Idwar Anwar
Predikatnya banyak: penulis, budayawan, peneliti, penyair, seniman, politikus hingga mantan demonstran.
Saat masih belajar di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Hasanuddin,
ia kerap terlihat demo di jalanan.
Saat itu ia bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) Makassar, salah satu organisasi yang aktif menyuarakan Soeharto dilengserkan dari Presiden RI.
Bakat menulisnya terlihat sejak remaja. Kini justru makin produktif menulis. Tulisannya banyak tersebar di berbagai surat kabar, majalah, tabloid hingga media daring.
Saat itu ia bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) Makassar, salah satu organisasi yang aktif menyuarakan Soeharto dilengserkan dari Presiden RI.
Bakat menulisnya terlihat sejak remaja. Kini justru makin produktif menulis. Tulisannya banyak tersebar di berbagai surat kabar, majalah, tabloid hingga media daring.
Tulisannya pun beragam. Ada esai, puisi,
cerita pendek (cerpen), cerita bergambar (cergam), ensiklopedia, sejarah hingga
novel.
Hingga Januari 2018, lebih 40 judul buku karyanya telah diterbitkan. Di antaranya Merah di Langit Istana Luwu (2017), Zikir (Kumpulan Sajak, 1997) dan Kado Cinta (Kumpulan Sajak, 2010).
Sekretaris Banteng Muda
Indonesia (BMI) Sulsel (2016-2020) ini juga telah menulis dan menerbitkan buku Ensiklopedia
Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu.
Namanya pun tercatat dalam buku Apa dan Siapa Penyair
Indonesia. Diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia, Oktober 2017
lalu. Ini bukti karyanya mendapat apresiasi di kalangan sastrawan Indonesia.
Berdasarkan berbagai karya dan prestasinya itulah saya tertarik menggali ‘rahasia' Idwar Anwar menjadi penulis produktif.
Berdasarkan berbagai karya dan prestasinya itulah saya tertarik menggali ‘rahasia' Idwar Anwar menjadi penulis produktif.
Alhamdulillah, Direktur Penerbit Pustaka Sawerigading dan Arung Pustaka ini bersedia berbagi ilmunya.
Berikut dialog
saya dengan ayah tiga anak ini pada akhir 2017 lalu:
Apa kesibukan Anda saat ini?
Mengantar dan menjemput anak sekolah. Di sela-sela
itu menulis, menerbitkan buku dan mengurus beberapa organisasi.
Sebenarnya sejak kapan Anda suka menulis?
Saya suka menulis sejak SMP. Ketika itu saya selalu
menulis puisi. Kadang juga membuatkan teman-teman surat cinta.
Karena katanya,
kalau saya yang menuliskannya, bisa bikin baper
(bawa perasaan). Hehe…Padahal waktu itu imbalannya saya hanya ditraktir makan
pisang ijo. Hehehe..
Sedangkan waktu SMA, saya mulai suka menulis cerita
pendek (cerpen). Lumayan banyak saat itu.
Sayangnya tak ada yang bisa saya
selamatkan. Semua sudah hilang arsipnya. Tak berjejak. Padahal, andai masih
tersimpan, mungkin bisa menjadi beberapa buku kumpulan cerpen.
Kapan tulisan Anda pertama kali dimuat di media
massa?
Alhamdulillah, tulisan saya pertama kali
dipublikasikan sejak SMA. Beberapa puisi dan cerpen saya sempat dimuat di media
massa di Jawa.
Waktu itu kan saya sempat sekolah di Jawa. Yang saya sesalkan, ketika
itu saya tak sempat memikirkan untuk menyimpannya.
Saat kuliah di Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin, produktifitas menulis saya makin aktif.
Juga mulai sering dimuat di
media mainstream di Kota Makassar seperti di Fajar dan Pedoman Rakyat.
Ketika itu, kedua surat kabar harian ini menyediakan
space (ruang) khusus untuk tulisan-tulisan jenis cerpen dan puisi. Juga ada
esai.
Selain di Pedoman Rakyat dan Fajar, waktu
masih mahasiswa biasa kirim ke media apa saja tulisan Anda?
Biasa ke media kampus. Salah satunya media Himab.
Ini media internal mahasiswa Sastra Arab di Universitas Hasanuddin
(Unhas).
Berapa honor yang diperoleh dari pemuatan
tulisan Anda di koran?
Persisnya saya lupa nilainya. Yang saya ingat tak
lebih Rp 10 ribu. Waktu itu belum Reformasi.
Tapi waktu itu saya anggap sudah
lumayan. Karena bisa dipakai untuk tambah-tambah biaya makan mahasiswa kos.
Apa yang memotivasi Anda mengirim tulisan
ke media ketika itu?
Di antaranya ingin dikenal. Rasanya bangga kalau
tulisan kita dimuat di media. Hehehe...
Sekaligus sebenarnya saya ingin
mengukur apakah tulisan saya itu layak media atau tidak. Ternyata tulisan saya
memenuhi syarat publikasi di media mainstream.
Perasaan Anda saat pertama kali tulisan
Anda muncul di surat kabar harian di Makassar?
Luar biasa. Saya merasa bangga sekali. Hal itu
membuat saya makin termotivasi untuk terus menulis sampai sekarang.
Apalagi
saat itu saya sedang odo-odo Fitri
(Andi Nurfitri Basalong) yang kini menjadi istri saya.
Apa dampak setelah beberapa tulisan Anda
dimuat di koran?
Saya kencang
menulis tahun 1999. Rupanya tulisan kita jika dimuat di koran, punya pengaruh
yang besar.
Di antaranya saya makin cepat akrab dengan banyak orang, termasuk
dengan dosen saya. Hal ini sekaligus mempermudah saya mendapat nilai bagus.
Hehehe.....
Siapa penulis yang Anda idolakan?
Secara khusus sebenarnya tidak ada. Cuma saya suka
membaca karya beberapa penulis.
Misalnya kalau cerpen, saya biasa membaca buku
cerpen karya Budi Dharma, Putu Wijaya dan Kuntowijaya.
Beberapa karya penulis luar negeri seperti Najib
dari Mesir, juga biasa saya baca. Kalau esai, saya sering baca catatan pinggir
Goenawan Mohamad di Majalah TEMPO.
Apa yang Anda pelajari dari para penulis
tersebut?
Intinya saya
belajar bagaimana model tulisan mereka yang ringkas, jelas dan enak dibaca.
Di antara puluhan judul buku karya Anda,
mana yang anggap monumental?
Buku Ensiklopedi
Sejarah Luwu, buku Ensiklopedia Kebudayaan
Luwu dan Novel La Galigo. Novel Ga Galigo ini terdiri tiga
jilid. Jilid I, La Galigo: Turunnya
Manusia Pertama). Jilid II, La
Galigo: Mutiara Tompoq Tikkaq. Jilid III,
La Galigo: Lahirnya Kembar Emas.
Alasannya?
Karena
masing-masing dari ketiga buku ini tergolong sangat tebal.
Buku Ensiklopedia Sejarah Luwu itu terbalnya xiv
+ 656 halaman. Sedangkan Ensiklopedia
Kebudayaan Luwu, itu tebalnya xviii + 479 halaman.
Sementara novel La Galigo terdiri tiga jilid. Jilid
pertama (I), tebalnya x + 310 halaman.
Jilid kedua, tebalnya vii + 342 halaman.
Sedangkan novel La Galigo jilid tiga
(III), tebalnya viii + 246 halaman.
Tolong diceritakan sedikit tentang novel La Galigo yang sampai dibuat tiga jilid?
Sebenarnya novel
ini saya rencana buat hingga 12 jilid. Tapi baru selesai tiga jilid.
Novel La Galigo ini adalah buku pertama yang
membuat kisah La Galigo dalam versi novel. Tujuan saya agar banyak orang bisa
menyukai dan memahami cerita tentang La
Galigo.
Sebab membaca
naskah asli, tak mudah dipahami. Banyak orang tahu nama La Galigo, tapi belum
banyak yang pernah membacanya.
Kalau pun ada yang pernah baca, tidak mudah
memahami.
Nah saya buat La Galigo versi novel ini guna menyasar
pembaca generasi muda. Dengan harapan mereka tertarik membacanya hingga mengenal
sosok La Galigo.
Untuk membuat novel
ini, tentu saja setelah saya beberapa kali baca naskah aslinya.
Makanya membaca
novel saya ini, pembaca akan menemukan beberapa penggalan kisah La Galigo dan
kalimat-kalimat percakapannya juga terdapat sebagian di naskah asli.
Karena memang saat
menulis novel ini saya banyak terinspirasi dari naskah asli La Galigo. Tapi
karena dibuat novel, tentu banyak perbedaan dengan naskah yang asli.
Di novel,
sudah banyak imajinasi saya muncul.
Bisa diceritakan dari mana ide muncul buat
buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan
Ensiklopedia Kebudayaan Luwu?
Buku yang saya buat ini merupakan buku ensiklopedia
pertama tentang Luwu yang pernah ada.
Ide awalnya membuat buku ini karena saya
kesulitan mencari referensi tentang Luwu dalam bentuk buku. Kalau pun ada, datanya tak begitu lengkap.
‘Kejengkelan’ karena data tentang Luwu yang minim itulah yang membuat saya
terinspirasi membuat buku Ensiklopedia Sejarah
Luwu dan buku Ensiklopedia Kebudayaan
Luwu.
Berapa lama Anda kerjakan?
Kira-kira setahun
Berapa dana habis untuk pengerjaan buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu?
Lumayan banyak. Sebab untuk mengumpulkan banyak
data, saya harus banyak cari literatur hingga wawancara dengan banyak
narasumber.
Selama pengerjaannya, saya terpaksa banyak pergi
pulang dari Makassar ke Palopo, Luwu dan sekitarnya. Tentu ongkos
transportasinya lumayan.
Bukan hanya itu, saya bisa menghabiskan rokok dua
hingga tiga bungkus sehari selama pengerjaannya.
Anda hitung sendiri berapa
bungkus rokok saya habiskan selama setahun pengumpulan data dan penulisan buku
ini, hehe….
Bisa diceritakan pahit manisnya
mengerjakan buku tersebut?
‘Pahitnya’, saya sulit mencari buku atau referensi tentang
Luwu. Narasumber yang bisa menjelaskan banyak hal tentang Luwu, juga tak mudah.
Pahit lainnya, ya itu tadi, saya harus pergi pulang
Makassar-Palopo berjarak sekitar 370 km.
Cukup melelahkan karena waktu lumayan
lama di atas mobil. Sekali jalan Makassar-Palopo butuh minimal delapan jam.
Melintasi jalan terjal, berliku dan tak sedikit
berlubang hingga mengguncang perut.
Tapi sisi manisnya, saya ‘dipaksa’ banyak membaca
buku dan mengenal banyak tokoh atau narasumber yang bisa membantu saya
memeroleh data tentang Luwu.
Endingnya jauh lebih manis karena ide membuat buku ensiklopedia tentang Luwu akhirnya terwujud.
Apalagi inilah pertama kalinya buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu yang pernah dibuat.
Apalagi inilah pertama kalinya buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu yang pernah dibuat.
Saya dengar Anda juga menulis buku
pelajaran?
Iya benar. Yang saya buat adalah buku pelajaran
muatan lokal Sejarah dan Budaya Luwu untuk tingkat SD, SMP dan SMA.
Bagi saya
ini sekaligus sejarah karena baru pertama ada buku pelajaran muatan lokal tentang Sejarah
dan Budaya Luwu di Sulawesi Selatan.
Apa yang Anda lakukan sebelum menulis?
Pada beberapa tulisan yang saya buat, sebelumnya
saya naik turun gunung. Bertapa....hahaha. Sayangnya beberapa tulisan saya itu
hilang.
Adakah waktu terbaik saat menulis bagi
Anda?
Sebelum menikah, dulu saya suka menulis tengah malam
hingga pagi. Karena saat itulah suasananya tenang dan damai.
Tapi sejak menikah
dan punya anak, mulai tak kuat lagi begadang.
Jadi saya menulis tak menentu waktunya. Jam berapa
saja jika sempat, saya menulis.
Tapi paling sering kini saya menulis saat jam
anak sekolah, di mana anak-anak harus ada di kelas.
Karena kalau pagi, saya harus mengantar anak-anak ke
sekolah dan menjemputnya sepulang sekolah. Nah di antara jam menunggu anak
sekolah pulang itulah saya biasanya menulis.
Biasanya bagaimana Anda mendapat ide untuk
ditulis?
Jujur, dari dulu sampai sekarang saya biasanya dapat
inspirasi tentang apa yang bagus ditulis itu saat berada di dalam toilet.
Saya biasa
menghayal di kamar mandi. Makanya jika di kamar mandi, saya bisa lebih sejam. Saya
biasa sambil merokok, hehe….
Mungkin bagi orang aneh. Tapi begitulah saya.
Saya juga
pernah dengar bahwa Datu Luwu Andi Djemma juga banyak melahirkan pikiran-pikiran
strategis dari toilet.
Nah saat ide itu muncul, dicatat di mana?
Saat masih mahasiswa, saya biasanya mencatat ide-ide
itu di kertas HVS biasa.
Tapi lebih
sering di buku catatan kuliah. Kebetulan buku catatan kuliah saya waktu itu
tergolong tebal.
Sekaligus itulah buku saya satu-satunya selama tujuh
tahun kuliah di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas
Hasanuddin.
Jadi buku catatan kuliah tersebut sangat
vital bagi Anda saat itu?
Ya sangat vital. Selain karena satu-satunya, di buku
inilah juga saya biasa menulis puisi, cerpen, dan gagasan-gagasan singkat untuk
dituangkan dalam bentuk esai.
Makanya buku ini saya selalu bawa ke mana saja.
Saat kuliah maupun saat kumpul dengan teman-teman di luar jam kuliah.
Lalu kapan dituangkan dalam bentuk
tulisan?
Saat ketemu mesin ketik milik teman. Di situlah saya
mengetik. Saat itulah saya menuangkan ide-ide yang sebelumnya saya catat di
buku catatan kuliah.
Makanya buku saya yang tebal yang juga catatan
kuliah itu, selalu saya bawa ke mana-mana.
Paling sering saya ke kamarnya AS
Kambie yang kini menjabat Manager Produksi Tribun Timur.
Kebetulan pondokannya dekat dengan pondokan saya. Di
kamarnya juga selalu ada mesin ketik yang bisa leluasa saya gunakan mengetik
naskah.
Maklum saat itu saya belum punya mesin ketik. Jangankan beli mesin
ketik, uang kuliah saja kadang sulit dibayar. Hehe…
Alhamdulillah, hasil dari proses pinjam mesin ketik
teman atau mesin ketik himpunan, saya bisa menulis banyak cerpen,
esai, novel dan buku kumpulan puisi.
Termasuk sejumlah opini, cerpen dan puisi
yang saya kirim ke beberapa surat kabar ketika itu hasil mesin ketik pinjaman.
Waktu itu kan komputer masih sangat sedikit yang
punya. Jadi masih pakai mesin ketik.
Kalau sekarang masih pakai mesin ketik
menulis?
Tidaklah. Sekarang saya menulis menggunakan laptop.
Kalau
dulu, setiap muncul ide saya tulis secarik kertas atau buku catatan kuliah,
sekarang setiap ada ide saya tulis dulu di hape.
Termasuk pokok-pokok pikiran yang ingin ditulis,
awalnya saya tulis di smartphone.
Sebab sekarang banyak aplikasi yang bisa
digunakan untuk mencatat. Kalau sudah mau menulis serius dan panjang, barulah
saya pakai laptop.
Di mana tempat favorit Anda menulis saat
ini?
Kini saya selalu menulis di rumah. Lebih enak dan
saya bisa focus menulis di rumah.
Kalau di warkop atau di kafe, susah fokus
karena sering ada saja yang ajak ngobrol.
Kecuali kalau mau mengedit atau mendesain sampul atau
layout buku, kadang saya di warkop.
Idenya bisa berkembang. Biasanya juga
muncul ide desain sampul.
Bagaimana cara Anda mengatur waktu antara
menulis, urus keluarga dan organisasi?
Sambil jalan semua bersamaan. Dibawa santai saja. Kecuali
ada yang deadline, maka itulah yang harus jadi prioritas diurus. Jadi tidak
monoton.
Kalau menulis 1 cerpen, bisa berapa jam
tuntas?
Tergantung situasi. Kadang satu cerpen atau satu
puisi, bisa tuntas 1-2 jam. Kadang juga lebih.
Saat mahasiswa, sering beli novel atau buku
bacaaan?
Hampir tidak pernah beli buku baru. Cuma satu kali.
Kamus Bahasa Arab karena untuk kuliah.
Saya banyak baca novel dan buku-buku sosial,
sastra atau politik itu di perpustakaan kampus. Kadang juga saya pinjam buku
milik teman.
Tapi yang paling banyak saya dikirimkan Penerbit Mizan,
Pustaka Pelajar, Qalam Pustaka Pemikiran, Qanita, Rosda Karya dan beberapa
penerbit lain.
Para penerbit ini rutin mengirimkan saya buku untuk dibuat resensi
bukunya.
Biasa resensi ini saya kirim ke media. Jika terbit,
saya kirimkan bukti hasil resensinya ke penerbit. Saya kemudian diberi lagi
buku. Begitu selalu.
Jadi kalau Anda mau juga dikirimkan buku-buku
terbaru dari penerbit, maka buat resensi salah satu bukunya.
Lalu kirim ke media.
Jika sudah terbit, kirim ke penerbit yang menerbitkan buku yang Anda telah
resensi.
Saking banyak buku dari penerbit tersebut, sebagian
buku yang dikirimkan masih ada yang terbungkus plastic. Belum sempat dibaca.
Apa keuntungan jadi penulis yang Anda
rasakan?
Sangat banyak. Baik dari sisi financial, maupun dari
sisi sosial. Banyak kenalan dan jaringan meluas.
Pengetahuan kita pasti juga bertambah.
Pokoknya sangat banyak.
Tips untuk calon penulis agar mereka juga
tertarik menulis sejak muda hingga tua?
Harus sering-sering dilakukan: menulis. Tentang apa
saja. Tulislah yang bermanfaat.
Sebab sesederhana apapun sebuah tulisan, yakinlah
suatu saat ada orang yang menganggapnya luar biasa.
Bagaimana potensi melihat gairah menulis
di Sulawesi Selatan?
Luar biasa. Kita memiliki banyak penulis-penulis
hebat. Mulai anak SD hingga yang sudah sarjana, banyak yang jago-jago menulis.
Apalagi
saat ini, kita didukung dengan kemajuan teknologi informasi.
Siapa saja dan di mana saja bisa menjadi penulis dan
tulisan-tulisannya dengan mudah bisa dibaca publik dengan segera.
Kini orang tak perlu harus menunggu media mainstream
untuk memublikasikan tulisan-tulisan kita untuk disebut menjadi penulis.
Kini
banyak wadah yang bisa digunakan untuk memublikasikan tulisan-tulisan kita. Semisal
di media sosial, blog dan beragam media online.
Jadi saya sangat yakin, penulis-penulis muda di Sulawesi
Selatan bakal lebih banyak bermunculan. Dibanding era sebelum media sosial
bermunculan.
Apa saran Anda ke pemerintah, swasta dan
para pihak agar gairah menulis dan penerbitan buku di Sulawesi Selatan meningkat?
Untuk perguruan tinggi, diharapkan bisa memberikan
insentif bagi mahasiswa yang tulisan-tulisannya dimuat di media cetak misalnya.
Dengan rangsangan ini, saya percaya banyak mahasiswa termotivasi menulis.
Untuk menghidupkan gerakan menulis, pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah serius menyediakan anggaran pembinaan dan ruang khusus
bagi penulis dan penerbit.
Lebih baik lagi jika pemerintah daerah ini membuat
program yang bersedia membiayai penerbitan buku-buku karya warganya.
Saya
percaya, bakal banyak lahir buku-buku baru di daerah ini.
Smart Quotes?
Sebuah buku adalah nisan bagi kuburan. Penanda kehadiran
dia di dunia. (*)
= = =
Data Diri
Nama lengkap: Idwar Anwar SS
Lahir: Kota Palopo 6 Oktober 1974
Istri: Andi Nur Fitri Balasong MIKom
Anak: 3 orang
Pendidikan
- SDN 77 Palopo (tamat 1987)
- SMPN 3 Palopo (tamat 1990)
- SMAN 2 Palopo (tamat 1993)
- Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (tamat 2001)
* Organisasi
- Pembina Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Provinsi Sulawesi Selatan
- BP Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2015-2020
- Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Palopo (2011-2014)
- Presidium Pusat Perhimpunan Aktivis 98 Periode 2007-2014
- Ketua Umum Dewan Kesenian Palopo (2005-2010 dan 2010-2015)
- Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin
- Komunitas Penulis Tamalanrea (Komunitas) Makassar
* Pengalaman Kerja
- Direktur Penerbit Pustaka Sawerigading dan Arung Pustaka
- Dosen Luar Biasa Pada Jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin, 2003
- Peneliti pada Divisi Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar, 2003
- Redaktur Pelaksana Tabloid Aliansi Baru, Makassar, 1999
* Penghargaan
- Pemerhati/Penulis Buku-Buku Sejarah dan Budaya Luwu 2014
- Penghargaan sebagai Penulis Novel La Galigo (Hall of Makassar) Hari Jadi Kota Makassar 2011
- Pemuda Pelopor Bidang Budaya 2010 yang diberikan oleh Pemerintah Kota Palopo
- Juara Lomba Penulisan Cerpen se-Sulawesi Selatan yang diadakan Badan Koordinasi Kesenian Indonesia (BKKNI) Sulsel (2001)
Publikasi
I. Karya Buku
- Kado Cinta, Penerbit Pustaka Sawerigading. 2010.
- Ensiklopedi Sejarah Luwu. Penerbit Pustaka Sawerigading. 2005.
- Ensiklopedi Kebudayaan Luwu. Penerbit Pustaka Sawerigading. 2006
- La Galigo:Turunnya Manusia Pertama (Novel jilid 1), 2006, Cetakan kelima 2015.
- La Galigo: Mutiara Tompoq Tikkaq (Novel jilid 2), 2006.
- La Galigo: Lahirnya Kembar Emas (Novel jilid 3), 2014.
- Lelaki dalam Lipatan Kelaminku. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2006.
- Kota Tuhan, Kumpulan Cerpen. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2006.
- Palopo dalam Spektrum Waktu. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2008.
- HM Yunus Kadir, Membangun Muhammadiyah di Tana Toraja. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009.
- Jejak-Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009
- Cerita Rakyat Tana Luwu (Jilid 1). Penerbit Pustaka Sawerigading, 2008.
- Palopo Tempo Doeloe. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009.
- Ibu, Temani Aku Menyulam Surga (Kumpulan Cerpen). Desember 2003.
- Namaku I La Galigo (Antologi Sajak).
- Buku-buku Pelajaran Muatan Lokal Sejarah dan Kebudayaan Luwu tingkat SD/MI (kelas 4,5 dan 6), SMP/MTs (Kelas 1,2 dan 3) dan SMA/MA/SMK (kelas 1, 2 dan 3)
= = =
Data Diri
Nama lengkap: Idwar Anwar SS
Lahir: Kota Palopo 6 Oktober 1974
Istri: Andi Nur Fitri Balasong MIKom
Anak: 3 orang
Pendidikan
- SDN 77 Palopo (tamat 1987)
- SMPN 3 Palopo (tamat 1990)
- SMAN 2 Palopo (tamat 1993)
- Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (tamat 2001)
* Organisasi
- Pembina Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Provinsi Sulawesi Selatan
- BP Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2015-2020
- Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Palopo (2011-2014)
- Presidium Pusat Perhimpunan Aktivis 98 Periode 2007-2014
- Ketua Umum Dewan Kesenian Palopo (2005-2010 dan 2010-2015)
- Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin
- Komunitas Penulis Tamalanrea (Komunitas) Makassar
* Pengalaman Kerja
- Direktur Penerbit Pustaka Sawerigading dan Arung Pustaka
- Dosen Luar Biasa Pada Jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin, 2003
- Peneliti pada Divisi Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar, 2003
- Redaktur Pelaksana Tabloid Aliansi Baru, Makassar, 1999
* Penghargaan
- Pemerhati/Penulis Buku-Buku Sejarah dan Budaya Luwu 2014
- Penghargaan sebagai Penulis Novel La Galigo (Hall of Makassar) Hari Jadi Kota Makassar 2011
- Pemuda Pelopor Bidang Budaya 2010 yang diberikan oleh Pemerintah Kota Palopo
- Juara Lomba Penulisan Cerpen se-Sulawesi Selatan yang diadakan Badan Koordinasi Kesenian Indonesia (BKKNI) Sulsel (2001)
Publikasi
I. Karya Buku
- Kado Cinta, Penerbit Pustaka Sawerigading. 2010.
- Ensiklopedi Sejarah Luwu. Penerbit Pustaka Sawerigading. 2005.
- Ensiklopedi Kebudayaan Luwu. Penerbit Pustaka Sawerigading. 2006
- La Galigo:Turunnya Manusia Pertama (Novel jilid 1), 2006, Cetakan kelima 2015.
- La Galigo: Mutiara Tompoq Tikkaq (Novel jilid 2), 2006.
- La Galigo: Lahirnya Kembar Emas (Novel jilid 3), 2014.
- Lelaki dalam Lipatan Kelaminku. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2006.
- Kota Tuhan, Kumpulan Cerpen. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2006.
- Palopo dalam Spektrum Waktu. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2008.
- HM Yunus Kadir, Membangun Muhammadiyah di Tana Toraja. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009.
- Jejak-Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009
- Cerita Rakyat Tana Luwu (Jilid 1). Penerbit Pustaka Sawerigading, 2008.
- Palopo Tempo Doeloe. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009.
- Ibu, Temani Aku Menyulam Surga (Kumpulan Cerpen). Desember 2003.
- Namaku I La Galigo (Antologi Sajak).
- Buku-buku Pelajaran Muatan Lokal Sejarah dan Kebudayaan Luwu tingkat SD/MI (kelas 4,5 dan 6), SMP/MTs (Kelas 1,2 dan 3) dan SMA/MA/SMK (kelas 1, 2 dan 3)
Komentar
Posting Komentar