Etika Publikasi Foto Orang Sakit



FOTO Ichsan Yasin Limpo (58) beberapa hari ini banyak beredar di media sosial dan grup-grup whatsApp masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel).

Namun foto yang disebar kali ini adalah foto Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Sulsel yang sedang dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Selain keluarga besar Yasin Limpo, tak sedikit tokoh telah datang membesuk Bupati Gowa periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu.

Di antaranya Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh hingga mantan calon Wakil Presiden Sandiaga Uno beserta istri.

Foto yang mengabadikan momen IYL saat dibesuk para tokoh itulah yang banyak disebar.

Diiringi permohonan doa kesembuhan IYL yang telah menjalani kemoterapi karena didiagnosa mengalami kanker paru.

Nah beberapa foto IYL dalam kondisi sakit itu kemudian banyak dipublikasikan berbagai media online hingga media cetak di Makassar.

Padahal dalam foto itu wajah IYL terlihat jelas. Wajah peraih gelar doktor dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini terlihat jauh berubah dibanding sebelum dirawat.

Mungkin karena pengaruh telah menjalani kemoterapi.

Sepintas penyebaran foto IYL dalam kondisi baring dengan selang infus yang masih melekat di tubuhnya itu hal biasa bagi sebagian orang.

Saking seringnya hal serupa terjadi pada pasien lain.


Padahal publikasi foto pasien yang sedang sakit, ada etikanya. Terlebih bagi pasien yang sedang baring di ruang perawatan rumah sakit.

Etika ini berlaku tak hanya bagi media mainstream, tapi juga media sosial.

Etika ini dibuat untuk melindungi hak privasi seseorang.

Sebab jangan sampai publikasi foto pasien, siapa pun dia, itu membuat yang bersangkutan tak nyaman.

Saat dibesuk, pasien mungkin terhibur. Semangatnya untuk sembuh meninggi.

Tapi melihat penampilannya 'kurang prima; di foto yang dipublikasikan, bisa saja membuat pasien itu kecewa. Malu. Semangat sembuhnya pun mengendur.

Karena kekhawatiran hal buruk menimpa pasien itulah diperlukan etika penyebaran foto orang sakit.

Terlebih ketika foto orang sakit itu hendak dipublikasikan di media massa: cetak, elektronik, maupun media online.



Etikanya antara lain:

1. Saat hendak memotret, selfie atau groupi bersama pasien sebaiknya izin. Terutama izin dari pasien atau keluarganya.

2. Yang memotret juga wajib menyampaikan maksud pemotretan.

3. Jika untuk dokumentasi pribadi, boleh saja tanpa izin pasien.

4. Jika foto bersama pasien itu hendak di-share ke media sosial, grup whastApp, terlebih jika ingin dipublikasikan di media massa, maka harus ada izin.

Terutama izin dari pasien. Jika tak memungkinkan, barulah izin boleh diminta dari keluarga pasien.

Keharusan untuk meminta persetujuan orang yang dipotret karena tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa fotonya disebar di media sosial atau dipublikasikan media massa tanpa diminta persetujuannya.

5. Memajang atau memublikasikan foto pengunjung bareng pasien di rumah sakit melalui media massa atau media sosial boleh saja.

Tapi syaratnya, wajah dan bagian tubuh pasien yang mudah dikenali tak terlihat jelas.

Selain itu, media massa yang memublikasikan foto dimaksud wajib juga mencantumkan nama pemilik atau sumber foto.

Lebih baik lagi seizin pemilik foto. Jika tak jelas siapa pemilik dan sumber foto, barulah ditulis sumber foto handover.

Hal ini dilakukan sebagai wujud kita menghargai hak cipta atau karya orang lain.

Cara lain adalah memberitakan tentang pasien tersebut, tapi foto bersangkutan yang dipajang saat ia belum dirawat di RS.




Beberapa etika di atas perlu diperhatikan setiap warganet dan jurnalis demi menghormati privasi pasien yang memang dilindungi dan dijamin negara.

Itulah juga sebabnya Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) telah mengeluarkan surat imbauan bernomor: 987/1A/PP.PERSI/II/2018.

Isinya antara lain menegaskan bahwa orang lain yang bukan keluarga terdekat pasien tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar video atau foto pasien sebelum mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan.

Larangan ini berlaku baik terhadap pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Makanya di RS biasa kita melihat tulisan “Dilarang Memotret dan Merekam di Area Ini”.

Ini dilakukan demi melindungi privasi pasien sehingga yang bersangkutan tetap merasa nyaman.

Jangankan foto orang yang terbaring di rumah sakit, memotret seseorang di tempat umum seperti di jalanan, mal, pasar, terminal, dan pelabuhan pun punya etika.

Terlebih bagi foto-foto yang akan dipublikasikan melalui media massa, mesti sejalan dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Sesuai KEJ, wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. (JM)

Palmerah Barat, Jakarta, 6 Juli 2019.

Komentar