Rahasia Menulis Idwar Anwar, Penulis Ensiklopedia Luwu

Idwar Anwar


Predikatnya banyak: penulis, budayawan, peneliti, penyair, seniman, politikus hingga mantan demonstran

Saat masih belajar di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Hasanuddin, ia kerap terlihat demo di jalanan.

Saat itu ia bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) Makassar, salah satu organisasi yang aktif menyuarakan Soeharto dilengserkan dari Presiden RI. 

Bakat menulisnya terlihat sejak remaja. Kini justru makin produktif menulis. Tulisannya banyak tersebar di berbagai surat kabar, majalah, tabloid hingga media daring.

Tulisannya pun beragam. Ada esai, puisi, cerita pendek (cerpen), cerita bergambar (cergam), ensiklopedia, sejarah hingga novel.

Hingga Januari 2018, lebih 40 judul buku karyanya telah diterbitkan. Di antaranya Merah di Langit Istana Luwu (2017), Zikir (Kumpulan Sajak, 1997)  dan Kado Cinta (Kumpulan Sajak, 2010).

Sekretaris Banteng Muda Indonesia (BMI) Sulsel (2016-2020) ini juga telah menulis dan menerbitkan buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu.
Namanya pun tercatat dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia. Diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia, Oktober 2017 lalu. Ini bukti karyanya mendapat apresiasi di kalangan sastrawan Indonesia.

Berdasarkan berbagai karya dan prestasinya itulah saya tertarik menggali ‘rahasia' Idwar Anwar menjadi penulis produktif.

Alhamdulillah, Direktur Penerbit Pustaka Sawerigading dan Arung Pustaka  ini bersedia berbagi ilmunya.
Berikut dialog saya dengan ayah tiga anak ini pada akhir 2017 lalu:

Apa kesibukan Anda saat ini?
Mengantar dan menjemput anak sekolah. Di sela-sela itu menulis, menerbitkan buku dan mengurus beberapa organisasi.

Sebenarnya sejak kapan Anda suka menulis?
Saya suka menulis sejak SMP. Ketika itu saya selalu menulis puisi. Kadang juga membuatkan teman-teman surat cinta. 

Karena katanya, kalau saya yang menuliskannya, bisa bikin baper (bawa perasaan). Hehe…Padahal waktu itu imbalannya saya hanya ditraktir makan pisang ijo. Hehehe..

Sedangkan waktu SMA, saya mulai suka menulis cerita pendek (cerpen). Lumayan banyak saat itu. 

Sayangnya tak ada yang bisa saya selamatkan. Semua sudah hilang arsipnya. Tak berjejak. Padahal, andai masih tersimpan, mungkin bisa menjadi beberapa buku kumpulan cerpen.

Kapan tulisan Anda pertama kali dimuat di media massa?
Alhamdulillah, tulisan saya pertama kali dipublikasikan sejak SMA. Beberapa puisi dan cerpen saya sempat dimuat di media massa di Jawa. 

Waktu itu kan saya sempat sekolah di Jawa. Yang saya sesalkan, ketika itu saya tak sempat memikirkan untuk menyimpannya.

Saat kuliah di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, produktifitas menulis saya makin aktif.

 Juga mulai sering dimuat di media mainstream di Kota Makassar seperti di Fajar dan Pedoman Rakyat.

Ketika itu, kedua surat kabar harian ini menyediakan space (ruang) khusus untuk tulisan-tulisan jenis cerpen dan puisi. Juga ada esai.

Selain di Pedoman Rakyat dan Fajar, waktu masih mahasiswa biasa kirim ke media apa saja tulisan Anda?
Biasa ke media kampus. Salah satunya media Himab. Ini media internal mahasiswa Sastra Arab di Universitas Hasanuddin (Unhas). 

Berapa honor yang diperoleh dari pemuatan tulisan Anda di koran?
Persisnya saya lupa nilainya. Yang saya ingat tak lebih Rp 10 ribu. Waktu itu belum Reformasi.

Tapi waktu itu saya anggap sudah lumayan. Karena bisa dipakai untuk tambah-tambah biaya makan mahasiswa kos.

Apa yang memotivasi Anda mengirim tulisan ke media ketika itu?
Di antaranya ingin dikenal. Rasanya bangga kalau tulisan kita dimuat di media. Hehehe... 

Sekaligus sebenarnya saya ingin mengukur apakah tulisan saya itu layak media atau tidak. Ternyata tulisan saya memenuhi syarat publikasi di media mainstream.


Perasaan Anda saat pertama kali tulisan Anda muncul di surat kabar harian di Makassar?
Luar biasa. Saya merasa bangga sekali. Hal itu membuat saya makin termotivasi untuk terus menulis sampai sekarang. 

Apalagi saat itu saya sedang odo-odo Fitri (Andi Nurfitri Basalong) yang kini menjadi istri saya.

Apa dampak setelah beberapa tulisan Anda dimuat di koran?
Saya kencang menulis tahun 1999. Rupanya tulisan kita jika dimuat di koran, punya pengaruh yang besar. 

Di antaranya saya makin cepat akrab dengan banyak orang, termasuk dengan dosen saya. Hal ini sekaligus mempermudah saya mendapat nilai bagus. Hehehe.....

Siapa penulis yang Anda idolakan?
Secara khusus sebenarnya tidak ada. Cuma saya suka membaca karya beberapa penulis.

Misalnya kalau cerpen, saya biasa membaca buku cerpen karya Budi Dharma, Putu Wijaya dan Kuntowijaya.

Beberapa karya penulis luar negeri seperti Najib dari Mesir, juga biasa saya baca. Kalau esai, saya sering baca catatan pinggir Goenawan Mohamad di Majalah TEMPO.

Apa yang Anda pelajari dari para penulis tersebut?
Intinya saya belajar bagaimana model tulisan mereka yang ringkas, jelas dan enak dibaca.

Di antara puluhan judul buku karya Anda, mana yang anggap monumental?
Buku Ensiklopedi Sejarah Luwu, buku Ensiklopedia Kebudayaan Luwu  dan Novel La Galigo. Novel Ga Galigo ini terdiri tiga jilid. Jilid I, La Galigo: Turunnya Manusia Pertama). Jilid II, La Galigo: Mutiara Tompoq Tikkaq. Jilid III, La Galigo: Lahirnya Kembar Emas.

Alasannya?
Karena masing-masing dari ketiga buku ini tergolong sangat tebal. 

Buku Ensiklopedia Sejarah Luwu itu terbalnya xiv + 656 halaman. Sedangkan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu, itu tebalnya xviii + 479 halaman.

Sementara novel La Galigo terdiri tiga jilid. Jilid pertama (I), tebalnya x + 310 halaman. 

Jilid kedua, tebalnya vii + 342 halaman. Sedangkan novel La Galigo jilid tiga (III), tebalnya viii + 246 halaman.



Tolong diceritakan sedikit tentang novel La Galigo yang sampai dibuat tiga jilid?
Sebenarnya novel ini saya rencana buat hingga 12 jilid. Tapi baru selesai tiga jilid. 

Novel La Galigo ini adalah buku pertama yang membuat kisah La Galigo dalam versi novel. Tujuan saya agar banyak orang bisa menyukai dan memahami cerita tentang La Galigo.

Sebab membaca naskah asli, tak mudah dipahami. Banyak orang tahu nama La Galigo, tapi belum banyak yang pernah membacanya. 

Kalau pun ada yang pernah baca, tidak mudah memahami.

Nah saya buat La Galigo versi novel ini guna menyasar pembaca generasi muda. Dengan harapan mereka tertarik membacanya hingga mengenal sosok La Galigo.

Untuk membuat novel ini, tentu saja setelah saya beberapa kali baca naskah aslinya.

Makanya membaca novel saya ini, pembaca akan menemukan beberapa penggalan kisah La Galigo dan kalimat-kalimat percakapannya juga terdapat sebagian di naskah asli.

Karena memang saat menulis novel ini saya banyak terinspirasi dari naskah asli La Galigo. Tapi karena dibuat novel, tentu banyak perbedaan dengan naskah yang asli. 

Di novel, sudah banyak imajinasi saya muncul.

Bisa diceritakan dari mana ide muncul buat buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu?
Buku yang saya buat ini merupakan buku ensiklopedia pertama tentang Luwu yang pernah ada. 

Ide awalnya membuat buku ini karena saya kesulitan mencari referensi tentang Luwu dalam bentuk buku. Kalau pun ada, datanya tak begitu lengkap. 

‘Kejengkelan’ karena data tentang Luwu yang minim itulah yang membuat saya terinspirasi membuat buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan buku Ensiklopedia Kebudayaan Luwu.

Berapa lama Anda kerjakan?
Kira-kira setahun

Berapa dana habis untuk pengerjaan buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu?
Lumayan banyak. Sebab untuk mengumpulkan banyak data, saya harus banyak cari literatur hingga wawancara dengan banyak narasumber. 

Selama pengerjaannya, saya terpaksa banyak pergi pulang dari Makassar ke Palopo, Luwu dan sekitarnya. Tentu ongkos transportasinya lumayan.

Bukan hanya itu, saya bisa menghabiskan rokok dua hingga tiga bungkus sehari selama pengerjaannya.

Anda hitung sendiri berapa bungkus rokok saya habiskan selama setahun pengumpulan data dan penulisan buku ini, hehe…. 

Bisa diceritakan pahit manisnya mengerjakan buku tersebut?
‘Pahitnya’, saya sulit mencari buku atau referensi tentang Luwu. Narasumber yang bisa menjelaskan banyak hal tentang Luwu, juga tak mudah.

Pahit lainnya, ya itu tadi, saya harus pergi pulang Makassar-Palopo berjarak sekitar 370 km. 

Cukup melelahkan karena waktu lumayan lama di atas mobil. Sekali jalan Makassar-Palopo butuh minimal delapan jam.

Melintasi jalan terjal, berliku dan tak sedikit berlubang hingga mengguncang perut.

Tapi sisi manisnya, saya ‘dipaksa’ banyak membaca buku dan mengenal banyak tokoh atau narasumber yang bisa membantu saya memeroleh data tentang Luwu.

Endingnya jauh lebih manis karena ide membuat buku ensiklopedia tentang Luwu akhirnya terwujud. 

Apalagi inilah pertama kalinya buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu yang pernah dibuat. 

Saya dengar Anda juga menulis buku pelajaran?
Iya benar. Yang saya buat adalah buku pelajaran muatan lokal Sejarah dan Budaya Luwu untuk tingkat SD, SMP dan SMA.

Bagi saya ini sekaligus sejarah karena baru pertama ada buku pelajaran muatan lokal tentang Sejarah dan Budaya Luwu di Sulawesi Selatan.

Apa yang Anda lakukan sebelum menulis?
Pada beberapa tulisan yang saya buat, sebelumnya saya naik turun gunung. Bertapa....hahaha. Sayangnya beberapa tulisan saya itu hilang.

Adakah waktu terbaik saat menulis bagi Anda?
Sebelum menikah, dulu saya suka menulis tengah malam hingga pagi. Karena saat itulah suasananya tenang dan damai. 

Tapi sejak menikah dan punya anak, mulai tak kuat lagi begadang.

Jadi saya menulis tak menentu waktunya. Jam berapa saja jika sempat, saya menulis. 

Tapi paling sering kini saya menulis saat jam anak sekolah, di mana anak-anak harus ada di kelas.

Karena kalau pagi, saya harus mengantar anak-anak ke sekolah dan menjemputnya sepulang sekolah. Nah di antara jam menunggu anak sekolah pulang itulah saya biasanya menulis.

Biasanya bagaimana Anda mendapat ide untuk ditulis?
Jujur, dari dulu sampai sekarang saya biasanya dapat inspirasi tentang apa yang bagus ditulis itu saat berada di dalam toilet.

Saya biasa menghayal di kamar mandi. Makanya jika di kamar mandi, saya bisa lebih sejam. Saya biasa sambil merokok, hehe….

Mungkin bagi orang aneh. Tapi begitulah saya. 

Saya juga pernah dengar bahwa Datu Luwu Andi Djemma juga banyak melahirkan pikiran-pikiran strategis dari toilet.

Nah saat ide itu muncul, dicatat di mana?
Saat masih mahasiswa, saya biasanya mencatat ide-ide itu di kertas HVS biasa.  

Tapi lebih sering di buku catatan kuliah. Kebetulan buku catatan kuliah saya waktu itu tergolong tebal.

Sekaligus itulah buku saya satu-satunya selama tujuh tahun kuliah di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Hasanuddin.

Jadi buku catatan kuliah tersebut sangat vital bagi Anda saat itu?
Ya sangat vital. Selain karena satu-satunya, di buku inilah juga saya biasa menulis puisi, cerpen, dan gagasan-gagasan singkat untuk dituangkan dalam bentuk esai. 

Makanya buku ini saya selalu bawa ke mana saja. Saat kuliah maupun saat kumpul dengan teman-teman di luar jam kuliah.

Lalu kapan dituangkan dalam bentuk tulisan?
Saat ketemu mesin ketik milik teman. Di situlah saya mengetik. Saat itulah saya menuangkan ide-ide yang sebelumnya saya catat di buku catatan kuliah.

Makanya buku saya yang tebal yang juga catatan kuliah itu, selalu saya bawa ke mana-mana. 

Paling sering saya ke kamarnya AS Kambie yang kini menjabat Manager Produksi Tribun Timur.

Kebetulan pondokannya dekat dengan pondokan saya. Di kamarnya juga selalu ada mesin ketik yang bisa leluasa saya gunakan mengetik naskah. 

Maklum saat itu saya belum punya mesin ketik. Jangankan beli mesin ketik, uang kuliah saja kadang sulit dibayar. Hehe…

Alhamdulillah, hasil dari proses pinjam mesin ketik teman atau mesin ketik himpunan, saya  bisa menulis banyak cerpen, esai, novel dan buku kumpulan puisi. 

Termasuk sejumlah opini, cerpen dan puisi yang saya kirim ke beberapa surat kabar ketika itu hasil mesin ketik pinjaman.

Waktu itu kan komputer masih sangat sedikit yang punya. Jadi masih pakai mesin ketik.

Kalau sekarang masih pakai mesin ketik menulis?
Tidaklah. Sekarang saya menulis menggunakan laptop. 

Kalau dulu, setiap muncul ide saya tulis secarik kertas atau buku catatan kuliah, sekarang setiap ada ide saya tulis dulu di hape.

Termasuk pokok-pokok pikiran yang ingin ditulis, awalnya saya tulis di smartphone. 

Sebab sekarang banyak aplikasi yang bisa digunakan untuk mencatat. Kalau sudah mau menulis serius dan panjang, barulah saya pakai laptop. 

Di mana tempat favorit Anda menulis saat ini?
Kini saya selalu menulis di rumah. Lebih enak dan saya bisa focus menulis di rumah. 

Kalau di warkop atau di kafe, susah fokus karena sering ada saja yang ajak ngobrol.

Kecuali kalau mau mengedit atau mendesain sampul atau layout buku, kadang saya di warkop. 

Idenya bisa berkembang. Biasanya juga muncul ide desain sampul.

Bagaimana cara Anda mengatur waktu antara menulis, urus keluarga dan organisasi?
Sambil jalan semua bersamaan. Dibawa santai saja. Kecuali ada yang deadline, maka itulah yang harus jadi prioritas diurus. Jadi tidak monoton.

Kalau menulis 1 cerpen, bisa berapa jam tuntas?
Tergantung situasi. Kadang satu cerpen atau satu puisi, bisa tuntas 1-2 jam. Kadang juga lebih.

Saat mahasiswa, sering beli novel atau buku bacaaan?
Hampir tidak pernah beli buku baru. Cuma satu kali. Kamus Bahasa Arab karena untuk kuliah. 

Saya banyak baca novel dan buku-buku sosial, sastra atau politik itu di perpustakaan kampus. Kadang juga saya pinjam buku milik teman.

Tapi yang paling banyak saya dikirimkan Penerbit Mizan, Pustaka Pelajar, Qalam Pustaka Pemikiran, Qanita, Rosda Karya dan beberapa penerbit lain. 

Para penerbit ini rutin mengirimkan saya buku untuk dibuat resensi bukunya.

Biasa resensi ini saya kirim ke media. Jika terbit, saya kirimkan bukti hasil resensinya ke penerbit. Saya kemudian diberi lagi buku. Begitu selalu.

Jadi kalau Anda mau juga dikirimkan buku-buku terbaru dari penerbit, maka buat resensi salah satu bukunya. 

Lalu kirim ke media. Jika sudah terbit, kirim ke penerbit yang menerbitkan buku yang Anda telah resensi.

Saking banyak buku dari penerbit tersebut, sebagian buku yang dikirimkan masih ada yang terbungkus plastic. Belum sempat dibaca.

Apa keuntungan jadi penulis yang Anda rasakan?
Sangat banyak. Baik dari sisi financial, maupun dari sisi sosial. Banyak kenalan dan jaringan meluas. 

Pengetahuan kita pasti juga bertambah. Pokoknya sangat banyak.

Tips untuk calon penulis agar mereka juga tertarik menulis sejak muda hingga tua?
Harus sering-sering dilakukan: menulis. Tentang apa saja. Tulislah yang bermanfaat.

 Sebab sesederhana apapun sebuah tulisan, yakinlah suatu saat ada orang yang menganggapnya luar biasa.

Bagaimana potensi melihat gairah menulis di Sulawesi Selatan?
Luar biasa. Kita memiliki banyak penulis-penulis hebat. Mulai anak SD hingga yang sudah sarjana, banyak yang jago-jago menulis.

 Apalagi saat ini, kita didukung dengan kemajuan teknologi informasi.

Siapa saja dan di mana saja bisa menjadi penulis dan tulisan-tulisannya dengan mudah bisa dibaca publik dengan segera.

Kini orang tak perlu harus menunggu media mainstream untuk memublikasikan tulisan-tulisan kita untuk disebut menjadi penulis. 

Kini banyak wadah yang bisa digunakan untuk memublikasikan tulisan-tulisan kita. Semisal di media sosial, blog dan beragam media online.

Jadi saya sangat yakin, penulis-penulis muda di Sulawesi Selatan bakal lebih banyak bermunculan. Dibanding era sebelum media sosial bermunculan.

Apa saran Anda ke pemerintah, swasta dan para pihak agar gairah menulis dan penerbitan buku di Sulawesi Selatan meningkat?
Untuk perguruan tinggi, diharapkan bisa memberikan insentif bagi mahasiswa yang tulisan-tulisannya dimuat di media cetak misalnya. 

Dengan rangsangan ini, saya percaya banyak mahasiswa termotivasi menulis.

Untuk menghidupkan gerakan menulis, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serius menyediakan anggaran pembinaan dan ruang khusus bagi penulis dan penerbit.

Lebih baik lagi jika pemerintah daerah ini membuat program yang bersedia membiayai penerbitan buku-buku karya warganya. 

Saya percaya, bakal banyak lahir buku-buku baru di daerah ini.

Smart Quotes? 
Sebuah buku adalah nisan bagi kuburan. Penanda kehadiran dia di dunia. (*)

= = =
Data Diri
Nama lengkap: Idwar Anwar SS
Lahir: Kota Palopo 6 Oktober 1974  
Istri: Andi Nur Fitri Balasong MIKom
Anak: 3 orang

Pendidikan 
- SDN 77 Palopo (tamat 1987)
- SMPN 3 Palopo (tamat 1990)
- SMAN 2 Palopo (tamat 1993)
- Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (tamat 2001)

* Organisasi 
- Pembina Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Provinsi Sulawesi Selatan
- BP Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2015-2020 
- Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Palopo (2011-2014)
- Presidium Pusat Perhimpunan Aktivis 98 Periode 2007-2014
- Ketua Umum Dewan Kesenian Palopo (2005-2010 dan 2010-2015)
- Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin
- Komunitas Penulis Tamalanrea (Komunitas) Makassar

* Pengalaman Kerja
- Direktur Penerbit Pustaka Sawerigading dan Arung Pustaka
- Dosen Luar Biasa Pada Jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin, 2003
- Peneliti pada Divisi Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar, 2003
- Redaktur Pelaksana Tabloid Aliansi Baru, Makassar, 1999

* Penghargaan
- Pemerhati/Penulis Buku-Buku Sejarah dan Budaya Luwu 2014
- Penghargaan sebagai Penulis Novel La Galigo (Hall of Makassar) Hari Jadi Kota Makassar 2011
- Pemuda Pelopor Bidang Budaya 2010 yang diberikan oleh Pemerintah Kota Palopo
- Juara Lomba Penulisan Cerpen se-Sulawesi Selatan yang diadakan Badan Koordinasi Kesenian Indonesia (BKKNI) Sulsel (2001)


Publikasi

I. Karya Buku
- Kado Cinta, Penerbit Pustaka Sawerigading. 2010.
- Ensiklopedi Sejarah Luwu. Penerbit Pustaka Sawerigading. 2005.
- Ensiklopedi Kebudayaan Luwu. Penerbit Pustaka Sawerigading. 2006
- La Galigo:Turunnya Manusia Pertama (Novel jilid 1), 2006, Cetakan kelima 2015.
- La Galigo: Mutiara Tompoq Tikkaq (Novel jilid 2), 2006.
- La Galigo: Lahirnya Kembar Emas (Novel jilid 3), 2014.
- Lelaki dalam Lipatan Kelaminku. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2006.
- Kota Tuhan, Kumpulan Cerpen. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2006.
- Palopo dalam Spektrum Waktu. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2008.
- HM Yunus Kadir, Membangun Muhammadiyah di Tana Toraja. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009.
- Jejak-Jejak Suara Rakyat, Menelusuri Sejarah DPRD Kota Palopo. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009
- Cerita Rakyat Tana Luwu (Jilid 1). Penerbit Pustaka Sawerigading, 2008.
- Palopo Tempo Doeloe. Penerbit Pustaka Sawerigading, 2009.
Ibu, Temani Aku Menyulam Surga (Kumpulan Cerpen). Desember 2003.
- Namaku I La Galigo (Antologi Sajak).
- Buku-buku Pelajaran Muatan Lokal Sejarah dan Kebudayaan Luwu tingkat SD/MI (kelas 4,5 dan 6), SMP/MTs (Kelas 1,2 dan 3) dan SMA/MA/SMK (kelas 1, 2 dan 3)

Komentar