Riang Gembira di Pantai Bira



MATAHARI sebentar lagi terbenam saat saya dan keluarga tiba di Pantai Tanjung Bira, Kamis (28/6/2018).

Pengunjung terlihat masih banyak bermain di pesisir pantai.

Tiga anak saya bermaksud juga bergabung ke pantai. Tapi ibunya mencegatnya.

"Sudah mau magrib. Besok pagi saja Nak kita ke pantai main-main," kata ibunya.

Imam dan dua adiknya menurut. Kami pun memilih menyambut malam di penginapan.



Inilah salah satu pantai unggulan pariwisata Sulawesi Selatan. Namanya sudah dikenal hingga ke mancanegara.

Pantai ini masuk wilayah Desa Bira,  Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba.

Berjarak sekira 200 km dari Kota Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.

Dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin ke pantai ini bisa ditempuh kurang lebih lima jam perjalanan dengan kendaraan bermotor.

Kelebihan pantai ini karena memiliki pasir putih yang sangat halus. Nyaris sehalus tepung.



Airnya jernih. Garis pantainya lumayan panjang. Hamparan pasirnya pun cukup luas.

Saat pagi tiba, tiga anak kami bersama sepupunya, tante dan neneknya pun tak sabaran untuk menikmati mandi di pantai ini.

Padahal jam belum menunjukkan pukul tujuh pagi. Mereka sudah menceburkan diri di pantai.

Lumayan lama. Kira-kira lebih dua jam. Saat kami akan meninggalkan pantai, tiga bocah kami sempat menolak beranjak. Saking senangnya.

"Ayah, di sini bagus pantainya. Airnya jernih. Sebentar lagi nah, Ayah," tutur Imam Fadhlurrahman Mappanganro, putra sulung kami.

Sejak dia lahir 10 tahun lalu, memang baru kali ini saya membawanya ke Bira. Termasuk dua adik dan ibunya.


Sedangkan saya sudah kali kesekian mampir di Bira. Tapi baru kali ini juga saya mandi sepuasnya di sini.

Dulu waktu masih bertugas sebagai jurnalis untuk wilayah Bulukumba dan sekitarnya (2005-2006), saya biasanya hanya sekadar mampir. Pun hanya sekali menginap.

Pantai ini juga didukung sejumlah fasilitas yang bisa memanjakan para pengunjung.

Di antaranya adanya speed boat, banana boat dan ban dalam yang bisa dipersewakan.




Saat asyik mandi-mandi, beberapa pria dewasa silih berganti menawari kami bepergian ke pulau menggunakan speed boat.

Salah seorang yang menawari kami itu adalah Dayat (28 tahun). Badannya kekar. Rambut cepak.

Dia rupanya perantau asal Sumatera. Ia sudah lima tahun bekerja di Bira. Ikut kakaknya yang menikah dengan pria Bira.



Dayat menawari kami ke Pulau Kambing atau Pulau Liukang Loe. Kedua pulau ini masih dekat dari Bira. Masih terlihat jelas dari pesisir Bira.

Jika naik speedboat, bisa ditempuh sekira 10 menit dari Bira. Biaya pergi pulang Rp 350 ribu untuk satu speedboat berkapasitas 10 orang.

"Terserah Bapak mau berapa jam di sana. Kami tunggu untuk antar pulang," tawar Dayat.

Ada 35 speedboat yang siap mengantar pergi pulang para pengunjung di sini.

Tak perlu khawatir katanya. Setiap speedboat yang beroperasi di sini menyediakan pelampung untuk semua penumpang. Termasuk untuk anak-anak.


"Di dekat pulau ini, bagus diving dan snorkeling. Kita juga bisa melihat penangkaran penyu di Pulau Liukang Loe," terangnya.

Saya tertarik. Apalagi katanya jika beruntung, kita dapat melihat hiu di sekitar kedua pulau ini.

Apalagi saya memang belum pernah ke Pulau Kambing maupun Pulau Liukang Loe.

Tapi istri saya tak berkenan. Akhirnya keinginan ke kedua pulau ini belum kesampaian. Kami pun beralih mencoba serunya menaiki banana boat.



Sewanya hanya Rp 100 ribu untuk 6 orang. Dengan ongkos ini, penyewa bisa menikmati empat kali putaran. Satu putaran berjarak kira-kira 100 meter.

Walau awalnya menegangkan, senyum terlihat dari wajah anak-anak kami usai menikmati serunya banana boat.

Tak mau naik banana boat, pengunjung bisa memilih sewa ban dalam. Sewanya Rp 20 ribu untuk ban besar dan Rp 10 ribu ban kecil. Masa pakai bebas.

Sementara soal hotel atau penginapan di sekitar Bira, lumayan banyak.



Mulai kelas homestay, villa hingga hotel berbintang yang menghadap ke laut.

Tarifnya mulai Rp 200-an ribu semalam hingga lebih Rp 1,7 juta per kamar per malam.

Jika ingin memilih menginap di sini, silakan saja booking tempat melalui Traveloka.

Perlu Dibenahi

Dari sejumlah pantai yang pernah saya datangi, saya merasa Pantai Tanjung Bira termasuk yang terbaik di Indonesia.

Saya pernah ke Pantai Kuta di Bali dan Raja Ampat di Papua Barat. Rasanya bermain pasir dan mandi di Pantai Bira jauh lebih nyaman.

Jangan bandingkan Pantai Tanjung Bira dengan Pantai Marina di Bantaeng atau Pantai Losari, Tanjung Bayang dan Tanjung Merdeka di Kota Makassar. Kalah jauh.

Itu dari sisi kejernihan air lautnya hingga pasirnya yang lebih putih dan sangat halus.

Namun dari sisi penataan, kebersihan fasilitas pendukungnya, saya melihat Pantai Bira kurang dikelola baik.

Di pantai ini, masih banyak sampah bertebaran dekat anjungan dan jalan masuk pantai.

Tempat sampahnya pun terkesan diletakkan begitu saja di pesisir pantai. Tak rapi. Juga menarik dilihat dari sisi model dan warnanya. Terkesan tak terurus.

Saya juga tak melihat toilet umum atau sekadar tempat membersihkan badan dengan air tawar usai mandi-mandi di laut.


Di pesisir Pantai Bira, memang tersedia gazebo. Jumlahnya lebih 30-an. Sayangnya, tak bisa kami tempati untuk istirahat.

Semua gazebo dikuasai para pedagang untuk berjualan makanan dan minuman.

Bahkan ada beberapa gazebo dipakai untuk tempat berteduh banana boat.

Di pantai ini juga saya tak melihat petugas yang disiagakan khusus memberi pertolongan jika ada yang tenggelam atau terjadi kericuhan antar-pengunjung.

Di anjungan pantai ini memang ada lampu penerang. Tapi selama dua malam menginap di sini, saya tak pernah melihat lampu ini menyala.



Saya juga tak melihat ada petunjuk area parkir mobil dan sepeda motor yang mengarahkan pengendara yang datang di kawasan ini.

Akhirnya banyak mobil dan sepeda motor diparkir di badan jalan.

Keberadaan lapak-lapak para pedagang kaki lima di pinggir jalan masuk kawasan ini juga terlihat kumuh.

Apalagi ada beberapa lapak yang berada di samping anjungan yang keberadaannya menutup pemandangan pengunjung ke arah pantai.

Bukan hanya itu, jalan masuk kawasan ini masih terlihat banyak kubangan.

Padahal, Bira tak hanya destinasi wisata bahari andalan Kabupaten Bulukumba, tapi telah menjadi 'jualan' obyek wisata Sulawesi Selatan maupun pariwisata nasional.

Tentu kami berharap fasilitas pendukung di Pantai Bira mestinya dibenahi lebih baik lagi demi memberi kenyamanan para pengunjung.

Semoga!

Bira-Makassar, Juli 2018

Komentar