Syamril: Menulislah untuk Mencerahkan Jiwa

Syamril (sumber foto: sakinah-tribun timur)

IA dilahirkan di Pekkabata, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, 20 April 1974. Saat mahasiswa, ia aktif di berbagai organisasi. Salah satunya adalah Keluarga Remaja Islam Salam Institut Teknologi Bandung (Karisma).

Setamat dari ITB, ayah empat anak ini sempat menjadi engineer di AcET Services Indonesia pada bidang acoustic and noise control (2000-2004).

Namun passion-nya ternyata pada dunia pendidikan dan pengembangan SDM. Berawal sebagai guru Fisika di SMP dan SMA Darul Hikam Bandung.

Lalu melalui LPP Salman ITB (2005-2011) menjadi instruktur dan narasumber pada pelatihan-pelatihan seminar guru, siswa dan manajemen sekolah di berbagai kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Lalu bergabung dengan Kalla Group sejak Mei 2011 dengan amanah Kepala Bidang Pendidikan Yayasan Kalla.

sejak 12 Mei 2017 lalu resmi menjabat sebagai Direktur Sekolah Islam Athirah, sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Sekolah Islam Athirah yang diketuai Fatimah Kalla.

Di sela-sela rutinitasnya sebagai pendidik, ia juga aktif menulis. Sebagian hasil tulisannya telah dibukukan. Totalnya ada lima buku.

Di antaranya berjudul Kerja Itu Ibadah yang diterbitkan Mizania (2014) dan Spiritual Professional yang diterbitkan Yayasan Kalla (2015).

Sejak pertengahan 2017, Sekretaris Umum Ikatan Alumni ITB Sulawesi Selatan (2003-2017) ini juga aktif menulis kolom perspektif di harian Tribun Timur. Kolomnya terbit rutin sekali sepekan yakni setiap hari Selasa.

Alhamdulillah, saat menyampaikan rencana menerbitkan buku ini, ia bersedia menjadi salah satu narasumber untuk berbagi rahasia menulis dan proses ia berkarya kepada pembaca.

Berikut ini tanya jawab kami melalui whatsApp.

Sejak kapan Anda suka menulis?
Saya mulai menyenangi dunia menulis sejak kuliah tingkat dua saat aktif di Karisma Salman ITB tahun 1993. Waktu itu saya mengelola bulletin Saintika (Sains Matematika dan Agama).

Waktu itu sering menulis tentang apa?

Saat itu lebih banyak menulis ulang bahan yang ada di buku buku. Secara intensitas hanya terbit 4 kali dan berhenti karena kesibukan di manajemen organisasi. Jadi secara umum sejak mahasiswa sampai sarjana aktivitas menulis saya biasa saja seperti umum.

Tulisan-tulisan Anda di media mana saja pernah dipublikasikan? 
Pernah di Pikiran Rakyat yang terbit di Bandung, Tribun Timur, Fajar dan mediakalla.co.id

Tulisan pertama terbit di surat kabar, kapan dan terbit di koran mana?
Pertama kali di Koran Pikiran Rakyat yang terbit di Kota Bandung. Waktu itu sedang kuliah program S2 (magister) di Bandung.

Kira-kira tahun 2010 lalu. Tulisan pertama saya ketika itu tentang Idul Adha, Teladan Keluarga Ibrahim.

Apa yang Anda rasa saat tulisan untuk kali pertama muncul di media mainstream?
Saya merasa surprise dan senang. Apalagi bisa ide dibaca banyak orang. Apalagi dari tulisan ini saya mendapat honor pertama Rp 200 ribu. Saat itu juga saya sedang butuh uang.

Ada respon dari teman kuliah atau kenalan setelah baca tulisan Anda di Pikiran Rakyat?
Saya tahu tulisan saya dimuat dari teman. Dia dosen psikologi Universitad Padjajaran (Unpad).

Ada juga respon dari senior yang penceramah. Dia pernah bahas apa yang saya tulis.

Pernah ikut pelatihan menulis?
Waktu di Salman ITB Bandung beberapa kali ikut seminar dan pelatihan menulis. Tapi singkat.

Hingga hari ini sudah berapa buku karya Anda yang sudah terbit? 
Masih sedikit. Baru dua buku. Kalau sebagai editor buku, ada 3 buku yang telah kami terbitkan. Jadi baru total lima.

Buku pertama diterbitkan Yayasan Kalla. Judulnya, Kerja Itu Ibadah. Terbit 2013.

Lalu pada 2014 diterbitkan secara dikomersilkan oleh Penerbit Mizan Bandung dan beredar di jaringan Toko Buku Gramedia.

Buku kedua terbit pada 2015. Judulnya, Spiritual Professional. Buku ini belum komersial. Dicetak oleh Yayasan Kalla untuk dibagi-bagikan secara gratis.

Apa pesan inti yang Anda sampaikan di buku Kerja Itu Ibadah?
Pesan intinya antara lain tentang bagaimana nilai nilai agama itu juga terjadi dan diterapkan di tempat kerja. Tujuannya agar bisa bahagia karena nonmateri

Buku ini merupakan kumpulan tulisan saya yang dibuat pada Ramadhan 2013.

Ketika itu saya buat target menulis: satu artikel tiap hari dan dishare ke email karyawan. Juga dimuat di mediakalla.co.id.

Awalnya tidak diniatkan menjadi buku. Namun respon para karyawan Kalla Group bagus terhadap tulisan-tulisan saya.

Akhirnya muncul ide untuk dikumpulkan menjadi buku. Ramadhan ketika itu antara Agutus-September 2013. Kemudian diterbitkan pada Desember 2013 oleh Yayasan Kalla.

Lalu bagaiman ceritanya buku Anda ini diterbitkan Mizan dan dikomersilkan? 
Ceritanya, buku itu saya bawa ke Bandung. Waktu itu Lebaran di kampung istri. Saat ketemu teman yang Direktur di Mizan, namanya Pak Baiquni, saya berikan buku itu.

Setelah dia baca, dia tawarkan untuk diterbitkan. Saya setuju saja. Lalu mulailah diproses desain dan sebagainya. Tulisan dibuat lebih umum.

Dapat royalti berapa dari Mizan?
Kalau tidak salah royalti 10 persen.

Lalu bagaimana dengan buku Spiritual Professional?
Buku ini juga kumpulan artikel yang sebenarnya dibuat sambil jalan sampai terseleksi 50 artikel pada 2015 atau dua tahun setelah buku pertama terbit.

Buku ini berisi pesan bahwa dalam dunia kerja, butuh niat baik dan kerja baik. Niat baik dengan spiritual mindset. Kerja baik dengan professional action.

Siapa orang yang dianggap memotivasi Anda menulis?
Namanya Pak Hernowo. Dia penulis lebih dari 50 judul buku di Bandung. Hebatnya karena beliau berlatarbelakang pendidikan sosial atau jurnalistik, tapi dari Teknik Industri ITB.

Ketika itu, ia baru menulis saat berumur 40-an tahun.

Kebetulan saya kenal dekat dengan beliau. Baik dari seminar atau ketemu langsung dengan dia/  Saya kemudian mencoba dan berusaha serta banyak membaca.

Menulis satu artikel butuh berapa jam dan habiskan berapa gelas kopi/teh?
Kalau artikel pendek 1-2 halaman, saya biasa menulisnya sekitar 30-60 menit.  Tidak minum kopi dan the-ji. Hehehe…

Yang penting bisa fokus dan flow mengalir. Syaratnya ide sudah matang dan tinggal dikeluarkan

Syamril  (foto: sakinah - tribun timur)

Saat menulis artikel, termasuk tulisan perspektif di koran Tribun Timur, Anda biasanya suka menulis pada pagi hari, siang, malam atau dini hari? Apa alasannya?
Sebenarnya saya lebih suka menulis pada pagi hari. Masih segar. Tapi kalau dikejar deadline, bisa kapan saja. The power of kepepet.

Saat menulis, sukanya di kafe, di rumah, di tempat kerja atau di mana?
Saya biasa menulis di kantor atau rumah. Belum pernah di kafe.

Tiap minggu menulis artikel untuk koran Tribun Timur: beban atau menyenangkan?
Biasa saja. Bukan masalah. Apalagi hanya sekali sepekan. Yang saya tulis pun terkait kehidupan sehari-hari.

Sesuatu yang dialami. Agar tak terbentur dengan urusan lain, kita dituntut harus pandai mengatur waktu.

Jadwal menulis sekali sepekan itu juga menjadi tantangan sekaligus kesempatan baik untuk menyebarkan ide dan kebaikan.

Manfaatnya juga bisa mendisiplinkan diri menulis karena ada jadwal. Selain itu juga dapat menyegarkan jiwa dengan menulis

Bagaimana Anda menemukan ide tulisan untuk terbit setiap pekan?
Awalnya dengan mengamati fenomena atau ada kejadian atau masalah. Lalu coba direnungi. Cari bahan pendukung. Kemudian mendiskusikannya. Tapi biasanya juga saya bawakan dulu di kultum (kuliah tujuh menit) saat usai subuh di masjid dekat rumah.

Kebiasaan usai salat subuh, ada diskusi ringan dengan jamaah. Kalau masalah kerja dengan tim. Bisa juga di group WA. Dari situlah biasa muncul ide untuk jadi bahan tulisan.

Sebulan beli buku baru berapa?
Rata rata cuma dua buku.

Apa saja keuntungan secara financial dan nonfinansial dari pekerjaan menulis?
Finansial untuk yang hanya 'selingan'. Bukan profesi. Jadi tidak jadi tujuan.

Lebih kepada keuntungan non-finansial yakni ada wadah pengembangan diri dan kepuasan batin. Apalagi dijadikan ladang dakwah kebaikan.

Apa saja keuntungan secara financial dan nonfinansial dari pekerjaan menulis?
Finansial untuk yang hanya 'selingan'. Bukan profesi. Jadi tidak jadi tujuan.

Lebih kepada keuntungan non-finansial yakni ada wadah pengembangan diri dan kepuasan batin. Apalagi dijadikan ladang dakwah kebaikan

Apa yang Anda lakukan untuk menambah bahan tulisan dan memperkaya data dan memperkuat rasa dalam tulisan?
Untuk menambah bahan tulisan, ya dari bacaan artikel dan dengar ceramah. Sedangkan untuk memperkuat rasa pada tulisan, saya belajar dari buku-buku sastra.

Apa saran Anda kepada calon penulis pemuda agar mereka juga bisa menjadi penulis professional? 
Menulis saja. Apalagi sekarang sudah banyak media social yang bisa menjadi wadah penyaluran tulisan-tulisan kita.

Belajar menulis yang utuh tidak hanya sekelebatan ide. Saran saya, saat menulis, coba saja jangan dulu dievaluasi karena takut salah. Tunggu saja respon pembaca

Apa harapan Anda terhadap institusi pendidikan agar budaya menulis tumbuh subur di Sulsel?
Untuk makin memajukan budaya literasi di sekolah atau kampus, ya harus dimulai dari guru dan dosen.

Kalau guru dan dosen jarang memproduksi tulisan-tulisan di media, maka susah mengharapkan anak didiknya juga aktif menulis artikel.

Sebaliknya jika guru atau dosen aktif menulis, maka saya percaya budaya menulis itu bakal kian subur.

Smart quotes
Menulislah untuk mencerahkan jiwa. Hadapi awalannya. Hayati prosesnya dan nikmati perjalanannya sampai tuntas. (*)

Komentar