Inilah Keunikan Desa Wisata Penglipuran di Bali


Suasana Desa Penglipuran, Bali, Jumat (2/8/2018). Foto-foto: jumadi mappanganro

MENIKMATI keindahan pedesaan yang jauh dari ingar bingar modernitas di Bali, Ubud memang menarik.

Tapi, kata banyak orang, Desa Adat Penglipuran jauh lebih asyik! Benarkah?

Penasaran ingin membuktikan pernyataan itulah, kami memilih berkunjung ke Desa Adat Penglipuran, Jumat siang, 3 Agustus 2018 lalu.

Gerimis menyambut kedatangan kami siang itu.



Karena tak bawa payung, kami menunggu sejenak di sebuah pondokan yang berada di area parkir. Pondokan ini tak berdinding. Lantainya setinggi lutut orang dewasa.

Saat gerimis reda, barulah kami menyusuri desa adat ini. Siang itu, langit belum cerah. Masih terlihat sisa-sisa mendung.

Namun desa ini telah ramai dikunjungi wisatawan nusantara maupun turis mancanegara.

Jalan utama desa ini memanjang dari utara ke selatan. Bagian utara merupakan titik tertinggi. Selatan agak rendah. Di titik tertinggi terdapat pura desa. 

Pengunjung masuk dari bagian utara. Kami berjalan kaki.



Pasalnya kendaraan bermotor dilarang masuk sampai ke pemukiman yang dihuni lebih 200 kepala keluarga ini. 

Aturan ini berlaku bagi semua, baik wisatawan maupun penduduk desa adat.

Semua memarkirkan kendaraan di area parkir yang lumayan luas. Biaya parkirnya Rp 5.000 per mobil. 

Keunikan desa adat yang tak jauh dari Kintamani atau Gunung Batur ini tak hanya soal larangan kendaraan bermotor memasuki pemukiman mereka.


Suasana Desa Penglipuran, Bali, Jumat (2/8/2018). Foto-foto: jumadi mappanganro
 
Penduduk desa adat ini juga masih kuat mempertahankan budaya leluhur mereka.

Kekompakan, prinsip sama rata dan sama rasa nampaknya menjadi karakter penduduknya.

Bisa dilihat dari model dan ukuran rumah penduduk desa ini yang nyaris mirip semua. Tak ada yang berlantai dua. Pun semua berpagar tembok. Tak ada pagar besi. 

Luas pekarangan masing-masing juga sama semua. Intinya tak ada rumah yang lebih menonjol dari rumah lain.

Setiap rumah juga dilengkapi pintu gerbang yang hanya muat untuk satu orang dewasa.


Orang Bali menyebut pintu jenis ini sebagai angkul-angkul.

Berada di desa ini terasa sejuk. Maklum, desa ini berada di ketinggian sekira 700 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Itulah yang kami rasakan saat berkunjung ke desa berpenduduk sekira 1.000 jiwa ini.



Di sini, pemukiman warga tertata rapi dan sangat bersih. Tak terlihat tumpukan sampah.

Di kiri kanan jalan utama desa yang kami lintasi ditumbuhi bunga aneka jenis. Menambah keasrian desa ini.

Maka saya menganggap wajar jika Desa Adat Penglipuran ini pernah dinobatkan sebagai terbersih di dunia.

Kebersihan desa ini disejajarkan dengan dua desa terbersih lainnya di dunia: Desa Terapung Giethoorn (Provinsi Overijssel) di Belanda dan Desa Mawlynnong di India.

Keunikan lain desa adat Penglipuran adalah penduduknya tak mengenal ngaben.

Tahu kan ngaben? Itu lho proses membakar mayat yang dianut masyarakat Bali pada umumnya. 

Padahal, penduduk desa ini 100 persen menganut ajaran Hindu. Di desa ini, warga yang meninggal langsung dikubur di tanah seperti cara pemakaman Muslim.

Keunikan lain, lelaki di desa ini dilarang berpoligami. Yang melanggar, bakal dikucilkan. 




Bambu
Penduduk desa adat ini umumnya bekerja sebagai petani. Sebagian lainnya bekerja sebagai pengayam kerajinan dari bambu.

Di sini, penduduk setempat tak susah mencari bambu. Desa ini dikelilingi hutan bambu seluas sekira 37 ha atau sepertiga dari total luas wilayah desa. 

Maka tak heran, sebagian besar rumah penduduk desa adat di sini terbuat dari bambu. 



Tarif Masuk 
Desa ini berada di Jalan Rambutan, Desa Kubu, Kecamatan Bangli. Berjarak sekira 56 km dari Bandara Internasional Ngurah Rai.

Butuh sekira satu setengah jam perjalanan naik mobil dari bandara ke desa ini.

Sayangnya, ke desa ini belum ada kendaraan umum. Jadi jika berminat, kita bisa merental mobil.

Tersedia banyak jasa yang menyewakan mobil. Kita bisa searching di Google untuk mendapatkan banyak pilihan mobil rental.



Saat itu, kami menyewa mobil bertarif Rp 1 juta sehari. Setiap wisatawan ke tempat ini dikenakan biaya masuk. Tak mahal.

Untuk wisatawan nusantara hanya dikenakan Rp 15 ribu per orang dewasa. Anak-anak Rp 10 ribu.

Sedangkan biaya parkir kendaraan hanya Rp 5.000 per unit. Berada di desa ini, tak perlu khawatir soal makan dan minum.





Sebab beberapa rumah warga setempat dijadikan warung. Pengunjung bisa memesan makanan dan minuman.

Termasuk jika ingin ngopi sembari duduk di teras rumah penduduk setempat.

Mau menginap juga boleh. Ada beberapa rumah warga yang juga dijadikan homestay. (jumadi mappanganro)








Resume
Desa Adat Penglipuran
Lokasi: Jalan Rambutan, Desa Kubu, Kecamatan Bangli, Provinsi Bali
- Berjarak sekira 45 km dari Denpasar

- Penghargaan: Desa terbersih di dunia bersama Desa Terapung Giethoorn (Provinsi Overijssel- Belanda) dan Desa Mawlynnong (India).

- Destinasi wisata di sekitarnya: Kintamani atau Gunung Batur.

Komentar