Aspirasi Perajin Bambu Batik di Kepulauan Sangihe



HARI sudah sore saat kami tiba di Unit Pelaksana Teknis atau UPT Bambu Batik.

Lokasinya di Kampung Bowongkulu 1, Kecamatan Tabukan Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

UPT ini berupa bangunan permanen berlantai dua. Milik Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Di teras gedung ini, sejumlah pria dewasa sedang membuat furniture dari bambu batik. Disebut bambu batik karena memiliki motif unik khas Sangihe. 

Bambu batik ini banyak tumbuh di Tabukan, Kepulauan Sangihe.


Seorang di antara perajin itu bernama Samsi (56 tahun). Ia sudah bekerja sebagai perajin bambu sejak tahun 1980-an.

“Perajin di sini turun-temurun. Saya dulu belajar dari bapak sejak tahun 80-an,” tuturnya saat kami menemuinya di UPT Bambu Batik, Sabtu 26 Maret 2022.

Yang dibuatnya aneka macam. Mulai aneka kursi, meja, tempat tidur, rak sudut, rak tv, boks anak, mimbar, tirai, gelas hingga macam-macam miniatur.

“Yang paling banyak di pesan ini adalah kursi, tirai hingga tempat tidur,” tambahnya sembari menggergaji bambu.



Pemesan kebanyakan asal Kota Manado dan Tahuna, ibu kota Sangihe. Harga kerajinan bambu batik buatannya bervariasi. Tergantung jenis dan ukuran.

Misal kursi makan mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 3,5 juta per biji. Tirai Rp 1,5 juta. Rak tivi Rp 400 ribu. Sedangkan gelas bambu Rp 400 ribu untuk satu lusin.

Pemasaran produk ini dilakukan melalui Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes Sangkanaung.

Menurut Samsi, untuk menyelesaikan pesanan satu set kursi dan meja dari bambu batik, biasanya membutuhkan waktu paling cepat sepekan.


Untuk satu set kursi membutuhkan sekitar 10 batang bambu yang umumnya dibeli dari warga kampung.

Harganya Rp 20 ribu per batang. Perajin setempat menyebut satu batang dengan istilah satu ujung.

Bambu yang baru ditebang, tak dapat langsung digunakan. Tapi butuh proses penjemuran selama sebulan. Itu jika tak selalu hujan.

Setelah proses penjemuran, barulah bambu itu bisa dibuat aneka furniture sesuai yang diinginkan.

Berbagai contoh furniture bambu batik buatan perajin setempat bisa dilihat di bagian dalam gedung UPT Bambu Batik.


Kadis Pariwisata Daerah atau Kadisparda Kepulauan Sangihe Femmy Montang mengatakan, kerajinan bambu batik buatan warga kampung Bowongkulu 1 telah tersebar luas.

“Tak hanya tersebar hingga ke Manado, tapi juga kerap dipesan hingga luar Sulawesi Utara. Bahkan ke luar negeri,” tutur Femmy Montang yang mengajak Tribun Manado mengunjungi UPT Bambu Batik.

Samsi mengaku pesanan untuk membuat furniture bambu batik buatan mereka tak sering datang.

“Kadang sampai satu bulan lebih tak ada pesanan. Apalagi selama pandemi Covid-19,” tuturnya.

Jika sepi pesanan, Samsi dan rekannya kembali bertani di lahan mereka. 


Ia dan rekannya pun berharap makin banyak pihak yang bisa membantu mereka membukakan pemasaran produk bambu batik asal Sangihe.

Mereka juga berharap adanya pelatihan untuk mendorong para perajin bambu batik lebih kreatif.

Sebab variasi desain furniture buatan mereka masih banyak mengikuti model dulu atau desain warisan yang diproleh secara turun temurun. Semoga aspirasi mereka bisa segera terwujud. (jumadi mappanganro)

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Melihat Pembuatan Furniture dari Bambu Batik di Kepulauan Sangihe

Komentar