanan rakyat Luwu.
Idwar Anwar |
“Hingga jatuhnya Benteng Batu Pute dan tertawannya Datu Andi Jemma,” papar alumni Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin ini.
Sebelumnya, Idwar yang juga Ketua Dewan Kesenian Palopo ini telah menulis dan menerbitkan buku sejarah berjudul Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 1946.
Menurutnya, ide menulis novel ini berdasarkan fakta bahwa tak banyak orang yang suka membaca buku sejarah.
Apalagi di kalangan anak muda zaman now yang lebih banyak menyukai novel romantis.
Makanya lelaki yang lahir di Kota Palopo 6 Oktober 1974 ini mengambil strategi jalan tengah yakni membuat novel berlatar sejarah.
“Mudah-mudahan dengan membaca novel ini, banyak generasi millenial atau anak muda zaman kekinian menyukai sejarah,” harap mantan aktivis Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Unhas ini.
Saya dan Idwar Anwar |
Sekilas kisah
Novel bersampul dominan warna merah ini menceritakan tentang gadis bernama Maryam.
Kala itu telah menunggu sekian lama bisa duduk di pelaminan bersama kekasihnya, Rajab.
Namun situasi serba tak menentu pada masa awal revolusi kemerdekaan, membuat penantian Maryam semakin tak menentu.
Rajab kerap diperhadapkan pada situasi antara kekasihnya dan membantu perjuangan.
Di tengah-tengah masa perjuangan, Rajab dirundung duka yang teramat mendalam. Maryam, kekasihnya, meninggal saat dia tak ada di sisinya.
Rajab kian marah dan dendam saat tahu kematian kekasihnya karena Maryam lebih memilih ditembak daripada merelakan tubuhnya diperkosa komandan tentara Belanda.
Lalu berhasilkah Rajab membalas sakit hatinya? Jawabannya silakan baca saja novelnya. Hehehe....
Penulis telah mencetak sekira 2.000 eksemplar novel ini.
“Kami sudah kirim semua bukunya ke Palopo,” ujar suami Andi Nur Fitri Balasong MIKom ini.
Karya
Idwar tergolong penulis produktif. Hingga Desember 2017, sudah lebih 40 judul buku yang ditulis dan diterbitkannya.
Idwar tergolong penulis produktif. Hingga Desember 2017, sudah lebih 40 judul buku yang ditulis dan diterbitkannya.
Di antaranya Zikir (Kumpulan Sajak, 1997), Kado Cinta (Kumpulan Sajak, 2010), Mata Ibu (Sehimpun Cerpen), Kota Tuhan (Kumpulan Cerpen) dan buku Ibu, Temani Aku Menyulam Surga (Kumpulan Cerpen 2002).
Sekretaris Banteng Muda Indonesia (BMI) Sulsel (2016-2020) ini juga telah menulis dan menerbitkan buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu.
Buku lainnya, Palopo Dalam Spektrum Waktu, La Galigo: Turunnya Manusia Pertama (Novel jilid 1), La Galigo: Mutiara Tompoq Tikkaq (novel jilid II), La Galigo: Lahirnya Kembar Emas (novel jilid III) dan beberapa judul lainnya.
“Ada cerpen, cergam, kumpulan puisi, kumpulan esai, dan lain-lain,” kata Idwar yang namanya juga tercatat dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia pada Oktober 2017. (jumadi mappanganro)
Tulisan di atas lebih awal dimuat DI SINI
Komentar
Posting Komentar