Masjid Dato Tiro, Ikon Baru Bulukumba


Alhamdulillah. Akhirnya saya dan keluarga bisa menikmati salat di Masjid Islamic Center Dato Tiro pada Kamis sore, 28 Juni 2018 lalu. 

Inilah masjid terbesar dan termegah sekaligus ikon baru Kabupaten Bulukumba. Selama ini ikon Bulukumba selalu identik dengan perahu pinisi dan Pantai Bira.

Masjid Dato Tiro berlokasi di dalam kota. Tepatnya di Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Bintarore, Kecamatan Ujungbulu. 

Kelebihan lain masjid ini di antaranya karena memiliki desain eksterior maupun interiornya yang keren. 



Berada di masjid berlantai dua ini, terasa adem dan sejuk. Dikarenakan hembusan angin segar dari jendela-jendela besar di sisi kiri kanan masjid ini.

Walau tak ber-AC, jamaah tak kepanasan salat di sini. Mirip di Masjid Raya Makassar.  

Apalagi lantai dua yang ditempati salat, semua lantainya tertutup karpet tebal nan halus berwarna merah. 

Halaman masjid dan area parkirnya pun luas. Bisa menampung lebih 100-200 mobil.

Di sekitar masjid ini pun banyak berdiri kedai yang menjajakan aneka minuman dan penganan ringan. 

Bisa dimaklumi jika masjid ini selalu disinggahi banyak orang untuk salat sekaligus istirahat sejenak.



Terutama mereka yang baru tiba di Bulukumba dari perjalanan jauh seperti kami. 

Tak hanya itu, kami pun tak ketinggalan untuk berfoto dengan latar masjid ini. Tempat ini memang layak menjadi tempat favorit untuk foto selfie dan groufie.

Berdasarkan dokumen berita Tribun Timur, masjid ini mampu menampung kurang lebih 5.000 jamaah. 

Diresmikan Bupati Bulukumba Zainuddin Hasan pada malam 1 Ramadhan 1435 H bertepatan 28 Juni 2014.

Nama masjid ini diambil dari nama tokoh penyebar Islam di Bulukumba dan sekitarnya abad 16, Abdul Jawad yang lebih dikenal dengan nama Dato Tiro atau khatib bungsu.




Kini Masjid Islamic Center Dato Tiro ini telah menjelma menjadi pusat kegiatan keagaaman di Butta Panrita Lopi.  

Seingat saya, masjid ini digagas kali pertama saat Bupati Bulukumba masih dijabat Andi Patabai Pabokori.  

Kala itu, Patabai mengeluarkan kebijakan yang meminta para pegawai negeri Pemkab Bulukumba menyisihkan sedikit dari gajinya untuk pembangunan masjid ini. 

Tentu saja pegawai yang dimintai adalah Muslim. Kebijakan ini pun mendapat persetujuan DPRD setempat. 

Saat bertugas sebagai jurnalis untuk wilayah Bulukumba dan sekitarnya pada 2005 hingga awal 2006, saya sering mendengar warga mempertanyakan kapan pembangunan masjid ini rampung. 

Saat itu lahannya sudah ada. Pondasi dan tiang masjid ini pun sudah terlihat. (jumadi mappanganro)



Warkop Anggun, Gowa, Juli 2018

x

Komentar